Mohon tunggu...
koko anjar
koko anjar Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang penikmat senja dengan segala romantikanya. Menyukai kopi dan pagi sebagai sumber inspirasi dan dapat ditemui di Hitsbanget.com.

Seorang penikmat senja dengan segala romantikanya. Menyukai kopi dan pagi sebagai sumber inspirasi dan dapat ditemui di Hitsbanget.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perempuan, Pertengkaran Klasik Sampai Akhir Zaman

19 Oktober 2017   22:22 Diperbarui: 20 Oktober 2017   02:43 2103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mertua vs menantu via http://www.konsultanrumahtangga.net

Entah kenapa sejak dari jaman dahulu kebanyakan perempuan akan salah tingkah ketika pertama kali dikenalkan ke orang tua calon suaminya. Padahal beberapa di antara mereka berpendidikan tinggi serta berada di strata sosial yang baik. Agak aneh memang, namun begitulah adanya. Mungkin dalam pikiran mereka, kesalahan berbicara ataupun bersikap sedikit saja akan berakibat fatal bagi kelanjutan kisah asmaranya. Karena ingin terlihat sesempurna mungkin itulah yang justru kemudian membuat mereka tampak kikuk dan tidak menjadi diri sendiri.

Lain lagi bagi seorang laki-laki. Tuntutan seorang laki-laki yang hendak meminang seorang gadis untuk dijadikan istri adalah minimal dia sudah memiliki pekerjaan yang layak utuk menghidupi kelarganya nanti. Aspek lain seperti penampilan dan cara bersikap mungkin hanya akan jadi faktor pendukung, bukan faktor penentu. Oleh karena itu, kebanyakan laki-laki tetap menjadi dirinya sendiri ketika untuk pertama kalinya dikenalkan ke keluarga perempuan. Modal punya pekerjaan saja sudah cukup untuk membuat mereka percaya diri.

Setelah menikah, tidak semua pasangan langsung memiliki rumah sendiri. Beberapa diantaranya masih ikut bergabung dengan rumah orang tuanya. Ada yang ikut numpang di rumah orang tua suami, ada pula yang numpang di rumah orang tua istri. Memang bagi mereka yang belum punya rumah pribadi, masih bisa ngontrak rumah ataupun tinggal di kostan agar lebih mandiri. Tapi apa iya orang tua akan merelakan begitu saja anaknya untuk berumah tangga di kontrakan? Sayangnya tidak.

Dengan segudang alasan mereka sebisa mungkin akan menahan kamu yang baru menikah untuk tetap tinggal satu atap dengan mereka. Alasannya macam-macam, mulai dari biar hemat lah, rumah sudah ada lah, lebih dekat ke tempat kerja sampai alasan karena kalian belum cukup dipercaya untuk hidup sendiri. Haduh...kalau seperti itu ngapain dinikahin pak, buk?

Ketika pihak laki-laki ikut ke mertua (orang tua istri), biasanya sih mereka datang tanpa beban. Walaupun tidak punya bekal ilmu kelistrikan, pertukangan, ataupun permesinan, setidaknya dengan mampu memenuhi keperluan sehari-hari saja itu sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa dia orang yang bertanggung jawab. Hampir tidak ada rasa sungkan atau risih dalam melakukan rutinitas sehari-hari. Misalnya saja kebiasaan bangun siang saat weekend. Pasti mertua cuma akan bilang "oh dia lagi kecapean, minggu ini di kantornya lagi banyak lemburan".

Namun hal sebaliknya justru menimpa pihak perempuan. Ketika menikah lalu ikut tinggal di rumah orang tua suami, maka sudah pasti hidupnya akan berubah total 270 derajat. Dia harus tampil sebaik mungkin kalau tidak mau dicap jelek di mata mertua dan tetangganya. Sudah menjadi keharusan kalau dia harus mampu menguasai seluruh bidang ilmu pengetahuan. Mulai dari cara memasak, menyapu, mencuci baju, menyetrika sampai berbelanja. Pokoknya semua ilmu pengetahuan yang kita pelajari saat menempuh wajib militer belajar dulu harus dikuasai. Tidak peduli tingkat pendidikanmu setinggi apapun, kalau cara menakar kopi tubruk yang pas buat mertua kamu saja tidak bisa, maka hampir dipastikan kalau kamu akan dicap istri yang tidak pintar.

Buat mereka yang berkarir bebannya semakin bertambah. Sudah capek dikantor, dirumah masih harus dituntut dengan pekerjaan rumah yang jangankan untuk mengerjakannya, membayangkannya saja sudah bikin lelah. Yah, kalaupun kamu ingin cuek-cuekan sih bisa saja, asal jangan baper kalau dikatain menantu pemalas sama mertua kamu. Ingat, bias antara lelah dan malas itu sangatlah tipis di mata beliau. 

Saat sudah punya anak potensi konflik dengan mertua jauh lebih besar lagi. Mertua ingin menerapkan pengalamannya dahulu kala merawat anak yang kini jadi suaminya itu. Sedangkan si menantu yang notabene seorang generasi millenial ingin mencoba menerapkan berbagai ilmu parenting yang dipelajarinya dari kampus google dan grup whats app emak-emak kekinan. Beberapa memang cocok, tapi kebanyakan bertentangan. Kalau sudah begitu, maka "ngrasani" dan berkeluh kesah lewat grup whats app tadi menjadi solusinya.

Kenapa tidak berbagi dengan suami? sebab jawaban mereka pasti cuma singkat "ya udah, yang sabar yaa...ibuk orangnya memang seperti itu.."Kalimat singkat yang membuat si perempuan mendadak pingin misuh tapi kemudian membatalkannya karena takut dosa dan dilaknat malaikat.

Sebagian mertua perempuan memang masih sedikit demokratis dalam memperlakukan menantunya ini. Mereka memang banyak memberi masukan, tetapi kalau ditolak ya tidak apa-apa. Tapi tidak sedikit juga yang cenderung menggunakan cara kediktatoran. A ya harus A. B ya harus B. Tipe mertua seperti iniah yang kemudian memicu konflik berkepanjangan yang mungkin hanya Tuhan saja yang tahu kapan itu bisa diselesaikan.

Pada dasarnya perempuan itu selalu ingin didengar. Mungkin itu sudah kodrat dari sononya sehingga membuat perempuan, terutama yang sudah jadi ibu (apalagi nenek)menjadi cerewet. Berawal dari kodrat itulah, maka saya sarankan kepada emak-emak kekinian yang merasadirecokin mertua perempuannya itu untuk menjadi pendengar yang baik. Apapun yang beliau katakan dengarkan saja, jangan disanggah apalagi ditolak. Lalu kalau kalian tidak bisa menjalankan apa yang beliau mau, bilang saja sudah dicoba tapi tidak bisa. Setidaknya kamu sudah mencobanya. Kamu sebaiknya juga jangan terlalu baper. Anggap saja ini bagian dari pahit manis dunia rumah tangga. Kalau manis terus nanti bisa diabetes, kalau pahit? ya gak enak to...kopi aja masih butuh gula biar ada manis-nya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun