Mohon tunggu...
Operariorum
Operariorum Mohon Tunggu... Buruh - Marhaenism

Operariorum Marhaenism, merupakan Tulisan-tulisan mengenai ditindasnya orang Minoritas didalam realitas dan pola-pola diskriminasi yang dilakukan oleh pemilik otoriter, korporat dan kapitalissecara semenang-menang dan tidak adanya keadilan bagi kaum maniver mikro.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apriori Politik

28 Februari 2021   08:05 Diperbarui: 28 Februari 2021   08:11 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dari perspektif ini, penting kiranya jika kita berkonsultasi dan menghadapkan diri kita dengan pihak lain. Dalam model dialog ini, kita mungkin dapat menempatkan karya-karya Winch, Geertz, dan Connolly. Di sini, politik ketidaksesuaian, keberlainan diutamakan. Ada dua hal yang perlu dikemukakan menyangkut dua model dialog tersebut. Pertama, dan ini yang paling jelas, keduanya tidak mungkin direalisasikan secara terus menerus dalam bentuk idealnya di segala waktu. Lebih mungkin, jika hubungan sosial dan politik aktual ditempatkan di antara kedua model itu, atau sebagai variasi yang tidak sempurna dari salah satunya. Kedua, saya ingin menyarankan, sebagaimana diinformasi- kan oleh teori interpretif ekspresivis, masing-masing model, bahkan dalam bentuknya yang ideal, mensyaratkan alternatif yang tidak dapat muncul jika tidak diinformasikan oleh kemungkinan pihak lain. Politik penyesuaian (attunement) dan politik ketidaksesuaian (discordance) merupakan dua kemungkinan, dua momen yang dimungkinkan oleh teori politik ekspresif. Kesalingterkaitan

Ini bukanlah sebuah sikap sederhana (unsophisticated), tetapi sebuah sikap vang didasarkan pada sikap filosofis yang dikembangkan secara cakap dalam serangkaian makalah yang diterbitkan dalam buletin walaupun dengan tingkat sambutan yang kurang meriah, Bulletin of the Faculty of Arts tahun 193Q-an dari Universitas Mesir. Dengan menentang Lvi-Bruhl, di sini Evans-Pritchard menolak ide bahwa pemahaman ilmiah tentang sebab dan akibat yang mengarahkan kita untuk menolak ide-ide magis sebagai bukti superioritas intelejensi barat. Pendekatan ilmiah kita, jelas Pritchard, memiliki fungsi kultur untuk menegaskan bahwa suku Azande adalah suku magis yang 'tak beradab':

Gagasan-gagasan ilmiah adalah gagasan yang sesuai dengan realitas objektif, baik menyangkut validitas premisnya maupun dugaan dalilnya... Gagasan-gagasan logis adalah kaidah kesimpulan berpikir, yang benar bila premisnya benar, sehingga kebenaran premis menjadi tidak relevan... Sebuah pot hancur pada waktu penembakan. Hancur karena terkena peluru atau hancur karena faktor lain. Marilah kita teliti gagasan, menurut pot itu dan dilihat apa sebabnya. Itulah pemikiran yang logis dan ilmiah. Seseorang sakit. Penyakit disebabkan oleh ilmu sihir. Marilah kita meramal untuk mengetahui dukun sihir mana yang bertang gung-jawab. Itulah pemikiran logis namun tidak ilmiah. Saya kira, apa yang dikatakan Evans-Pritchard di sini benar. Tetapi salah, dan sangat salah, dalam usahanya mendefini- sikan yang ilmiah sebagai sesuatu 'yang sesuai dengan realitas objektif'. Meskipun memiliki perbedaan penekanan dan fraseologi, Evans-Pritchard tanpa sadar tengah mengemukakan cap metafisika yang sama sebagaimana dilakukan Pareto: bagi kedua- nya, gambaran 'realitas' harus dapat dipahami dan dapat dime- ngerti di luar konteks pertimbangan ilmiah itu sendiri, karena hal ini merupakan sesuatu di mana gagasan ilmiah dan gagasan yang tidak ilmiah memiliki sebuah relasi. Evans-Pritchard, meskipun Dalam hal ini, mudah untuk mengatakan bahwa kesulitan yang muncul dari penggunaan ekspresi komprehensif yang menyesatkan dan susah dipakai adalah 'sesuai dengan realitas'. Dalam beberapa hal, ini bisa dibenarkan. Pertanyaannya adalah

apa itu realitas? Pertanyaan ini akan memunculkan beragam jawaban tergantung pada ide dan kepercayaan yang Dengan demikian kita tidak boleh mengesampingkan fakta bahwa ide dan kepercayaan manusia selalu merujuk dan ber. dasar pada sesuatu yang independen-suatu realitas tak riil yang dianggap sebagai sesuatu yang maha penting. Ada dua kait yang harus saya kemukakan menyangkut hal itu dalam tahapan ini. Pertama, kita harus memperhatikan bahwa pemeriksaan terhadap riil yang independen ini bukanlah sesuatu yang aneh bagi sains. Masalahnya adalah bahwa pesona ditawarkan sains memudahkan kita mengambil keilmiahanya sebagai paradigma untuk mengukur "martabat intelektual" mode wacana yang lain: Renungkanlah apa yang dikatakan Tuhan pada Ayyub dari dalam gulungan angin: 'Siapakah orang ini, yang menggelapkan nasihat dengan kata-kata tanpa pengetahuan?... Di manakah kamu, ketika aku meletakkan landasan di bumi? Maklumkanlah, jika kamu telah paham. Siapa yang telah menetapkan ukurannya, jika kamu tahu? Atau siapakah yang telah membentangkan tali di atasnya. Akankah puas dengan perintah Yang Mahakuasa? Ia yang marah pada Tuhan, suruhlah ia menjawabnya.' Ayyub mendapat tugas berat sebagai hukuman atas ketersesatan akibat kehilangan pandangan tentang realitas Tuhan; ini tentu tidak berarti bahwa Ayyub memiliki suatu jenis kesalahan teoretis yang dapat dibenarkan dengan alat eksperi men. Realitas Tuhan barangkali berada di luar dari apa yang dianutnya.

Masalahnya adalah dalam penggunaan bahasa agamalah gambaran tentang realitas Tuhan mendapatkan tempatnya, meskipun, saya ulangi, ini tidak berarti berada dalam kekuasaan seseorang yang mengatakannya. Jika hal ini demikian, maka Tuhan tidak akan lagi memiliki realitas.

membedakan antara yang manis dengan yang tidak manis. Mudah untuk mengidentifikasi yang riil dengan ukuran bisa diindera atau tidaknya. Namun tidak demikian dengan riil dan tidak riil yang tak bisa diindera, sebab ia sulit ditemukan dengan cara yang dapat membedakan yang riil dari yang tidak riil dalam bahasa. Maka, jika kita ingin memahami arti konsep-konsep ini, maka kita harus meneliti penggunaannya di dalam bahasa.

eksperimen hanya dapat dikhususkan di dalam batasan kriteria yang telah mengenal jenis aktivitas ilmiah tempat metode iti diterapkan. Jika si buta huruf yang ilmiah diminta menggambar. kan hasil sebuah eksperimen yang ia amati di laboratorium fisika yang maju, maka ia tentu tidak dapat melakukan hal itu melalui istilah-istilah yang relevan dengan hipotesis yang sedang diuji. Padahal hanya dengan istilah itulah sebenarnya yang dibangun melalui metode eksperimen yang diterapkannya. Dan ini pada gilirannya hanya dapat dimengerti oleh seseorang bicara tentang kita pantas ber'hasil eksperimen'. seperti itu. Jelaslah bahwa ekspresi seperti 'penghubung yang benar' dan 'realitas yang independen' pada kalimat sebelumnya, dengan sendirinya mustahil dijelaskan dengan merujuk pada alam wacana ilmiah. Jika dipaksakan maka hal ini akan menimbulkan banyak persoalan. Dengan merujuk pada apa yang menetapkan alam wacana, maka kita bisa mempertanyakan bagaimana penggunaan ungkapan-ungkapan itu harus dijelaskan. Dalam hal ini, jelas- jelas Evans-Pritchard tidak menjawab persoalan itu. Dari apa yang saya katakan, muncul dua persoalan: Pertama, adalah bermasalah jika menganggap sistem magi primitif, seperti

yang dimiliki suku Azande, adalah alam wacana koheren seperti sains. Harus diperhatikan batasan-batasan untuk menentukan konsep realitas yang dapat dimengerti dan cara-cara yang jelas untuk membedakan mana kepercayaan yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan realitas ini! Harus diungkapkan di sini bahwa sebuah jawaban tegas persoalan pertama ini tidak akan membuat saya meng- anggap rasional semua kepercayaan yang tertulis dalam konsep- konsep magis atau dalam semua prosedur yang dipraktikkan atas nama kepercayaan semacam itu. Tak ada dalil yang kuat untuk mempertahankan bahwa semua prosedur yang 'dijustifikasi' atas nama sains adalah kebal dari kritisisme rasional. Pernyataan dari Collingwood tampaknya tepat untuk mengambarkan hal ini: untuk Orang-orang beradab tidak lebih terbebas dari kebodohan diban- dingkan orang yang tak beradab. Keduanya sama-sama bisa terperosok pada kesalahan berpikir mereka sendiri, atau dikuasai oleh pribadi-pribadi superior yang mereka anggap dapat melakukan apa yang sebenarnya tidak dapat dilakukan. Tetapi kesalahan ini bukanlah esensi dari magi.

sendiri. Ini harus dipahami secara agak berbeda. Evans-Pritchard sendiri menyinggung perbedaan itu dalam bagian berikut ini:

Ketika seorang Zande berbicara tentang ilmu sihir, ia tidak mem bicarakan tentangnya seperti kita berbicara tentang ilmu sihir vang menakutkan dari sejarah kita sendiri. Ilmu sihir bagi orang Zande merupakan kejadian biasa dan mereka jarang melewatkan satu hari tanpa menyinggungnya... Bagi kita, ilmu sihir adalah sesuatu yang membayangi dan memuakkan para leluhur kita yang caya. Tetapi orang Zande selalu berharap bisa bersama ilmu sihir setiap waktu, siang dan malam. Sementara kita takut ketika ilmu sihir menampakkan dirinya, mereka malah khawatir jika satu hari lewat dari kontak dengan ilmu kita ilmu sihir adalah tak masuk akal. Kita memberinya kosakata "ajaib". Bagi orang Azande, tak ada yang ajaib tentang hal itu.

mudah perberikan contoh yang jelas, Anda tidak dapat memahami apa itu Black Mass, kecuali jika Anda akrab dengan ritus Misa, dan karena itu dengan seluruh kompleks ide-ide keagamaan di mana Misa itu mendapatkan artinya. Begitu juga Anda tidak dapat memahami hubungan antara semua ini tanpa memperhatikan catatan fakta bahwa praktik Black ini ditolak karena dianggap irasional (dalam arti yang sesuai dengan agama) dalam sistem

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun