Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tidak Malukah Kita dengan Difabel Seperti Mereka?

6 Desember 2020   19:37 Diperbarui: 6 Desember 2020   20:04 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kehadiran difabel yang beribadah bersama kita bisa menjadi pelajaran ketakwaan yang sangat berharga (dokpri)

Usai menunaikan salat, saya melihat bapak tua tadi sudah duduk membujurkan kakinya. Termenung khusyuk, seakan sedang berbincang kepada Rabb-nya.

Dua pelajaran yang disampaikan Allah melalui penyandang disabilitas ini benar-benar menyadarkan diri saya dalam hal beribadah yang masih jauh dari sempurna. Dalam Islam, salat adalah ibadah wajib yang tak bisa ditawar.

Tidak ada klausul syarat dan ketentuan yang berlaku. Ibadah-ibadah yang lain boleh ditunda atau diganti, tapi salat tidak dapat ditunda apalagi diganti. Wajibnya salat berlaku selama hayat masih dikandung badan, selama ruh kita masih bersemayam di tubuh dan selama jiwa kita masih sehat dan sadar. Tak peduli kita sakit, atau menderita cacat tubuh, salat tetap ibadah yang wajib ditunaikan. Tak bisa menggerakkan badan, kita bisa salat dengan kedipan mata. Tak bisa mengedip, kita bisa salat dalam hati.

Di luar pelajaran ketakwaan yang saya peroleh, ada satu hal lagi yang menggelisahkan hati. Adakah masjid-masjid di sekitar kita menyediakan fasilitas untuk difabel?

Kita sudah tahu jawabannya: jarang sekali. Kalaupun ada, paling banter hanya berupa kursi untuk para orangtua yang sudah tidak kuat berdiri. Tak ada jalan khusus untuk orang yang berkursi roda. Tak ada pegangan khusus di tempat wudhu bagi tuna netra.

Padahal, masjid adalah rumah Allah. Siapapun boleh dan berhak memasukinya untuk beribadah, sekalipun dia cacat fisik.

Karena tidak ada fasilitas, muslim difabel seperti mendapat diskriminasi. Mereka seolah sudah dicabut haknya untuk dapat beribadah di rumah Allah.

Begitu pula, kehadiran mereka di masjid seringkali dipinggirkan oleh muslim yang lain. Seperti yang saya lihat pada anak down syndrome dan bapak tua yang cacat itu. 

Padahal, kehadiran mereka bisa menjadi pelajaran ketakwaan yang sangat berharga. Bandingkan dengan kita yang masih memiliki tubuh sempurna tiada cacat apapun. Kita seringkali membuat pembenaran pribadi untuk mengabaikan perintah salat. Sakit sedikit, kita sudah merasa malas. Sibuk sedikit, kita langsung mencari alasan untuk menunda salat tepat waktu.

Tidakkah kita malu dengan difabel seperti mereka?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun