Di balik gegap gempita program sejuta rumah, tersembunyi satu realitas sederhana: rumah subsidi yang digarap oleh banyak tangan dengan rasa memiliki justru sering kali menjadi yang paling kuat dan rapi.
Di berbagai sudut Indonesia, kita menyaksikan pembangunan rumah-rumah subsidi yang sayangnya seperti dikejar target semata. Sebuah proyek dipercepat demi mengejar kuota dan dana, bukan demi kualitas dan kenyamanan. Banyak rumah yang retak sebelum ditempati, bocor sebelum hujan pertama, bahkan roboh sebelum waktunya.
Namun, lain cerita bila rumah subsidi digarap oleh komunitas atau sekelompok orang yang tidak sekadar bekerja, melainkan membangun dengan hati.
Dikerjakan Bersama, Dirasakan Bersama
Rumah yang dibangun oleh banyak orang---tukang lokal, keluarga, tetangga, atau bahkan pemiliknya sendiri---menyimpan energi kebersamaan. Ada diskusi kecil di sela pasang bata. Ada tawa saat menyusun rangka plafon. Ada kebanggaan ketika cat terakhir menempel di dinding.
Rumah seperti ini tidak hanya berdiri, tapi mengakar. Tidak hanya selesai, tapi kokoh. Karena ketika banyak orang merasa terlibat, mereka tidak akan membiarkan hasilnya buruk. Mereka sadar: ini bukan soal bangunan, ini soal martabat dan masa depan.
Lebih dari Sekadar Struktur
Secara teknis, rumah yang dikerjakan dengan teliti dan melibatkan banyak pengawasan alami akan:
Memiliki struktur yang lebih tahan lama, karena tidak ada bagian yang "asal jadi".
Dikerjakan dengan material yang diseleksi langsung, bukan yang tercecer di gudang.
Finishing lebih rapi, karena setiap detil diperhatikan, bukan diabaikan.