Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dari Tintin sampai Cersil Kho Ping Hoo, Semua Pernah Kubaca Habis

17 Mei 2021   07:37 Diperbarui: 17 Mei 2021   07:57 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membaca hendaknya tidak disajikan sebagai tugas, melainkan harus ditawarkan sebagai hadiah (dokpri)

Boleh percaya boleh tidak, aku mulai bisa membaca tanpa pernah belajar mengeja. Saat itu minggu pertama aku masuk SD. Di depan kelas, guruku menulis beberapa kata sederhana untuk dieja: I-N-I, B-U-D-I.

Beberapa murid yang dipanggil bisa membaca dengan baik. Ketika giliiranku tiba, aku yang memang belum bisa membaca hanya bengong, kikuk sekaligus malu. Tiba-tiba guruku berkata,

Kalau besok kamu masih belum bisa membaca, nanti saya akan bicara sama bapakmu.

Entah kenapa, ucapan guruku itu begitu merasuk ke hati. Aku sangat takut apabila benar guruku akan mengadu ke bapak karena aku masih belum bisa membaca. Sampai malam aku terus memikirkan ucapan guruku itu.

Paginya, aku merasa malas karena takut dites membaca dan dimarahi guruku. Namun ibuku terus membujuk, dan seolah mengerti alasanku tidak mau sekolah, ibu berkata,

"Gak usah takut. Nanti insyaallah bisa membaca kok."

Dan benar, atas kehendak Allah hari itu juga aku bisa langsung membaca. Guruku sendiri heran dan takjub atas kemampuanku yang begitu mendadak. Ketika ditanya mengapa kemarin tidak bisa membaca dan sekarang bisa membaca, aku pun bercerita apa adanya.

Sejak saat itu aku melahap habis semua buku yang ada di rumah. Dari majalah Gadis milik kakak perempuanku, sampai buku-buku agama kelas berat kepunyaan bapak.

Tetap saja, naluri anak-anak membuatku ingin mencari buku bacaan yang sesuai usia. Untunglah, dua kakakku punya hobi yang sama: membaca.

Untuk memuaskan hobi membacanya, kakakku sering menyewa buku di kios persewaan buku yang ada di jalan pinggir jalan utama, agak jauh dari rumah. Ketika tahu aku sudah bisa membaca dan senang membaca, tanpa ragu kakak mengajakku ke persewaan buku, yang tentu saja kusambut dengan senang hati.

Di persewaan buku, aku seperti menemukan taman surga. Mataku jelalatan melihat judul-judul buku yang ada di sana. Jari-jari tanganku menelusuri setiap rak, seakan tidak ingin melewatkan satu pun buku yang ditumpuk di sana.

Sebagai anak kecil, tentu aku memilih buku-buku yang penuh gambar. Sependek ingatanku, cerita bergambar yang pertama kali kubaca waktu itu adalah komik Tintin. Berikutnya, hampir semua komik yang ada di persewaan buku bergiliran kusewa. Dari Asterix, Agen Polisi 212 sampai Donal Bebek.

Lambat laun aku merasa tidak puas karena kalau membaca komik cepat selesai. Akhirnya aku pun melirik buku-buku yang disewa kakakku: Cerita Silat.

Setelah sempat berdebat panjang, kakakku mengijinkan aku membaca cerita silat karya penulis legendarsi Asmaraman S. Kho Ping Hoo. Menurut kakakku, dibanding cerita silat lainnya misalnya karya Khu Lung, alur cerita silat Kho Ping Hoo lebih menarik dan gaya bahasanya juga mudah dipahami.

Seiring waktu, hampir semua cerita silat Kho Ping Hoo pernah kutamatkan membacanya sampai aku duduk di bangku SMP. Sekalipun untuk membacanya, aku harus melakukannya dengan sembunyi-sembunyi. Yah maklum, karena berangkat dari keluarga yang kental kultur agamanya, kedua orangtuaku cukup ketat mengawasi bahan bacaan anak-anaknya.

Masa kecilku juga akrab dengan buku-bukunya Enid Blyton, Hardy sampai Hans Christian Andersen. Dari mana buku-buku itu kuperoleh? Yah, dari mana lagi kalau bukan meminjam di perpustakaan umum atau persewaan buku.

Waktu berlalu, kesukaanku membaca komik dan cerita anak-anak masih terbawa. Sampai aku kuliah pun aku masih senang membaca komik anak-anak. Pada masa itu membanjirlah komik-komik dari Jepang atau manga. Otomatis, jenis buku komik yang kubaca pun berubah. Aku mulai akrab dengan komik Kungfu Boy, Shoot, Pitcher, sampai Detektif Conan.

Setelah berkeluarga, hobi membaca komikku kutularkan pada anak-anak. Meskipun tingkat kesukaan mereka masih belum selevel dengan tingkat kesukaan ayahnya saat masih kecil. Setiap ada kelebihan rezeki, kusisihkan sebagian untuk membelikan buku. Aku memberi kebebasan pada anak-anak untuk memilih buku yang mereka sukai, tentunya yang sesuai dengan usia mereka.

Makanya, kalau ada yang bertanya tempat wisata favorit keluargaku, aku jujur menjawab Perpustakaan Umum dan Toko Buku. Di sana, kami seolah menemukan kedamaian di tengah-tengah sumber ilmu dan hiburan.

"Membaca hendaknya tidak disajikan kepada anak-anak sebagai tugas. Itu harus ditawarkan sebagai hadiah." - Kate DiCamillo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun