Mohon tunggu...
Supriyadi
Supriyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Penjual Kopi

Orangtuaku memberi nama Supriyadi. Boleh kalian panggil aku Pry

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Saksi Yehuwa Bertamu

26 Desember 2016   03:35 Diperbarui: 26 Desember 2016   04:27 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alkitab dan najalah yang saya minta

Saya lalu menuju dua tamu yang sudah duduk  di ruang tamu itu; satu di kursi dari kayu dan satu di sofa. Tak pedulikan muka kucel, rambut awut-awutan, (baru kali ini memanjangkan rambut, biasanya gundul), dan bau mulut masih terasa. Menatap keduanya, saya juga menyempatkan membatin, bahwa mereka adalah seorang pengacara (lawyer). Sebab, wajah-wajah mereka mirip yang sekarang banyak  “bergentayangan” di lembaga-lembaga hukum Negara : kepolisian (polda), kejaksaan, maupun pengadilan.

Sambil memegangi cangkir  dan posisi masih berdiri ; saya menjabat. Lalu saya bertanya, “ Dari mana bapak… “ tanya saya.“Sepertinya pernah lihat. Apa bapak seorang pengacara, “ ucap saya lancang. Kami ketawa.

“Pengacara, pengangguran banyak acara, “ celetuk yang duduk di kursi kayu.  

“Bukan! Kami dari Saksi Yehuwa, “ kata yang duduk di sofa.

“Oh…, “ desau saya dan segera mempersilkan mereka duduk kembali, begitu melihat mereka berdiri.

“Silakan duduk…, “ kata saya.

“Bapak masih berdiri, “ sahutnya dengan sedikit mensejajarkan tangannya ke depan ke arah saya.

Bagi saya, begitu mereka menyebut asal bukan istilah yang jarang saya dengar. Meski saya tidak pernah beragama Kristen. Sebab, istilah Yehuwa termasuk trend, menjadi bahan diskusi di warung kopi komunitas; selain figur-figur hebat seperti Muhammad, Isa, Ibrahim, Dalai Lama,  Sidharta Gautama, Sun Tzu, hingga Tan Malaka. Saya hanya membatin, “orang Kristen, “ tanpa kecurigaan lain.  

“Bapak pernah dengar Saksi Yehuwa, “ kata yang duduk di sofa lagi.

“Kristen kan?, “ sahut saya.

“Benar, “ masih kata yang duduk di sofa. “Tapi…, “

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun