Saat saya menuliskan artikel ini saya masih berada di Bangkok, Thailand dalam rangka mengikuti acara Asia Pacific Central Nervous System Speaker Bureau Masterclass yang diadakan dua hari dari tanggal 17-18 Maret 2018. Ada beberapa negara yang ikut serta dalam acara ini selain Indonesia, yaitu Malaysia, Singapura, Thailand sebagai tuan rumah, India, Pakistan, dan Hongkong.Â
Acara yang bertujuan untuk memberikan hal-hal terbaru terkait depresi ini memiliki misi agar para peserta bisa menjadi narasumber terpercaya nantinya di bidang depresi di negara mereka masing-masing. Acaranya sendiri dipandu oleh Prof Roger MacIntyre dari University of Toronto dan Prof Chee Ng dari Australia.Â
Beberapa hal terkait depresi yang dikemukakan kembali dalam pertemuan ini adalah bagaimana di era digital saat ini kemungkinan atau kerentanan orang untuk mengalami depresi semakin tinggi.
Apalagi telah diprediksikan oleh badan kesehatan dunia WHO bahwa tahun 2020 nanti depresi akan menjadi beban global nomor dua setelah penyakit jantung dan pembuluh darah. Salah satu masalah yang terkait dengan depresi di masyarakat adalah bahwa gangguan medis ini tidak dikenali bahkan oleh kalangan dokter sendiri.
Penelitian epidemiologi mengatakan lebih dari 50% kasus depresi tidak dikenali atau tidak mendapatkan terapi yang baik di pelayanan kesehatan. Sayangnya perbaikan depresi akan lebih baik jika dikenali dini dan diterapi segera.Â
Salah satu fokus utama dalam pembicaraan kemarin adalah bagaimana mencapai fungsi optimal kembali setelah terapi dan kembali pulih dari depresi. Salah satu yang ditekankan adalah --selain deteksi dini-- depresi juga berkaitan dengan kebutuhan terapi yang sering tidak bisa diwujudkan dengan baik. Terapi depresi sendiri bersifat individual yang memerlukan keterampilan klinis yang tinggi dari dokter yang menemui kasus ini di klinik sehari-hari.Â
Salah satu masalah yang berkaitan dengan kembalinya fungsi adalah pasien depresi sering kali tidak mematuhi pengobatan dengan baik. Lebih dari 70% kasus depresi tidak mendapatkan terapi sampai tuntas atau batas waktu yang disarankan.
Kebanyakan pasien depresi melepaskan pengobatan kurang dari 6 bulan pertama setelah pemberian obat. Inilah yang membuat banyak penelitian mengatakan bahwa kegagalan terapi pada pasien depresi berkisar antara 40-60%. Tidak mengherankan pula jika pada kenyataannya kekambuhan pasien depresi bisa mencapai lebih dari 80% dan bahkan untuk pasien yang telah lebih dari dua kali mengalami episode depresi maka meningkat menjadi lebih dari 90%. Inilah yang menyebabkan kebanyakan kasus depresi yang berat dan berulang disarankan untuk melakukan terapi seumur hidup.Â
Penyulit untuk kembalinya pasien ke fungsi optimal juga terkait gangguan medis yang dialami pasien. Gangguan medis yang berkaitan dengan depresi pada banyak penelitian dikatakan adalah gangguan endokrin seperti diabetes tipe dua dan gangguan jantung yang kronis.
Kondisi medis yang berkepanjangan memang sering kali menjadi penyulit dalam proses terapi selain memang secara fisiologis tubuh gangguan medis seperti jantung dan diabetes menyimpan masalah yang erat dengan terjadinya depresi.Â