Mohon tunggu...
Operariorum
Operariorum Mohon Tunggu... Buruh - Marhaenism

Operariorum Marhaenism, merupakan Tulisan-tulisan mengenai ditindasnya orang Minoritas didalam realitas dan pola-pola diskriminasi yang dilakukan oleh pemilik otoriter, korporat dan kapitalissecara semenang-menang dan tidak adanya keadilan bagi kaum maniver mikro.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kongnisi Pidana dalam Legitimasi

27 Februari 2021   12:58 Diperbarui: 27 Februari 2021   13:00 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

A membeli karcis kereta api ke Amsterdam,untuk membunuh B di kota tersebut. Pembelian karcis masih berada jauh di luar lingkungan kejahatan yang direncanakan (pembunuhan berencana), tetapi jelas ada hubungan dengan niat jahat dari A.

Baik ajaran objektif maupun subjektif telah dikembangkan lebih laniut oleh para penulis untuk mendapatkan kriteria yang lebih konkret yang dapat digunakan dalam praktik. Dampak apakah sesungguhnya yang ditimbulkan oleh kedua ajaran terhadap fungsi hukum pidana? Dipandang dari satu sudut dari Pasal 1 KUHP bahwa orang harus dilindungi terhadap kesewenang-wenangan negara melalui peringatan yang dirumuskan secermat mungkin sebelumnya oleh pembuat undang-undang (fungsi melindungi), yang akhirnya pilihan jatuh pada ajaran objektif.

Bukankah ajaran ini menuju ke penafsiran terbatas (restriktif) yang selaras dengan jiwa asas legalitas yang berfungsi melindungi individu? Ini mengenai hubungan erat antara bunyi undang-undang di satu pihak dan pe buatan konkret di pihak lain. Dipandang dari segi lain, Pasal 1 KUHP lebih menekankan pada kewenangan negara untuk bertindak represif terhadap perbuatan melawan hukum (fungsi instrumental) sehingga membatasi kebebasan orang. Dengan demikian, ajaran subjektiflah yang diutamakan. Pendekatan ini adalah hasil dari pertimbangan politik kriminal yang bertujuan untuk menekan secara maksimal maksud-maksud jahat yang terarah ke dalam wilayah undang-undang pidana.

Sudah dengan sendirinya seorang pembela/penasihat hukum akan memilih cara pendekatan yang pertama, sedangkan penuntut umum lebih menyukai pendekatan yang ke-dua. Sementara itu, kedua ajaran tersebut mempunyai batas-batas. Terhadap ajaran subjektif dapat dikemukakan bahwa penekanan yang terlampau berat terhadap niat mengandung bahaya akan memasuki apa yang dinamakan gesinnungsstrafrecht, yang menganggap niat semata-mata sudah dapat dipidana.

Keberatan terhadap ajaran objektif adalah bahwa hanya dapat ditentukan apakah suatu perbuatan termasuk dalam rumusan delik kalau rumusan itu sendir merumuskan perbuatan secara tajam. Pada umumnya, hal ini terdapat pada delik-delik yang dirumuskan secara formal (delik-delik yang melarang perbuatan tertentu). Jika perbuatan yang disebutkan secara khusus itu sudah mulai dilakukan (misalnya, "meng- ambil" pada pencurian pada Pasal 362 KUHP), dapat disimpulkan adanya permulaan pelaksanaan. Namun, akan timbul kesulitan pada delik-delik dengan rumusan materiil (delik-delik yang dilarang timbulnya akibat), misal- nya, perbuatan pembunuhan (Pasal 338 KUHP) ialah "merampas nyawa". Orang dapat dengan sengaja dan dengan segala cara yang ada dalam fantasinya melalui berbagai macam perbuatan sehingga sampai pada akibat matinya orang lain. Rumusan delik pembunuhan terpenuhi oleh semua perbuatan tadi. Sebaliknya, dapat terjadi juga bahwa seseorang yang dengan keras dan berulang-ulang memukulkan martil ke kepala orang lain, tetapi tidak menimbulkan kematian. Dalam hal ini, Pasal 338 KUHP tidak berlaku karena akibat yang dilarangnya tidak timbul.

Singkatnya, pada delik-delik materiil rumusannya kurang tegas dalam penetapan perbuatan yang dilarang sehingga tidak secara cepat dapat ditentukan apakah sudah ada permulaan pemenuhan rumusan atau tidak. Hanya rumusan delik materiil yang mensyaratkan sarana tertentu ntuk mencapai akibat merupakan kekecualian. Dalam hat ini, undang undang memberikan lebih banyak pegangan. Sebagai contoh, penipuan yang terdapat daiam Pasal 378 KUHP yang berbunyi ;

"Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendirt atau orang lain melawan hukum dengan memakai nama paisu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang karena penipuan diancam dengan pidana...."

Percobaan dan Penyertaan untuk mencapai akibat merupakan kekecualian. Dalam hal ini, undang- undang memberikan lebih banyak pegangan. Sebagai contoh, penipuan yang terdapat dalam Pasal 378 KUHP yang berbunyi: "Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang karena penipuan diancam dengan pidana

Kalau K mendatangi rumah H dan bertentangan dengan kebenaran me- ngenalkan diri sebagai pengumpul dana untuk Palang Merah, dia tanpa menghiraukan apakah H sudah akan memberikan uang-hanya karena memakai martabat palsu sudah mulai mewujudkan rumusan delik.

Jadi, pada delik yang dirumuskan secara materiil ajaran objektif menghadapi lebih banyak kesulitan. Pendapat Simons memberikan pemecahan dalam arti subjektif. Dia mengatakan:

"Ada permulaan pelaksanaan kalau pembuat melakukan perbuatan dan delik.menjadi selesai tanpa perbuatannya lebih lanjut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun