Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Ketika Bandung Raya Bangkit Dari Kuburnya

26 Oktober 2012   15:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:22 3804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13512652031542784542

[caption id="attachment_206054" align="alignnone" width="640" caption="Pemain dan Pengurus PS Mastrans Bandung Raya, periode 1995/1996 (uploaded @kaskus.co.id)"][/caption] Bulan Juli tahun 1987, muncul kabar tentang kesiapan UNI (Uitspanning na Inspanning) untuk mengikuti Kompetisi Galatama periode 1987/1988. Pada saat itu, selain UNI, ada juga empat klub lainnya, yaitu Medan Jaya (Medan), Lampung Putra (Bandar Lampung), Arema (Malang), dan Palu Putra (Palu). Beberapa hari kemudian, dalam masa ini, ada juga Pusri (Palembang). Pada jaman pemerintahan Hindia Belanda, UNI, salah satu klub intern anggota VBBO, berdiri pada tanggal 28 Februari 1903. VBBO sendiri merupakan anggota NIVB. Kita tentu masih ingat dengan Persib/PSSI yang berlawanan dengan VBBO/NIVB. Pada awal tahun 1950-an, ketika VBBO bubar karena NIVB sebagai induknya sudah bubar lebih dahulu, UNI (dan SIDOLIG = Sport in de Open Lucht is Gezond) pun bergabung ke Persib sebagai anggota perserikatan (baca: klub internal). Dalam konteks sepak bola profesional, UNI bukanlah klub profesional pertama di Bandung. Sebelumnya, Sari Bumi Raya sempat membentuk klub profesionalnya untuk mengikuti Kompetisi Galatama 1979/1980. Sari Bumi Raya (amatir) sendiri berdiri pada tanggal 10 Juni 1976. Setelah Sari Bumi Raya pindah ke Yogyakarta dan akhirnya membubarkan diri, Bandung pun dihadiri klub profesional baru, yaitu Tempo Utama. Namun, Tempo Utama ini dianggap sebagai klub dari Jakarta. Tercatat, Tempo Utama ini merupakan “adik kandung”-nya Tunas Inti. Nah, selepas Sari Bumi Raya dan Tempo Utama inilah, UNI dilahirkan untuk mengisi kekosongan klub profesional asal Bandung. Sebagai anggota baru Galatama, UNI dan klub-klub baru lainnya (Medan Jaya, Pusri, Lampung Putra, Arema, dan Palu Putra) harus mengikuti “pemanasan” terlebih dahulu dalam turnamen segitiga, yaitu Lampung Putra, Warna Agung, dan UNI (di Bandar Lampung), Medan Jaya, Semen Padang, dan Pusri (di Medan), serta Perkesa ’78, Arema, dan Palu Putra (di Malang). Sebagai catatan, Semen Padang, Perkesa ’78, dan Warna Agung merupakan klub-klub berperingkat terbawah dalam Kompetisi Galatama 1986/1987 (baca juga: Tunas Inti sudah mundur). Namun demikian, berdasarkan Rapat Anggota Galatama tertanggal 23 Agustus 1987, klub-klub baru tersebut belum tentu mengikuti Kompetisi Galatama 1987/1988 kalau prestasinya buruk. Oh ya, khususnya untuk Arema dan Palu Putra, akhirnya kedua klub ini “dibebaskan dari pemanasan” karena keikutsertaannya di Piala Bentoel 1987 dianggap sudah memadai sebagai uji coba. Dalam debut setelah kelahirannya, UNI yang diasuh oleh Pelatih Soenarto Soendoro melakukan pertandingan uji coba melawan SIDOLIG, klub intern anggota Persib lainnya. Dalam pertandingan yang berlangsung di Stadion Persib (Kamis, 3 September 1987) itu, UNI yang dalam pertandingan ini sudah memakai nama Bandung Raya berhasil mengalahkan SIDOLIG 3-0. Menurut Ketua Umum Bandung Raya, Syamsudin Curita, perubahan nama UNI menjadi Bandung Raya itu agar masyarakat Bandung tidak merasa bingung mana UNI amatir dan mana pula UNI profesional. Pada acaran syukuran berdirinya Bandung Raya di Sekretariat Bandung Raya di Jalan Pucung No. 17 Kota Bandung (Kamis, 1 Oktober 1987), Pelatih Bandung Raya Risnandar Soendoro mengungkapkan target Bandung Raya menempati papan tengah. Pada masa ini, skuad Bandung Raya terdiri dari: Armand, Ukut, Tatang (penjaga gawang), Amak, Edy, Dedi Akhmad, Iqnas, Deni Toto, Agus Salam, Ayi Risnawan (Bandung), Abidin, Sanija (Majalengka), Komarudin, Ade Lesmana, Yaya (Kuningan), Endang (Sukabumi), dan M. Heri Setiawan (Cirebon). Dalam debutnya di Kompetisi Galatama (1987/1988) di Stadion Siliwangi Bandung (Minggu, 4 Oktober 1987), Bandung Raya berhasil mengalahkan Lampung Putra 2-0 melalui gol Abidin (menit 27) dan Toto (66). Sayang, sampai berakhirnya kompetisi, Bandung Raya belum memperlihatkan prestasi yang menjanjikan. Bandung Raya harus puas menempati peringkat ke-14 atau juru kunci dalam Kompetisi Galatama 1987/1988. Sebelumnya, kepemimpinan Bandung Raya sempat diserahterimakan dari Syamsudin Curita ke Soehoed W.P. di Sekretariat Bandung Raya di Jalan Pucung No. 17 Kota Bandung, Selasa, 1 Maret 1988 meskipun pengunduran dirinya secara resmi sudah terjadi pada bulan Desember 1987. Selain dirinya, turut pula para pelopor Bandung Raya lainnya yaitu H.R.A. Marzuki dan Nugraha Besoes. Selepas Kompetisi Galatama 1987/1988, Bandung Raya pun mengikuti Piala Liga 1988. Dalam Piala Liga Milo edisi IV ini, Bandung Raya sudah diperkuat oleh Dadang Kurnia (Persib). Namun, status Dadang Kurnia masih menjadi pemain tamu. Ya, sejak Piala Liga 1988 ini, memang ada kebijakan bahwa peserta Piala Liga boleh merekrut pemain tamu. Dalam perkembangannya, Dadang Kurnia pun menjadi bagian Bandung Raya di Kompetisi Galatama 1988/1989. Sementara dalam Piala Liga 1988itu sendiri Bandung Raya belum memperlihatkan prestasi terbaiknya. Memasuki Kompetisi Galatama 1988/1989, Bandung Raya yang masih dilatih oleh Risnandar Soendoro mulai diperkuat Dadang Kurnia dan Dede Iskandar. Dari namanya, kedua pemain ini berasal dari Persib. Dalam Kompetisi Galatama 1988/1989 inilah Bandung Raya mulai memperlihatkan prestasinya. dengan menempati peringkat ke-7 dari 18 peserta. Bukan itu saja. Faktanya, Dadang Kurnia (dan Mecky Tata dari Arema) menjadi topscorer Kompetisi Galatama 1988/1989 dengan 18 gol. Bahkan, di akhir kompetisi, Bandung Raya dinobatkan sebagai tim favorit Kompetisi Galatama 1988/1989. Satu lagi, di Bandung Raya-lah Dadang Kurnia dan Dede Iskandar dilirik timnas Indonesia. Tampaknya, prestasi itu masih membawa berkah pada Bandung Raya. Satu-satunya gelar juara bagi Bandung Raya adalah ketika menjuarai Piala IPHI I/1989 di Surabaya (vs Arema 1-0) meskipun di Piala IPHI II/1990 harus puas menempati peringkat ke-3. Setelah di Piala Liga 1988 diperkuat Dadang Kurnia sebagai pemain tamu, di Piala Liga 1989, Yusuf Bachtiar (Persib) pun berkesempatan untuk menjadi pemain tamu. Bedanya, Yusuf Bachtiar kembali ke Persib, sedangkan Dadang Kurnia tetap berkiprah di Bandung Raya. Memasuki Kompetisi Galatama 1990 itulah Soenarto Soendoro kembali menjadi pelatih Bandung Raya. Meskipun di awal-awal kepemimpinannya di Bandung Raya meraih prestasi terbaik di Piala IPHI tadi, Bandung Raya justru terseok-seok di Kompetisi Galatama. Bandung Raya pun menempati peringkat ke-17 dari 18 peserta. Namun demikian, Soenarto Soendoro masih tetap dipercaya sebagai pelatih Bandung Raya di Kompetisi Galatama periode-periode berikutnya, termasuk Ishak Udin yang diberi kesempatan selama tiga bulan. Dalam perkembangannya, kursi kepelatihan Bandung Raya pun pindah kepada Parhim (Kompetisi Galatama 1992/1993) dan Nandar Iskandar (Kompetisi Galatama 1993/1994). Sayangnya, prestasi Bandung Raya belum kunjung membaik. Bahkan sebelum era Liga Indonesia ramai dibicarakan, Bandung Raya dikabarkan akan membubarkan diri karena kesulitan keuangan. Hal serupa dialami oleh klub-klub Galatama lainnya, termasuk Arema. Nasib baik tampaknya masih menaungi Bandung Raya. Di akhir-akhir sekarat itulah, Ketua Umum Komda (kini, Pengda, lalu Pengprov) PSSI Jawa Barat 1992-1996, Ukman Sutaryan membantu Bandung Raya Rp 1 Milyar. Bandung Raya pun hidup kembali dan sempat mengikuti Liga Indonesia 1994/1995. Dampaknya, di Bandung memang sudah ada dua klub hebat: Persib dan Bandung Raya. Apalagi, Persib masih memiliki masa keemasannya. Jika tidak, maka ceritanya akan lain. Seiring dengan kehebatan Bandung Raya, setiap Persib atau Bandung Raya bertanding, Stadion Siliwangi selalu penuh dengan pendukung mereka, kecuali satu pertandingan. Apa itu? Ya, tentu saja ketika Persib vs Bandung Raya, hampir 90-99 persen yang datang ke Stadion Siliwangi, penontonnya adalah pendukung Persib. Hal ini karena Persib menang sejarah. Di Liga Indonesia 1994/1995 itu, ada nama-nama tenar dalam blantika sepak bola nasional saat itu. Tercatat nama-nama seperti Hermansyah (penjaga gawang), Herry Kiswanto, Ferry Sandria, Rehmalem Perangin-angin, dan Ma’mun Adnan. Sayang, dalam Liga Indonesia 1994/1995 itu, Bandung Raya yang diasuh Pelatih Nandar Iskandar gagal mewujudkan All Bandung Final bersama Persib dalam babak final Liga Indonesia edisi perdana tersebut. Namun demikian, gelar topscorer jatuh kepada pemainnya, Peri Sandria dengan 34 gol. Sampai saat ini, jumlah gol tersebut belum mampu dilewati oleh siapa pun. Kemudian, setelah beberapa pertandingan di Liga Indonesia 1995/1996, muncullah ketegasan merger dengan Mastrans (Masyarakat Transportasi). Akhirnya, merger itu berhasil dan melahirkan nama Mastrans Bandung Raya. Pada Liga Indonesia 1995/1996 inilah Mastrans Bandung Raya yang dilatih Henk Wullems berhasil menjadi juara setelah mengalahkan PSM Makassar 2-0. Tidak lupa, salah seorang pemainnya, Dejan Gluscevic meraih topscorer dengan 31 gol. Memasuki Liga Indonesia 1996/1997, merger itu disebut-sebut akan berakhir. Ya, Mastrans pun beralih ke Jakarta untuk merger bersama Pelita Jaya. Namanya pun Pelita Mastrans. Meskipun demikian, Bandung Raya (tanpa Mastrans) yang masih diasuh Henk Wullems sempat menikmati babak final Liga Indonesia 1996/1997 ketika berhadapan dengan Persebaya. Di babak final Liga Indonesia 1996/1997 itu, Bandung Raya harus mengakui The Dream Team Persebaya 1-3. Meskipun demikian, nama Nuralim (Bandung Raya) dinobatkan sebagai pemain terbaik. Setelah itu, riwayat Bandung Raya pun berakhir. Bubar. Entah karena kecewa pada peristiwa di Piala Winners Asia, entah karena krisis moneter di Asia (Indonesia) sejak pertengahan bulan Juli 1997. Pokoknya mirip kisah Kramayudha Tiga Berlian, yaitu entah kecewa pada peristiwa Piala Winners Asia atau memang karena bisnis Sjarnoebi Said sedang mengalami masalah. Setelah “mati”, kelak, nama Bandung Raya muncul lagi di Divisi III Liga Indonesia 2007. Pada masa ini, Bandung Raya tertahan di babak penyisihan Divisi III Liga Indonesia 2007 Zona Jawa Barat setelah di Grup A yang berlangsung di Stadion Galuh, Kabupaten Ciamis, kalah 0-3 dari PSGC Ciamis (Minggu, 1 April 2007), kalah 1-8 dari Persikotas Tasikmalaya (Selasa, 3 April 2007), dan menang 5-1 atas Perssi Sukabumi (Kamis, 5 April 2007). Meskipun sempat mencatat kemenangan telak, Bandung Raya harus puas menempati pringkat juru kunci Grup A. Kini, di tahun 2012, Bandung Raya berada di Divisi III PSSI. Menariknya lagi, nama Bandung Raya dan UNI bergandengan di Divisi III Liga Indonesia 2012. Dan di tahun 2012 inilah Bandung Raya kembali mencatatkan sejarah, dengan mencaplok klub yang empat tingkat berada diatasnya, yakni Pelita Jaya, untuk bisa berlaga di kasta tertinggi sepakbola Indonesia versi ISL. Hanya di Indonesia, sebuah klub divisi III bisa langsung berlaga di kasta tertinggi dengan cara mengakuisisi kepemilikan sebuah klub. Seperti yang diharapkan oleh Presiden Direktur Retower Asia Ari D bahwa tujuan "jalinan kerja sama" Bandung Raya dan Pelita Jaya adalah untuk dapat membangkitkan kembali masa kejayaan Bandung Raya. Inilah klub, yang sebelumnya sudah 'mati' bisa bangkit kembali dari kuburnya dan langsung berlaga di kasta teratas kompetisi. data: Novan Media Research

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun