Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalaman Melawan Komplotan Pencopet Ponsel di Angkutan Umum

24 Juni 2021   08:06 Diperbarui: 24 Juni 2021   08:28 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekalipun sopir angkot tahu ada komplotan pencopet, mereka tidak memberi tahu penumpangnya (ilustrasi: clevertravelcompanion.com)

"Joyoboyo, Joyoboyo," teriak sopir angkutan umum di terminal Bungurasih.

Dengan terburu-buru, aku naik angkot L300 jurusan terminal Joyoboyo dari Terminal Bungurasih. Di dalam angkot, kulihat sudah ada 2 penumpang pria yang duduk di bangku paling belakang. Berbeda dengan angkot yang bangkunya berada di samping, angkot ini bangkunya berada di tengah, seperti mobil biasanya.

Aku lalu mengambil tempat duduk di bangku paling depan. Tak lama kemudian, masuk dua penumpang pria. Mereka duduk bangku tambahan yang terletak di depanku, tepat di belakang kursi sopir. Setelah menunggu beberapa lama dan tidak ada penumpang tambahan, angkot yang kutumpangi berangkat.

Melewati Bundaran Waru, tiba-tiba salah seorang penumpang pria yang duduk di depanku menutup mulutnya dengan tangan, dan bertingkah seperti hendak muntah.

"Mas, sampeyan pindah depan sini saja, biar tidak kena muntahannya," kata temannya yang duduk di sebelahnya.

Tanpa curiga, aku pun pindah tempat ke bangku depan membelakangi sopir, dan di saat yang bersamaan dua penumpang di depanku pindah ke tempat dudukku. Karena cukup sempit, mau tak mau kami pun bersenggolan.

Baru saja duduk, mendadak mataku melihat ada gerakan di bawah bangku. Ternyata, ada ponsel yang dilemparkan ke belakang, ke tempat duduk 2 penumpang pria lainnya. Untungnya, sebelum sampai ke bagian bawah bangku belakang, gerakan ponsel itu terhenti, mungkin karena guncangan mobil.

Naluriku langsung waspada. Kuraba saku baju dan benar, ponsel yang sebelumnya ada di sana sudah hilang.

"Lho, itu kan ponsel saya, mengapa ada di bawah bangku belakang?" Tanyaku pada penumpang yang duduk di tempatku sebelumnya.

"Wah, ya gak tahu mas. Saya tadi kan duduk di depan, jangan sembarangan menuduh ya!" jawabnya tajam namun dengan wajah biasa saja.

"Saya gak menuduh. Kenyataannya, ponsel yang semula di saku kenapa bisa ada di bawah bangku?" tanyaku tak kalah tajam. Mataku beradu pandang dengannya.

Kemudian kulirik dua penumpang yang duduk di bangku paling belakang. Satu orang terlihat memejamkan mata, sementara pria di sebelahnya memandang ke luar jendela angkot. Tak ada yang mencoba untuk membantu mengambilkan ponselku di bawah bangku.

Sambil terus mengawasi dua penumpang di bangku belakang, kuambil ponselku. Tak lama kemudian sebelum angkot sampai di terminal Joyoboyo, keempat penumpang pria itu turun. Anehnya, penumpang yang semula bertingkah hendak muntah mendadak sehat. Dan, ketika turun dua penumpang yang duduk di bangku belakang memandangku lekat-lekat, seolah hendak mengingat-ingat wajahku.

Aku menatapnya balik. Tak kutunjukkan wajah takut, meski hatiku sempat deg-degan khawatir dikeroyok.

"Lain kali hati-hati, Mas. Mereka memang komplotan pencopet," kata sopir sewaktu keempat penumpang pria itu sudah turun. Di angkot, tinggal aku satu-satunya penumpang.

Menanggapi perkataannya, aku pun berkata ketus, "Kalau sampeyan sudah tahu mereka pencopet, mengapa gak mengingatkan saya sejak awal?"

"Mas kayak gak tahu aturan saja. Kalau saya mengingatkan Mas, bisa-bisa saya yang dikeroyok waktu di terminal."

Mendengar jawabannya, aku baru sadar ternyata seperti itu hukum rimba terminal. Sekalipun sopir angkot tahu ada komplotan pencopet naik angkotnya dan hendak mengincar mangsa, mereka tidak memberi tahu penumpangnya. Meski begitu, kadang ada sopir yang berbaik hati memberi isyarat atau tanda-tanda tertentu, yang sayangnya tidak semua penumpang angkot mengerti artinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun