Mohon tunggu...
Operariorum
Operariorum Mohon Tunggu... Buruh - Marhaenism

Operariorum Marhaenism, merupakan Tulisan-tulisan mengenai ditindasnya orang Minoritas didalam realitas dan pola-pola diskriminasi yang dilakukan oleh pemilik otoriter, korporat dan kapitalissecara semenang-menang dan tidak adanya keadilan bagi kaum maniver mikro.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apriori Politik

28 Februari 2021   08:05 Diperbarui: 28 Februari 2021   08:11 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

geneologi dimaksudkan untuk mengganggu, menggoyahkan dan mengkritisi permainan pengetahuan yang meng- hibur (consolation). Geneologi dimaksudkan untuk 'menghancur- leburkan subjek yang mencari pengetahuan dalam kehendak pengetahuan yang tiada berakhir (Abadi)', yang mengasingkan kita dari keanekaragaman kehidupan manusia. Singkatnya, genealogi akan merisaukan dan mencemaskan kita yang meyakini adanya kesatuan pengetahuan yang bersumber pada satu pengetahuan yang muncul dalam praktik diskursif kita. Genealogi lebih suka menyebarkan makna-makna parodi, menggelikan, berulang-ulang, dan contoh-contoh strategis untuk mendorong "permainan" ketidakharmonisan antara diri (self) dengan identitas sosial yang diproduksi oleh wacana kita: Genealogi akan membangkitkan "multiplikasi" kemungkinan diri (self) yang akan menyingkapkan apa yang diberangus, dimarjinalkan, dibatalkan dan ditundukkan oleh produk kebenaran diri kita. Inilah yang menjadi karakter pemikiran modern dan reaksi pemikir ekspresivis terhadapnya. Sebagaimana dikemukakan Dreyfus, ada sejumlah persamaan antara genealogi dengan teori interpretif ekspresivis: Pertama, keduanya mempersoalkan konsepsi tentang subjek. Bagi keduanya, ide tentang Subjek yang serba mengetahui

Pengikut ekspresivis dan genealogis setuju bahwa gambaran tentang diri (self), akal (reason), kebenaran (truth), hubungan

antara diri dengan masyarakat dan kemungkinan kehidupan sosial, sebagian besar adalah interpretasi-interpretasi yang tertanam di kedalaman praktik sosial. Jika demikian, lalu mereka bisa berbeda pendapat? Di mana sebenarnya letak ketidak- sepakatan itu? Satu ketidaksepakatan yang utama terletak dalam pandangan masing-masing tentang makna interpretasi. Bagi ekspresivisme, pada dasarnya manusia berkarakter menafsirkan diri. Banyak manusia menafsir berarti banyak kemungkinan makna yang terartikulasikan. Tetapi, keliru jika mempertanyakan "mana dari makna-makna itu yang paling benar?" Tidak ada satu pun dari makna itu yang paling benar. Semua makna hanya bisa dinilai dalam ukuran "lebih baik" atau "lebih buruk" dibanding yang lain. Sehingga, orang dengan refleksinya bisa menentukan apakah sifat itu merupakan tipe eksistensi atau bukan. Hasil penentuan ini kemudian akan dipikirkan secara reflektif pula. Maka, Foucault melihat bahwa hakikat puncak (ultimate) dari setiap interpretasi bersifat relatif yang mewacana melalui istilah yang berbeda-beda.

adalah bahasa alam itu sendiri. Teori interpretif menegaskan bahwa bahasa hukum sebab-akibat dengan variabel yang dapat diperhitungkan bukanlah bahasa yang paling sesuai untuk men- jelaskan tindakan manusia. Karena itu, teori interpretatif : lak bahasa sains. Bahkan, aliran ekspresivis menegaskan bahwa bahasa-lah yang mewujudkan pemahaman diri partisipan ter- hadap sebuah jalan hidup. Dengan demikian, metode yang sesuai dengan studi ilmu sosial dan kehidupan politik adalah metode memiliki akses ke dalam kosakata itu. Konsekuensinya, meno- yang ilmu sosial niscaya harus dikaji dengan ilmu hermeneutik atau interpretif.

adalah bahasa alam itu sendiri. Teori interpretif menegaskan bahwa bahasa hukum sebab-akibat dengan variabel yang dapat diperhitungkan bukanlah bahasa yang paling sesuai untuk men- jelaskan tindakan manusia. Karena itu, teori interpretatif meno- lak bahasa sains. Bahkan, aliran ekspresivis menegaskan bahwa bahasa-lah yang mewujudkan pemahaman diri partisipan ter- hadap sebuah jalan hidup. Dengan demikian, metode yang sesuai dengan studi ilmu sosial dan kehidupan politik adalah metode yang memiliki akses ke dalam kosakata itu. Konsekuensinya, ilmu sosial niscaya harus dikaji dengan ilmu hermeneutik atau interpretif. Sebenarnya, mereka berusaha melegitimasi studi politik berpendekatan interpretif dengan menggunakan sebuah metanaratif yang berlaku dalam ilmu sosial seperti apa yang telah dilakukan filsafat (dan gagal) terhadap ilmu sosial. Tetapi, karena bahasa sains bukanlah bahasa sebenarnya tentang alam, maka bahasa dan pemahaman diri si pelaku politik bukanlah bahasa politik sejati atau fondasional: "Objek tidaklah tergambarkan secara "lebih objektif" dalam sebuah kosakata sains dibanding- kan yang lain. Kosakata lebih berkisar pada makna berguna atau tidak berguna, baik atau buruk, membantu atau menyesatkan,

sensitif atau kasar, dan lain-lain; tetapi bukan kosakata "lebih objektif" atau "kurang objektif", dan bukan pula "kurang ilmiah" atau "lebih ilmiah". bangunkan oleh wacana kuasa-pengetahuan. Alternatif semacam itu hanya memberi sedikit harapan pada tindakan moral. Foucault menyatakannya dengan cara berikut ini: Umat manusia tidak bergerak perlahan dari pertarungan satu ke pertarungan lainnya hingga akhirnya sampai pada pembalasan secara universal di mana kaidah hukum pada akhirnya menggantikan peperangan. Umat manusia telah sekian lama mengakarkan setiap kekerasannya pada satu sistem kaidah dan bergerak dari dominasi ke dominasi yang lain. Dalam dirinya, peraturan adalah sesuatu yang kosong namun keras dan tidak final. Peraturan lebih bersifat impersonal dan hanya terikat pada suatu tujuan. Keberhasilan sejarah menjadi milik mereka yang dapat menggunakan kaidah-kaidah ini...

Kedua, alternatif ini digunakan untuk menekankan 'makna mortal dari ilmu sosial dan perannya dalam memperluas dan memperdalam pengertian kita tentang komunitas dan kemungkinan dari komunitas.' Rorty mengklaim alternatif yang kedua ini sebagai sebuah alternatif yang mendorong harapan sebagaimana pernah ditebarkan Dewey. Tetapi sebenarnya alternatif ini juga dikemukakan Taylor, Connolly, Winch, Geertz dan tentu saja Heidegger, meskipun dalam batas-batas yang tak dapat diterima oleh Rorty.

klaim pengetahuan dan kebenaran. Meskipun penganut ekspresivis menyepakati tidak adanya kebenaran tunggal dalam persoalan-persoalan ini, namun kita harus percaya bahwa kita dapat memiliki jawaban sementara. Ini bisa berupa sejumlah pengetahuan tertentu tentang apa yang mengkonstitusi komunitas untuk menjadi lebih baik dan buruk, atau sebuah konsensus yang lebih asli dan konsensus yang kurang dipaksakan. Apalagi, jika kemapanan sebuah komunitas moral, sebagaimana dinyatakan di dan di mana-mana oleh Rorty, menjadi salah satu perhatian utama ilmu sosial. Jika kita dapat menerima arti penting pemahaman diri si pelaku dalam masalah moralitas, sebagaimana yang juga diklaim oleh Rorty dalam esai ini, maka tampaklah bahwa dalam keterangan Rorty sendiri ilmu sosial dalam suatu makna bisa bersifat interpretif (yakni hermeneutik). Karena alasan inilah, pada akhirnya apa yang dikatakan Rorty menyerupai keterangan ekspresivisme. sini

Pada akhirnya, arah pada argumen yang dikemukakan Taylor, bahwa gambaran Foucault tentang genealogi masih terbuka untuk diperdebatkan Hal ini mungkin, sebab ia tidak sepenuhnya membicarakan masalah ada atau tidak pernah adanya praktik serta disiplin diskursif tempat para pelaku politik bertindak secara otonom dalam mendukung apa yang diberitakan oleh gagasan kebenaran dan kebebasan. Ini jelas-jelas serupa dengan gagasan yang diartikulasikan oleh teori interpretif. Sebagai alternatifnya, masih ada kemungkinan, sebagaimana ditegaskan oleh Connolly, untuk memperlakukan karya Foucault secara ganda, suatu hal lain yang tidak akan hilang, yang tidak dapat sepenuhnya terkurung dalam interpretasi. Orang dapat meringkas perdebatan di kalangan "ekspresi- visme", "genealogi" dan "pragmatisme" ini melalui cara sebagai berikut. Para pendukung masing-masing perspektif setuju bahwa konsep pengetahuan sebagai representasi realitas objektif dan konsep positivisme tentang kebenaran, rasionalitas, metode dan ilmu sosial jelas-jelas keliru. Apalagi, masing-masing setuju bahwa kehidupan politik dan sosial manusia sebagian besar merupakan interpretasi kemungkinan diri (self), masyarakat dan yang lain, dan hubungan di antara ketiganya. Tetapi masing-masing dari mereka menarik kesimpulan berbeda.

lain, yang dan hubungan di antara ketiganya. Tetapi masing-masing dari interpretasi kemungkinan diri (self), masyarakat dan y mereka menarik kesimpulan berbeda. Pertama, aliran ekspresivis menegaskan bahwa kita dapat mengharapkan adanya pengetahuan kehidupan sosial yang memiliki kebenaran tertentu dan dapat mendukung kemungkinan sebuah komunitas moral. Kedua, aliran pragmatis setuju menekankan harapan pada kemungkinan komunitas moral, tetapi kurang optimis perihal seberapa banyak pengetahuan yang dapat kita harapkan. Ketiga, aliran genealogis menegaskan bahwa kita tidak dapat mengharapkan kebenaran atau harapan, sebab menurut mereka setiap kebenaran atau harapan yang muncul dari situasi kontemporer tertentu mustahil identik dengan apa yang diinginkan oleh para pendukungnya. Dan hal ini bisa jadi lebih berbahaya dari yang mereka kenal.

tindakan. Karena partisipan dalam dialog tersebut sedang coba meyakinkan (sebagai lawan dari memanipulasi atau memaksa) pihak-pihak lain, maka masing-masing akan me- nawarkan alasan, bukti, argumen, seputar mengapa kesimpulannya atau posisinya menjadi sesuatu yang harus dipertimbangkan. Hasil ideal yang diharapkannya adalah sebuah konsensus di mereka terlibat di dalam dialog. antara Tetapi di sini integrasi dengan pihak lain ke dalam sebuah komu- nitas rasional, sesuatu yang merupakan bentuk-bentuk identifikasi tanpa paksaan demi kebaikan bersama, tetap merupakan tujuan utama. Inilah model dialog, model tindakan komunikatif, yang mendorong karya Taylor dan Habermas. Di sini politik persesuaian (konformitas) diutamakan. Namun lain lagi dengan hal-hal yang ada di balik model dialog tentu, kedua. Dialog kedua ini tidak bertujuan mencapai yang sebuah konsensus rasional. Karena mengakui bahwa wacananya mungkin tidak lengkap atau terbuka terhadap tantangan, makan masing-masing partisipan akan mencari-cari melakukan penentangan terhadap pihak lain sebagai tantangan wacananya sendiri, jalan hidup sendiri, perspektif teoretisnya untuk menutup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun