Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tangisan Bayi di Dalam Inkubator UGD Covid-19

8 Juli 2021   10:01 Diperbarui: 8 Juli 2021   10:11 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mau tak mau Bu Linda harus merelakan dirinya dan bayinya berada dalam satu ruangan dengan pasien suspect Covid-19 lainnya (unsplash.com/Hush Naidoo)

"Bu Linda, ini bayi ibu, cantik dan sehat," kata perawat sambil menunjuk bayi mungil di dalam inkubator.

Bu Linda menoleh dari tempat pembaringanannya. Tak terdengar kata-kata, hanya desah nafas berat.

Adegan nyata itu terhampar di depan mata saya, menyisakan satu keharuan yang sangat menyesakkan dada. Bu Linda adalah pasien suspect Covid-19 yang sedang dirawat di UGD, dan bayi di dalam inkubator itu adalah putrinya yang baru saja dilahirkannya. Saya bisa membayangkan bagaimana perasaan hati Bu Linda, yang hanya bisa memandangi bayinya tanpa bisa menyentuh, memeluk, apalagi memberinya ASI saat bayinya menangis.

Dengan kondisi ruang UGD yang penuh sesak pasien Covid-19, mau tak mau Bu Linda harus merelakan dirinya dan bayinya berada dalam satu ruangan dengan pasien suspect Covid-19 lainnya. Dan Bu Linda bukan satu-satunya pasien di UGD Covid yang melahirkan bayinya di sana.

Pada Minggu (4/7) saat pertama kali menunggui ibu mertua saya, hanya ada satu bayi di ruangan UGD. Namun pada Rabu (7/7) saat saya menengok ibu, sudah ada 4 inkubator di ruang yang sama. Semua bayi itu dilahirkan dari ibu-ibu yang menderita sesak nafas dan terindikasi suspect Covid-19.

Saya termasuk orang yang paling tidak tahan mendengar isak tangis bayi. Selama menunggui ibu di ruang UGD, telinga dan batin saya tersiksa rasa kasihan setiap kali mendengar isak tangis bayi-bayi yang baru merasakan kehidupan dunia. Saya membayangkan betapa setiap kali mereka menangis, mereka menjerit mencari ibu, ingin merasakan kehangatan kasih sayang ibu yang sudah melahirkan mereka.

Dan yang lebih menyesakkan lagi, tidak semua bayi-bayi dari ibu suspect Covid-19 diberi kesempatan hidup lebih lama oleh Tuhan. Sudah dua kali saya menyaksikan 2 jenazah bayi diserahterimakan kepada keluarganya. Tuhan Mahamengerti, dan Maha Penyayang kepada setiap makhluknya.

Apa yang saya ceritakan melalui dua artikel laporan pandangan mata dari UGD RSSA Kota Malang ini bukan berarti saya bermaksud menambah kesuraman suasana kehidupan sehari-hari kita. Memang seperti ini faktanya, pandemi Covid-19 semakin memuncak. Setiap jam ada lebih dari 5 pasien yang antre untuk mendapatkan perawatan di UGD in Covid.

Saya tak ingin kita semua terlena dengan berita yang baik-baik saja, dan menjadi tidak waspada terhadap ancaman virus corona. Bersyukurlah selagi kita masih diberkahi kesehatan. Manfaatkan kesehatan dan waktu luang yang kita miliki untuk selalu menebar kebaikan. Sekecil apa pun kebaikan yang bisa kita lakukan sangat membantu saudara-saudara kita yang tertimpa kemalangan akibat pandemi Covid-19, baik langsung maupun tidak langsung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun