Waktu kecil, saya termakan dogma bahwa selama bulan Ramadan setan-setan dibelenggu sehingga tidak bisa mengganggu manusia. Dogma itu datang dari hadis berikut:
"Kalau (bulan) Ramadan tiba, pintu-pintu surga terbuka dengan lebar, pintu-pintu neraka tertutup dengan rapat dan setan-setan terbelenggu (HR. Muslim).
"Kalau begitu selama bulan puasa gak ada pocong, kuntilanak, sundel bolong, tuyul atau genderuwo yang berkeliaran dong?" tanya saya polos pada guru agama waktu itu.
Ya, karena dogma itu pula saat bulan puasa saya jadi berani keluyuran di tempat-tempat gelap di. Bahkan kuburan yang selama ini saya anggap angker, saya berani melewatinya tanpa ada rasa takut akan penampakan setan-setan.
Namun seiring beranjaknya usia, saya jadi penasaran dengan hadis tersebut. Ada satu pertanyaan yang muncul terkait bunyi hadis itu, dan tak kunjung mendapat jawaban yang memuaskan.
Jika setan-setan dibelenggu, mengapa masih banyak maksiat selama Ramadan?
Perhatikan saja lingkungan sekitar kita. Baru dua hari Ramadan, sudah banyak warung-warung makan yang buka, lengkap dengan pembelinya yang makan seperti biasa. Tanpa rasa malu dan sungkan pada bulan suci Ramadan, pada orang lain yang sedang berpuasa, dan juga tak malu pada Tuhannya.
Bukankah yang seperti itu termasuk kategori maksiat dan kedurhakaan pada perintah agama?
Lihat pula di berita-berita, aksi kriminalitas tetap masih ada. Pelacuran online masih semarak. Para pelaku maksiat ini sepertinya tidak menganggap bulan suci Ramadan itu ada. Bagi pelaku maksiat, setiap hari adalah sama.
Lantas, setan apa yang dibelenggu selama Ramadan?
Mungkin bukan pada tempatnya mempertanyakan makna atau kandungan hadis tersebut. Bagaimana pun, sebagai umat Islam kita wajib memercayai setiap hadis Rasulullah Saw yang tergolong hadis sahih. Apalagi kandungan hadis itu berkaitan dengan hal-hal gaib yang tidak dapat terjangkau oleh nalar manusia: surga, neraka dan setan.Â