Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Berbukalah dengan yang Sayang, Bukan yang Manis

21 Mei 2019   09:26 Diperbarui: 21 Mei 2019   09:37 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Siapa sih yang bertanggung jawab terhadap kalimat berbukalah dengan yang manis?

Samar kuingat kalimat tersebut kerap diucapkan oleh guru di sekolah. Katanya itu berasal dari hadits. Namun, seiring berjalannya waktu, baru kuketahui bahwa hadits yang mengatakan demikian tidak ada. 

Redaksi haditsnya adalah:

Dari Salman bin Amir radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bila kalian berbuka puasa, maka berbukalah dengan kurma, karena kurma itu barakah. Kalau tidak ada kurma, maka dengan air, karena air itu mensucikan. (HR. Abu Daud dan At-Tirmizy)

Kata yang digunakan adalah ruthab () sebenarnya bermakna kurma juga, namun ruthab adalah kurma yang masih  segar, berair, dan tentu saja menyehatkan. Sedangkan istilah untuk kurma yang sering kita temukan adalah tamr ().

Memang ada beberapa ulama di masa lalu yang menafsirkan ruthab atau kurma sebagai cara agar bisa memulihkan penglihatan yang menurun akibat puasa. Kalau tidak ada keduanya, bisa dengan manis-manisan. Meski Imam An-Nawawi mengkritik pendapat itu syadz. Artinya bukan pendapat yang bisa diterima. Alasannya karena sudah ada hadits yang menegaskan hal ini, bahwa Rasulullah SAW berbuka dengan ruthab, kurma atau air dan bukan dengan yang manis-manis. 

Kontekstual Makna Kurma

Beberapa hari lalu, saya membaca status penyair Rukmi Wisnu Wardani. Kira-kira begini isinya:

Kanjeng Nabi berbuka dengan buah kurma.. Sebab yang kupahami, Kanjeng Nabi tengah meneladani laku berbuka puasa dengan "kesederhanaan". Jauh, sangat jauh dari kemewahan dan mengada-ada.

Jika sedikit bicara dari letak geografis, iklim termasuk kandungan unsur hara di tempat beliau berasal saja, buah kurma hampir dipastikan sangat mudah didapat karena memang tumbuh dan berbuah dengan baik di sana (mungkin semudah aku memetik pepaya atau mangga yang ada di halaman rumah). Namun ceritanya akan berbeda dengan di belahan bumi tempat aku tinggal. Di Indonesia, buah kurma harus sengaja didatangkan terlebih dulu dari negeri yang jauh untuk dapat dengan sengaja dikonsumsi (selain mengingat buah tersebut disebut-sebut sebagai panganan yang disunahkan untuk berbuka. Sekaligus mungkin juga semacam kerinduan akan tradisi berbuka dengan buah tersebut khususnya di bulan ramadan).

Bicara kurma, singkong rebus juga pisang goreng atau buah pisang segar, masing-masing pastilah memiliki spesifikasi yang berbeda jika kita mau njelimet sedikit memperhatikan tiap kandungan yang terdapat di dalamnya. Walau tetap saja, semuanya sama-sama layak untuk dikonsumsi.

Dan satu hal lagi. Mungkin dari secuil jenis panganan yang sengaja aku sebutkan di atas tadi pun tak lepas dari selera juga kebiasaan dari masing-masing orang yang mengkonsumsinya pada saat berbuka, tentunya.

Pandangan yang sangat menarik sebenarnya. Berbukalah secara sederhana. Jangan berlebih-lebihan. 

Sebab seringkali kita menyaksikan fenomena orang membeli atau mempersiapkan bukaan dengan begitu mewah dan melimpah. Seakan-akan berbuka puasa dijadikan ajang balas dendam karena sudah tidak makan minum dari Subuh hingga Magrib. Sudah minum es buah, makan kolak, tambah gorengan, minum teh/ngopi, lalu baru makan nasi. Sesudahnya makan camilan lain lagi. Alamakjang.

Namun, apakah kontekstual mencukupi makna? 

Saya teringat ucapan dosen agama saya dulu. Katanya, berkontekstual bukan berarti kita melupakan teks. Di dalam teks itu ada hikmah yang mungkin saat ini belum mampu kita pahami, bukan karena tidak logis, melainkan rasio kita belum sanggup menerima. Ia berada di area suprarasio yang suatu saat nanti akan terbukti kebenarannya. Maka menafsirkan sesuatu secara kontekstual dan melenyapkan teks itu berbahaya.

Temasuk pula dalam hal, kenapa ruthab.

Jika dikelompokkan kurma hanya menjadi 3 kelompok saja yaitu Kurma Muda , Kurma Ruthab dan Kurma Tamr. Kurma manis karena kandungan gula yang tinggi. Namun, tidak seperti kandungan gula dalam sumber makanan lain, kandungan gula dalam kurma dapat langsung diserap oleh tubuh. Kandungan gulanya, fruktosa namanya, berbeda dengan kandungan gula dalam makanan yang lain yang harus diuraikan terlebih dahulu sebelum diserap tubuh.

Dan beberapa waktu belakangan, kurma digadang-gadang bakal menjadi garapan baru di Indonesia. Sebab tanah di Indonesia dibilang cocok untuk ditanam kurma.  Berhubung harga sawit yang murah, banyak yang mendorong penelitian dan pengembangan agar kurma menggantikan sawit lho.

Berbukalah dengan yang Sayang

Nah, ini yang terpenting. Berbukalah dengan yang sayang. Sebab yang manis belum tentu sayang.

Aku menganjurkan kepada siapa pun untuk berbuka bersama dengan keluarga yang jelas-jelas sayang kepadamu. Berbuka puasa di luar rumah bersama teman, gebetan, boleh-boleh saja sekali-kali. Tapi jangan keseringan.

Coba bayangkan, saat kamu berbuka puasa di luar, ibumu yang sudah masak, berbuka puasa sendirian di rumah. Atau istrimu yang sudah menunggu kamu pulang kantor, ternyata ditinggalkan di rumah begitu saja. Sedih nggak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun