Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Bijak Merawat Mata Air

5 November 2018   15:17 Diperbarui: 10 November 2018   01:10 1752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Air yang selalu mengering akan sisakan sepi di kemudian hari. (dokpri)

Tengoklah sejarah, seluruh peradaban terbesar manusia dialiri air sebagai sumber daya penting yang mereka butuhkan. Mesopotamia yang hingga kini dipercayai sebagai peradaban manusia tertua di dunia tumbuh dan berkembang di Kawasan Hilal Subur yang dialiri oleh 2 sungai, Eufrat  dan Tigris.

Peradaban ini menjadi asal mula tumbuhnya kerajaan-kerajaan besar seperti Babylonia. Mesir kuno pun berada di dekat Nil. Di Asia Selatan, peradaban India Kuno tumbuh di sekitar aliran Sungai Indus yang menjadi sumber kehidupan mereka. Sriwijaya pun dipercaya membangun pusat kerajaannya di sekitar sungai Musi.

Indonesia yang dikenal ramah tak terlepas dari betapa pernah berlimpahnya air. Sambil aku membayangkan masa kecilku, semua orang tampak ramah dan murah senyum.

Setiap bertemu, tak pernah lepas dari senyum dan sapa. Anak-anak bebas bermain riang dengan rasa percaya setiap tetangga akan menjaga dan mengawasi anak-anak. Kekeluargaan dan gotong-royong terbangun alami.

Kini, tak ada lagi Kali Ambon, tak ada lagi upaya diam-diam untuk berenang di kolam-kolam sumber mata air sambil takut-takut ditarik antu banyu.

Rumah-rumah dipagari, kalau bisa setinggi-tingginya. Akibatnya, jarak antartetangga yang hanya beberapa meter menjadi terasa sangat jauh sehingga menyapa berat sekali rasanya.

Dunia berubah. Manusia berubah. Aku merenung dan berharap, tidak hanya aku yang bersedih melihat perubahan itu. Semoga Pemerintah, swasta, dan masyarakat bahu-membahu berusaha merawat mata air yang tersisa, dan mencari jalan mengembalikan air ke tempat-tempat yang kini tiada airnya. Belum terlambat. Masih ada harapan!


Referensi:

  • [1] Agung, Ranin et al. 2018. Ketika Mata Air Itu Hilang. Diakses di https://bit.ly/2EYfQJn pada 20 Oktober 2018.
  • [2] Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di Bengawan Solo. Beringin, Pohon Pelindung Mata Air. Diakses di https://bit.ly/2CTtJpv pada 20 Oktober 2018.
  • [3] Detiknews. 2014. Atasi Kekurangan Air, Relawan Seke Ditugaskan Cari Mata Air di Bandung. Diakses di https://bit.ly/2P1GghK pada 20 Oktober 2018.
  • [4] Setiyoko, Edi. 2014. Mata Air Mengering. Diakses di https://bit.ly/2PD2c2q pada 20 Oktober 2018.
  • [5] Irianto, Gatot. 2004. Hilangnya Sumber Mata Air dan Dampaknya terhadap "Desertification". Bogor: Puslitbangtanak.
  • [6] Diakses pada https://bit.ly/2EYaqxN tanggal 29 Oktober 2018.
  • [7] Yuswadi, H. 2003. Pemberdayaan Kelembagaan Tradisional Masyarakat Daerah Penyangga Hutan Untuk Pelestarian Taman Nasional Meru Betiri. FISIP Universitas Jember.
  • [8] Sudarto, et al. 2011. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Peningkatan Aliran Permukaan. Univ. Brawijaya.
  • [9] Buwono, et al. 2017. Pengelolaan Mata Air Sumberawan Berbasis Masyarakat di Desa Toyomarto Kecamatan Singosari Kabupaten Malang. Univ Brawijaya.
  • [10] Mulyana, Nana. 2018. Dalam presentasi di Danone Blogger Academy. Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun