Mohon tunggu...
Priscila DianS
Priscila DianS Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ

Seseorang yang tak pandai merangkai kata, dan memiliki kemauan yang tak terbata.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dramaturgi Pendidik Dalam Pembelajaran Jarak Jauh

15 November 2020   04:40 Diperbarui: 15 November 2020   05:12 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Situasi secara mendadak merubah tatanan sosial yang telah berjalan seperti biasanya. Kedatangan virus corona, yang beredar di negeri tirai bambu pada akhir tahun 2019 silam, kini menjadi sebuah polemik global. Pembahasan mengenai virus tersebut setiap hari semakin hangat dibicarakan, kian menjadikannya sebuah jawaban atas keadaan yang terjadi pada saat ini. Virus corona sangat mempengaruhi kegiatan-kegiatan yang telah ada sebelumnya. Bagaikan benteng, kini virus corona menjadikan hampir seluruh kegiatan individu hanya berkutik di dalam persembunyiannya saja. Situasi tersebut dikarenakan, perbincangan mengenai penyebaran virus corona ini yang tergolong cepat dan tidak melihat batasan usia. Penyebaran virus tersebut terjadi melalui cairan atau droplet manusia, baik saat berbicara, bersin ataupun batuk. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan oleh pihak medis nasional maupun internasional, lembaga tersebut menyatakan bahwa virus ini tergolong berbahaya, selain penyebarannya yang cepat virus ini membuktikan banyaknya pasien positif covid-19 yang telah tutup usia. Maka dari itu, untuk mengurangi atau bahkan meluputkan penyebaran virus corona tersebut, pemerintah mengambil tindakan nyata dengan peralihan, yang mana seluruh kegiatan-kegiatan yang bersinggungan dengan dunia sosial, kini berubah menjadi WFH (Work From Home) bagi pekerja dan sekolah online bagi yang mengenyam pendidikan, kegiatan itu terhitung sejak pertengahan bulan maret silam.

Putusan yang telah pemerintah instruksikan, memiliki sisi positif dan negatifnya, serta memiliki dampak bagi seluruh sektor kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan juga pendidikan. Di dalam dunia pendidikan sendiri, telah merubah sistem pembelajarannya, bermula offline kini menjadi online pada masa pandemi ini, karena memang pada kegiatan belajar-mengajar, dibutuhkannya interaksi timbal balik antara pendidik dengan peserta didiknya. Cukup menarik untuk dibahas dan dikaji. Realita yang sudah menjadi konsumsi publik ialah banyaknya keluhan-keluhan disetiap harinya karena perubahan kegiatan belajar-mengajar yang cukup awam bagi dunia pendidikan Indonesia. Kegiatan pembelajaran daring atau berbasis internet, yang menggunakan berbagai media platform ini, kerap kali menjadi kesulitan bagi peserta didik dan juga tenaga pendidiknya. Di Indonesia sendiri, kegiatan belajar daring ini, tergolong baru diterapkan, melihat keadaan-keadaan sebelumnya yang selalu dilakukan secara tatap muka, kini seluruh aktor yang berkecimpung dan menjalankan kegiatan tersebut dituntut untuk beralih kultur dalam pembelajaran demi keselamatan seluruh individu dalam masa pandemi ini.

Aktor-aktor yang berperan dalam dunia pendidikan, seperti tenaga pendidik seperti guru, dosen serta peserta didik, tetap harus menjalankan peran, dengan bagaimanapun caranya untuk tetap menjalankan kegiatan pembelajaran secara daring. Pada posisi seperti sekarang ini, tenaga pendidik baik guru maupun dosen dituntut untuk mampu menjalankan perannya sebagai pendidik. Guru dan Dosen tetap harus mengajarkan dan mentransfer ilmu kepada peserta didiknya. Berdasarkan kewajiban yang dimiliki oleh seorang pendidik, maka pendidik harus memahami atau bahkan menguasai teknologi, internet, platform yang akan digunakan dan seluruh komponen dalam melakukan kegiatan pembelajaran, sehingga kegiatan pembelajaran jarak jauh, akan tetap terlaksana. Meski atas realita yang terjadi, banyak sekali pendidik yang katakanlah sudah tua dan sulit untuk beradaptasi dengan peralihan kultur pembelajaran ini, tetapi dengan berbagai cara dilakukannya agar kegiatan belajar-mengajar tetap terlaksana.
Mengenai pembelajaran jarak jauh ini, banyak sekali masyarakat yang hanya melihat dari sisi peserta didiknya saja, tidak mempungkiri permasalahan yang diperoleh oleh tenaga pendidik, dimana pada situasi seperti sekarang ini menuntut para pendidik harus melek teknologi. Di media sosial, ramai perbincangan atas sistem pembelajaran jarak jauh yang sangat merugikan atau bahkan menguras tenaga peserta didik dibandingkan dengan pembelajaran secara tatap muka. Peserta didik mengeluh akan tugas yang tiap hari kian menumpuk karena hampir seluruh pelajaran memiliki tugas tersendiri dan pengumpulannya terkadang tidak sesuai dengan tugas yang diberikan, belum lagi lain halnya dengan kesehatan tubuh karena faktor dari pola tidur yang berubah karena harus melaksanakan perannya sebagai peserta didik, padahal secara tidak langsung keluhan tersebut juga diperoleh aktor lain, yaitu pendidik. Dampak yang diperoleh atas kebijakan tersebut sesungguhnya tidak dapat menyalahkan satu pihak ataupun dengan pihak yang lain, karena memang seluruh aktor memiliki kewajiban-kewajiban yang berbeda.

Berdasarkan pemikiran Erving Goffman yang merupakan tokoh mazhab interaksionalisme simbolik dan juga seorang professor sosiologi di Universitas Barkeley, Goffman membahas mengenai dramaturgi pada karyanya dengan judul The Presentation of Self in Everyday Life. Pemikiran awal Goffman akan dramatugi ini berasal dari Burke yang merupakan tokoh teoritis dan filosofis yang mengenalkan istilah dramatisme. Dramatisme ini digunakan untuk mengetahui motif dari segala tindakan yang dilakukan oleh individu. Menurut Burke, hidup bukan seperti drama, tetapi hidup itu sendiri adalah drama. Kemudian, Goffman mendalami pemikiran Burke dan menyimpulkan pemikirannya akan dramatugi yang dibagi menjadi dua konsep besar, yaitu front stage dan back stage. Front stage atau panggung depan merupakan bagian pertunjukan dan berfungsi mendefinisikan situasi yang terdiri dari setting, personal front, expressive equipment, appearance and manner. Pada panggung depan terlihat bahwa dalam kehidupan setiap individu akan menunjukkan sesuatu yang berbeda dari kepribadiannya, pada konsep inilah aktor harus memainkan pencitraannya sebaik mungkin demi memuaskan penonton. Citra yang dibangun oleh sang aktorpun pasti memiliki tindakan sosial atau adanya motif dan tujuan di dalamnya. Sedangkan, back stage atau panggung belakang, yang merupakan tempat untuk individu mempersiapkan diri atas penampilannya di panggung depan atau katakanlah wilayah tanpa adanya orang lain selain diri sendiri. Pada panggung belakang, aktor akan menjalankan karakter aslinya dan menjalankan scenario yang sesunguhnya. Berlandaskan teori dramaturgi Goffman, tenaga pendidik baik guru ataupun dosen menjalankan perannya sebagai aktor dalam kegiatan pembelajaran jarak jauh ini, terbagi menjadi 2, yaitu panggung depan dan panggung belakang.

Pada panggung depan, seorang guru ataupun dosen akan memperlihatkan versi terbaiknya atau citra yang sangat positif ketika melaksanakan pembelajaran secara daring. Pada proses pembelajaran, yang kebanyakan dilakukan melalui aplikasi video konferensi serupa zoom ataupun google meet, para pendidik akan selalu memperlihatkan ekspresinya dengan menyalakan kamera, selalu menunjukkan bahwa ia sebagai pendidik antusias dalam menjalankan perannya, menjalankan apa yang telah menjadi kewajibannya sebagai seorang pendidik supaya peserta didik yang menjadi penonton mendalami serta mencontoh citra sang pendidik. Dalam panggung depan, aktor selalu membutuhkan kostum sebagai penunjang penampilan, seperti halnya guru dan dosen, mereka pasti menggunakan kostum yang layak untuk ditampilkan, meskipun belajar secara daring, pendidik tetap memperlihatkan penunjang-penunjang yang sesuai saat berhadapan langsung dengan peserta didik. Adapun tindakan pada panggung depan yang dilakukan oleh guru dan dosen sebagai pendidik, ialah karena mereka memiliki motif serta tujuan dalam melakukan tindakan tersebut. Seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa para pendidik memiliki tugas pokok serta kewajiban untuk mencerdaskan generasi yang akan memimpin bangsa dikemudian hari. Selain itu, pendidik juga memberikan karakter sebaik mungkin untuk dapat diterima oleh para penontonnya seperti tindakan-tindakan yang dilakukan tersebut untuk memeroleh hubungan yang baik dengan peserta didik, sehingga materi yang dijelaskan dapat diterima baik oleh peserta didik serta proses belajar-mengajarpun terlaksana dengan kondusif. Seperti kata pepatah zaman dahulu, guru itu digugu dan ditiru, maka seorang pendidik haruslah memperlihatkan citranya yang baik di depan para peserta didiknya.  Seperti contoh, sistem pembelajaran yang tetap dilakukan secara tatap muka oleh seorang guru di daerah sumenep, Jawa Timur yang sempat viral dan mencuri apresiasi masyarakat Indonesia, dimana guru tersebut memaklumi dan sangat mempedulikan peserta didiknya yang tidak memiliki fasilitas dalam kegiatan pembelajaran jarak jauh. Sehingga guru ini, memiliki inisiatif untuk mengajarnya secara langsung dengan mendatangi ke rumah peserta didiknya dengan bergantian dan tetap mematuhi protokol kesehatan. Dan pada proses pembelajarannya pun, pendidik ini tetap memperlihatkan versi terbaik mereka di depan peserta didiknya, menyampaikan materi serta memotivasi sang peserta didik tersebut untuk terus belajar, dan tidak usah terpaku pada fasilitas elektronik layaknya televisi, handphone, maupun laptop. Karena peserta didik sendiri telah diberikan buku paket sebagai penunjang pembelajaran.

Sedangkan pada panggung belakang, para pendidik memperlihatkan karakter aslinya, dan juga sebagai tempat mempersiapkan diri untuk tampil di panggung depan. Pada posisi ini, sama halnya yang terjadi pada peserta didik yang mengeluh sistem daring ini lebih melelahkan, mengahabiskan waktu dan juga tenaga, kurang efesien bahkan berdampak bagi kesehatan tubuh, pendidik juga banyak merasakan hal yang sama. Belum lagi ditambah dengan tugas-tugas yang diberikan oleh lembaga pendidikan itu sendiri. Pada panggung belakang ini, guru dan dosen akan mempersiapkan seluruh keperluan yang akan dilakukan pada panggung depan, seperti persiapan materi, persiapan platform yang akan digunakan, dan jauh-jauh hari telah mempersiapkan bekal pengetahuan akan penggunaan teknologi yang canggih ini. Dan saat posisi ini juga, pendidik dapat mengekspresikan keinginan yang sebenarnya terjadi didalam diri, seperti rasa cape, bosan, sakit fisik, ataupun kekhawatiran.

Teori dramaturgi ini, akhirnya menekankan bahwa segala tindakan yang dilakukan individu di panggung depan, berdampak pada kesan yang diperoleh atas tindakan yang ia ciptakan untuk orang lain. (Margaret M. Poloma, 2010:248). Dengan demikian, segala situasi yang diperoleh bagi sang aktor (pendidik), tetap harus mencerminkan citra yang positif bagi para audience, sehingga kesan yang diperoleh dari orang lain terhadap aktor tersebut tetaplah positif.

Daftar Pustaka:
Poloma, Margaret M. 2010. Sosiologi Kontemporer. Yogyakarta: Rajawali Pers.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun