Mohon tunggu...
Prita Lestari
Prita Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nurse Education

Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Edukasi Bahaya Stunting kepada Calon Pengantin (Catin)

21 April 2022   21:25 Diperbarui: 21 April 2022   21:42 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kesehatan gizi kronis yang terjadi pada balita merupakan permasalahan malnutrisi yang sering dikenal dengan istilah stunting. Permasalahan ini terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah lahir, akan tetapi kondisi ini akan terlihat sejak bayi berusia 2 tahun (TNP2K, 2017). Stunting adalah kondisi dimana balita mengalami panjang atau tinggi badannya yang kurang jika dibandingkan dengan umur. 

Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif di masa yang akan datang (Kemenkes RI, 2018).

Prevalensi di dunia yang mengalami stunting pada tahun 2017 yaitu sebesar 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita. Lebih dari setengah angka stunting di dunia berasal dari Asia sebesar 55%, sepertiganya dari Afrika sebesar 39% (Candra, 2020). 

Negara Indonesia terdapat tiga provinsi dengan stunting tertinggi yaitu provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 43,82%, Sulawesi Barat sebesar 40,38%, dan Nusa Tenggara Barat 37,85%. Sedangkan provinsi dengan pravelensi terendah yaitu provinsi Bali sebesar14,42%, Kepulauan Riau sebesar16,82%, dan Bangka Belitung sebesar 19,93% (Kementerian Kesehatan RI, 2019).

Berdasarkan prevalensi stunting di Indonesia dapat diketahui bahwa permasalahan stunting perlu di cegah sejak dini karena pada masa janin sampai anak usia dua tahun terjadi proses tumbuh kembang yang cepat. Dampak yang sering terjadi yaitu risiko kekurangan gizi yang menyebabkan terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. 

Dampak dari kekurangan gizi panjang juga dapat menyebabkan menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi dalam belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan berisiko tinggi munculnya penyakit degeneratif (Simanjuntak & Wahyudi, 2021).

Stunting disebabkan sebagai risiko malnutrisi jangka panjang diawali dari masa prakonsepsi hingga 1000 HPK. Faktor yang terjadi pada stunting biasanya yaitu faktor genetik dari orang tua, status ekonomi disebabkan kemampuan keluarga dalam membeli makanan yang baik juga rendah sehingga kualitas dan kuantitas makanan tidak terpenuhi. 

Jarak kelahiran juga mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anaknya cenderung kurang optimal dalam merawat anak sehingga nutrisi anak tidak mencukupi. 

Riwayat BBLR menandakan janin mengalami malnutrisi didalam kandungan dan anemia pada ibu juga saat hamil mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan malnutrisi pada janin. Defisiensi zat gizi menjadi asupan gizi makro yang paling mempengaruhi kejadian stunting (Candra, 2020).

Starategi dalam penurunan prevalensi stunting yaitu pendekatan keluarga melalui pendampingan keluarga berisiko stunting untuk mencapai target sasaran yaitu calon pengantin/catin, pasangan usia subur, ibu hamil dan menyusui sampai dengan pasca salin, dan anak 0-59 bulan. 

Dalam pelaksanaan pencegahan stunting diperlukan kolaborasi tenaga kesehatan berupa bidan, tim penggerak pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga serta kader keluarga berencana untuk melaksanakan pendampingan keluarga berisiko stunting. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun