Mohon tunggu...
MBAH PRIYO
MBAH PRIYO Mohon Tunggu... Sketsa Hitam Putih - www.fixen.id

Seorang kakek yang telah pensiun dari hiruk pikuk dunia, banyak menulis fiksi di FIXEN. Berpengalaman sebagai Dosen, IT Professional dan International Trade Mediator. Memilih stay home setelah selamat dari serangan dari negara api pada tahun 2019, menjalanni hobi berkebun lemon, ternak ikan dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Renungan Pagi: Antara Aku, Kau, Dia dan Anakmu

9 Februari 2025   06:00 Diperbarui: 9 Februari 2025   08:48 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di atas tanah yang pernah kita sebut harapan,
Aku berdiri di antara jejak-jejak yang kau tinggalkan.
Langkahmu panjang, suaramu lembut,
Tapi warisanmu, oh, betapa beratnya memikul beban itu.

Dulu kau datang dengan senyum sederhana,
Menebar janji seperti petani menabur benih di ladang subur.
Lalu tumbuh hutang, menjalar seperti akar pohon tua,
Mengikat generasi yang bahkan belum sempat berbicara.

Jalan tol terbentang, tapi jalan pulang terasa jauh,
Bendungan berdiri, tapi air mata rakyat tetap mengalir.
Kau menanam gedung, memancang jembatan,
Tapi di bawahnya, bumi tetap menangis dalam sunyi.

Lalu datang dia,
Dengan dada membusung dan mata menyala,
Pedangnya bukan dari baja,
Tapi dari tekad yang tak sudi tunduk.

Ia berdiri di atas puing-puing peradaban yang kau tinggalkan,
Menimbang, mengukur, lalu merapikan.
Tangannya tegas, tak ragu menghapus yang timpang,
Tak takut melawan badai,
Tak gentar menerjang ombak.

Satu demi satu benang kusut kau wariskan,
Satu demi satu ia uraikan.
Di tangannya, hutang bukan sekadar angka,
Tapi janji yang harus ditepati.

Namun, lihatlah anakmu di sudut sana,
Duduk diam di antara kursi-kursi istana.
Tertawa kecil di balik layar,
Menyapa sekenanya, menjawab seadanya.

Apakah kau kira ia telah siap?
Atau kau hanya meninggalkan jejak untuk ia tapaki,
Tanpa bekal selain namamu sendiri?

Aku berdiri di antara kau, dia, dan anakmu,
Menyaksikan sejarah menulis namanya dengan tinta berbeda.
Kau menggores masa lalu dengan pelan,
Dia menatah masa kini dengan keras,
Dan anakmu? Entahlah,
Mungkin hanya bayangan yang ikut bergerak tanpa suara.

Tapi negeri ini, oh, ia tetap berjalan,
Seperti sungai yang tak peduli siapa yang memandunya ke laut.
Dan aku? Aku hanya ingin bertanya,
Di antara  kau, dia dan anakmu,
Siapa yang akhirnya akan dikenang oleh waktu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun