Pada dasarnya, sahur tak perlu hiburan. Seperti cuitan Ryan Adriandhy, industri seolah-olah telah mencitrakan bulan Ramadan sebagai bulan penyiksaan (torture) sehingga umat yang menjalankannya perlu dihibur dan dipuaskan. Industri telah banyak menghilangkan makna Ramadan sebagai "bulan sunyi" untuk beribadah. Termasuk dalam konteks sahur, kita saksikan begitu banyak tayangan di berbagai media (TV hingga Youtube) yang menyuguhkan komedi dan seru-seruan untuk hiburan bagi orang yang bersahur.
Untunglah, sudah lebih dari 10 tahun, aku tak lagi menonton televisi. Kebiasaan di keluargaku juga sejak kecil tidak hobi menyetel tayangan-tayangan dengan unsur demikian. Kalau sudah makan sahur ya mengaji hingga Subuh. Kalau lagi malas, ya bablas tidur lagi sampai azan Subuh membangunkan.Â
Paling-paling kalau pun menyebut hiburan saat sahur, itu tidak terkait dengan industri. Contohnya, di kampungku di Banyuasin, saat kecil dulu masih ada tradisi membangunkan sahur. Anak-anak akan berkeliling RT dengan membawa kentongan, lalu berteriak, "Sahur, sahur!" Beberapa anak yang nekat menyemarakkan itu dengan membawa mercon dan kembang api.
Pernah suatu kali aku ikut membawa mercon/petasan. Aku tak mengira sumbunya terlalu pendek sehingga hampir saja meledak di tanganku. Mercon itu meledak sekitar beberapa puluh centimeter dari tangan yang menyebabkan tangan kananku bengkak kemerahan.
Seiring berjalannya waktu, tradisi ini menghilang. Pertama, mercon dilarang. Kedua, ternyata mulai ada sebagian warga yang terganggu dengan bunyi kentongan seiring dengan semakin banyaknya warga pendatang. Tinggal bunyi pukulan petugas keamanan di tiang listrik saja yang terdengar membangunkan sahur.
Kini, setelah berumah tangga, aku menyadari memang waktu yang ada di bulan Ramadan alangkah sia-sianya jika diisi dengan hiburan mainstream. Segala aktivitas yang dilakukan adalah dalam ranah edukasi, dalam kebersamaan antara orang tua dan anak. Nah, apa saja yang bisa dilakukan sebagai hiburan saat waktu sahur?
1. Membacakan Buku Cerita
Aktivitas ini sering kulakukan bersama Si Kecil. Ia kini berusia 6 tahun dan kadang ikut bangun sahur. Saat menunggu makanan matang, kami akan duduk berdua, lalu membacakan buku cerita yang ia inginkan. Sebenarnya ia sudah bisa membaca tetapi karena jarangnya waktu bersama (karena pekerjaan), ia akan bermanja meminta dibacakan buku cerita baik secara fisik maupun elektronik. Dia paling suka buku-buku aktivitas yang membutuhkan bimbingan.
Hal ini juga mengingatkanku pada masa kecilku. Almarhum kakekku suka sekali bercerita mengenai dunia pewayangan. Rumah kakek lebih kampung dari kampungku. Saat aku kecil, listrik belum masuk. Hanya ada lampu templok atau petromax. Â Hampir setiap akhir pekan aku akan menginap di sana. Dan yah, saat itu, hal yang menghiburku adalah cerita-ceritanya mengenai Bima hingga Gatotkaca sambil menunggu nenekku menyiapkan makan sahur.