Setiap hari, di depan rumah selalu lewat paling sedikit 10 orang penjual aneka macam barang. Mulai dari penjual sayur, tahu tempe,bakso, daging ayam, buah, roti, es puter, bunga, hingga perlengkapan rumah tangga. Setiap kali lewat itu pula mereka selalu menawarkan dagangannya pada warga yang ada di satu gang rumah tempat tinggalku.
Sekarang coba ingat-ingat kembali, berapa kali kita membeli makanan pada penjual yang lewat di depan rumah itu? Sekali, dua kali, atau hingga saat ini malah belum pernah membeli dagangan mereka karena lebih suka belanja di minimarket yang lebih moderen?
Meskipun kita tidak ada niat membeli, meskipun semua orang dalam satu gang di komplek rumah saya itu tidak ada yang membeli, toh si penjual makanan itu tetap lewat setiap hari di depan rumah.
Mengapa?
Karena dalam hati mereka selalu ada sepercik harapan, "Kalau tidak hari ini, mungkin esok ada yang membeli"
Dalam marketing, apa yang dilakukan oleh si penjual ini merupakan salah satu teknik pemasaran yang harus dilakukan tenaga penjual.Â
Tawarkan terus produk kita pada calon pembeli. Hari ini boleh tidak berminat, esok mungkin menolak, tapi lusa siapa tahu membeli.
Kita tidak akan pernah tahu bukan? Siapa sangka kemarin kita merasa tidak butuh, tapi hari ini tiba-tiba ingin merasakan jajanan tradisional kue Putu yang dijual keliling rumah per rumah.
Saya pernah mengalami momen kebutuhan mendadak seperti itu. Ceritanya, berkali-kali penjual tangga aluminium lewat depan rumah dan menawarkan dagangannya, selalu saya tolak.Â
Ndilalah, suatu hari plafon ruang tamu jebol akibat kucing liar bertengkar. Tanya tetangga kiri kanan, mereka tak punya tangga yang bisa dipinjam.Â
Kok ya kebetulan dan memang sudah ditakdirkan Tuhan, si penjual tangga itu lewat di depan rumah. Tanpa tawar menawar, langsung saja saya beli satu-satunya tangga aluminium yang dia jual saat itu.
Saat memimpin tim penjualan, saya selalu menekankan pentingnya strategi ala penjual keliling ini. Tawarkan terus, informasikan produk kita pada calon pembeli, sekalipun mereka menolaknya berkali-kali.Â
Ada pengalaman menarik yang pernah saya alami saat saya masih baru berjualan. Suatu ketika, seorang calon klien dengan nada sedikit jengkel dan marah mengatakan pada saya, "Sudah saya bilang, saya tidak tertarik dengan penawaranmu. Jangan pernah memberi brosur atau menelpon saya lagi!"
Kebanyakan anak buah saya yang rata-rata baru menjadi tenaga penjualan mungkin sudah menyerah dengan penolakan seperti ini. Tapi saya tidak.Â
Saya tetap memberi penawaran dan menginformasikan produk yang saya jual, namun tidak secara langsung kepada klien yang bersangkutan. Bisa melalui sekretarisnya, atau sekedar menaruh brosur di meja resepsionisnya.
Beberapa bulan kemudian, sekretaris calon klien tersebut menelpon dan meminta waktu untuk bertemu.Â
Ketika tiba di kantor, saya dipersilahkan masuk ke ruangan dan bertemu langsung dengan calon klien yang pernah marah-marah menolak penawaran saya.
Tahu apa yang dikatakannya?
"Saya sebenarnya sudah banyak menerima penawaran serupa, baik dari sesama sales dari perusahaanmu maupun dari sales perusahaan lain. Tapi, karena kamu yang pertama kali menawari saya dan terus menginformasikan produkmu, jadinya namamu yang saya ingat pertama kali saat saya butuh produkmu ini."
Begitulah, kita tidak akan pernah tahu esok hari. Kita tidak akan bisa menduga perubahan hati seseorang. Karena, siapa yang bisa menggerakkan hati kita untuk membeli? Siapa yang bisa merubah pendirian kita, dari yang semula menolak menjadi meminta/berkeinginan?
Tiada lain cuma Dia Yang Maha Membolak-balikkan hati.