Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memahami Lapisan Makna Kalimat Ustad Abdus Somad (UAS)

12 April 2019   16:01 Diperbarui: 12 April 2019   16:06 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
UAS. Sumber: Bangka Pos

Beranda saya mendadak riuh. Banyak orang mengaku menitikkan air mata, tergetar hatinya mendengar kalimat-kalimat yang diucapkan UAS. Ustad asli Melayu itu memang menjadi fenomena tersendiri dengan kesederhanaannya. Sempat disebut namanya untuk maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo, ia menolak. Ditunggu-tunggu pula pernyataannya ke mana dukungannya dengan jelas dilabuhkan, sore kemarin barulah terjawab.

Tapi bukan soal dukungan itu yang membuat bendungan di mata banyak orang runtuh. Kalimat-kalimat yang beliau ucapkan memiliki sekian banyak lapisan makna yang kalau dikhidmati, ah, membuat dada ini sesak.

Berikut beberapa kalimat yang patut kita jadikan renungan:

Karena mata kita kadang tertipu. Di sungai kita lihat ada tongkat bengkok. Tapi ketika kita tarik, ternyata lurus. Mata menipu.  

Semua hal bisa dipoles. Saya pernah penasaran mencoba suatu restoran di Bogor karena melihat penampilannya yang menarik di instagram. Foto-foto makanannya pun menggiurkan. Saya datang ke sana dengan lidah berapi-api. Tak sabar mencicipi. Namun, saya pulang dengan kekecewaaan. Makanannya biasa saja. Di warung yang lebih murah banyak yang lebih enak.

Sebaliknya, yang terlihat buruk, dijelek-jelekkan, belum tentu begitu. Dekati, kenali. Jangan percaya hanya dengan tatapan mata.

Ada seorang ulama tidak mau makan nasi kalau berasnya dibeli di pasar. Berasnya ditanam sendiri. Karena kalau beli di pasar, (khawatir ada unsur) riba. Dia hanya minum kalau sumurnya digali sendiri.  

Di sini saya merasa wah. Saya langsung merasa ini ada kaitannya dengan kedaulatan rakyat. Di artikel sebelumnya saya menulis tentang konflik impor beras yang berujung pada melimpahnya stok beras, sehingga kelebihan itu harus diekspor kembali. Dan baru saja, saya melihat di grup Sumbawa ada petani protes karena harga gabah sangat rendah, jauh di bawah batas terendah yakni 4000 sekian yang dijanjikan Presiden akibat melimpahnya stok itu.

Kenapa kita impor? Apakah memang karena stok kita tidak mencukupi? Sering-seringlah mengobrol dengan orang-orang yang "paham". Maka, cobalah redam emosi setelah mengetahuinya.

Air. Sumber air minum kita dikuasai banyak oleh swasta. Swasta itu sahamnya dimiliki asing pula. Sementara perusahaan air minum (BUMN/BUMD) entah kenapa pelayanannya selalu bermasalah di mana-mana. Di Sumbawa dulu air hidup hanya pada jam tertentu dan kualitas airnya tidak layak minum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun