Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Asal Mula Lahirnya Gaji ke-13 dan THR

5 Juni 2018   15:38 Diperbarui: 6 Juni 2018   09:48 4612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS.COM/GARRY ANDREW LOTULUNG

Marak perdebatan soal pembayaran gaji ke-13 dan THR tahun ini. Padahal, pembayaran gaji ke-13 sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu, tepatnya saat Megawati menjadi presiden. Pada tahun 2004, gaji ke-13 pertama kali diberikan kepada PNS dan pensiunan. Suasananya persis saat ini: tahun politik. 

Namun, kebijakan pemberian gaji ke-13 itu terus berjalan meski berganti presiden dengan 2 alasan pembenar. Alasan pembenar yang pertama adalah periode penggajian. Indonesia menganut periode penggajian secara bulanan. Sedangkan banyak negara maju periode payroll-nya mingguan. Jika diselaraskan, dalam satu bulan terdapat 4 minggu, maka dalam satu tahun hanya terdapat 48 minggu pembayaran. Padahal, seperti yang kita tahu, dalam setahun ada 52 minggu. 

Selisih 4 minggu inilah yang dianggap sebagai "bulan ke-13" sehingga PNS layak mendapatkan gaji + tunjangan kinerja selama satu bulan penuh. Alasan pembenar kedua, gaji ke-13 ini berfungsi sebagai stimulus, yang diarahkan lebih untuk biaya pendidikan. Pembayaran gaji ke-13 dilakukan pada pertengahan tahun, yakni masa-masa awal tahun sekolah, sehingga memiliki manfaat yang baik buat pegawai.

Gaji, dalam anggaran, disebut sebagai Belanja Pegawai. Tantangan dalam mengelola belanja pegawai ini bukanlah hal yang mudah. Kita tahu, di perusahaan swasta, bila menghadapi situasi yang sulit, maka akan ada PHK.

Pegawai dianggap sebagai beban sehingga perusahaan memutuskan untuk merampingkan struktur pegawainya dengan membuang pegawai yang dianggap kurang berkinerja. Pemerintah tidak mudah untuk membuat kebijakan seperti itu. Pemecatan PNS butuh alasan yang kuat, meski masyarakat banyak mempertanyakan kinerja PNS. 

Satu-satunya menteri yang pernah menyuarakan soal rasionalisasi PNS (bahkan 1 juta PNS) dengan menyisir PNS yang sudah tidak produktif, sudah tidak menjabat sebelum kebijakan itu dijalankan.

Meski, gaji ke-13 sudah dianggarkan, Pemerintah tetap perlu melihat kesehatan kasnya. Tiap tahun, kepastian pembayaran gaji ke-13 ini tetap menunggu terbitnya PP. PP dikeluarkan tentu kala pemerintah sudah memastikan ketersediaan kas untuk membayar.

Sumber: Republika
Sumber: Republika
Rasio belanja pegawai ini menjadi salah satu indikator kesehatan anggaran pemerintah. Sederhananya, tentu akan tidak sehat apabila mayoritas anggaran terealisasi hanya untuk membayar gaji pegawai, seakan-akan suatu pemerintahan berdiri hanya untuk membayar gaji.

Lalu apa yang dibangun pemerintah tersebut untuk masyarakat? Sisa total anggaran dikurangi belanja pegawai dan belanja operasionalnya inilah yang disebut dengan Ruang Fiskal. Semakin lebar ruang fiskalnya, semakin bagus pemerintahan tersebut.

Bagaimana rasio belanja kita?
Kabar baiknya adalah pemerintah pusat semakin serius dalam mengelola APBN. Pada tahun 2017, rasio belanja pegawai terhadap belanja Pemerintah sebesar 24,9%. Proporsi realisasi Belanja Pegawai ini mengalami penurunan dibandingkan proporsi realisasi Belanja Pegawai pada APBN-P 2016 sebesar 26,4%.

Kabar buruknya, pada tahun 2016, tercatat ada 131 daerah yang masih menggunakan mayoritas APBD untuk belanja pegawai dengan rata-rata rasio 43,59%. Tiga kabupaten/kota yang memiliki rasio tertinggi adalah Kabupaten Langkat 68,4%, Pematang Siantar 66,25%, dan Tasik 66,07%. Dengan kondisi ini, penggunaan anggaran daerah yang seharusnya bisa menjadi multiplier effect yang dapat menciptakan siklus pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih positif dan berkualitas tidak tercapai.

Lahirnya gaji ke-14/THR
Pada tahun 2016, Presiden Joko Widodo mulai membayar gaji ke-14/ THR. Sebagian kita tentu bertanya-tanya, jika pemerintah ingin mengelola belanja pegawai sehingga memiliki rasio yang lebih baik, kenapa malah membayarkan jenis gaji yang baru lagi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun