Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cara Membedakan Pakar Asli dan Pakar Imitasi

6 Agustus 2020   09:23 Diperbarui: 7 Agustus 2020   06:03 2003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Untuk membedakan mana pakar asli dan pakar imitasi, kita bisa memakai pendekatan model persuasi (ilustrasi: unsplash.com/Austin Disel)

Lalu, bagaimana caranya kita bisa membedakan pakar asli dan pakar imitasi?

Keahlian seseorang seringkali tak lepas dari bagaimana caranya ia dapat membujuk atau membuat orang lain percaya bahwa ia adalah ahli. Baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuannya. Di sinilah kemudian teknik persuasi menjadi penting bagi seorang ahli.

Untuk membedakan mana pakar asli dan pakar imitasi, kita bisa memakai pendekatan model persuasi dari Aristoteles. Dalam karya tulisnya yang terkenal, Retoric (Retorika), Aristoteles memperkenalkan 3 model persuasi yang sudah kita kenal baik: Ethos, Pathos dan Logos.

"Jenis pertama tergantung pada karakter pribadi pembicara; yang kedua tentang menempatkan audiens ke dalam kerangka pikiran tertentu; yang ketiga pada bukti nyata."

Ethos dalam bahasa Yunani berarti karakter. Ketika digunakan dalam konteks retorika atau narasi , itu merujuk pada otoritas atau kredibilitas pembicara.

Misalnya, jika kamu sakit parah (kuharap itu tidak terjadi), kamu mungkin lebih memercayai nasihat dokter daripada teman. Tentu, temanmu itu mungkin telah banyak 'googling' di situs-situs kesehatan atau kedokteran. Tetapi dokter memiliki otoritas dan pengalaman. Dia sudah terlatih selama bertahun-tahun dan merawat ribuan pasien.

Meski begitu, bukan berarti kamu tidak bisa mempercayai nasihat teman atau orang terdekat lainnya. Orang-orang awam juga dapat membangun kredibilitasnya melalui pengalaman emosional mereka.

Kamu dapat memercayai nasihat teman atau orang tercinta yang pernah sakit parah dan menceritakan pengalaman sakitnya itu. Inilah yang disebut pendekatan "pathos" atau emosi.

Namun, cerita seseorang hanya dapat dipercaya apabila disertai dengan logika atau fakta (logos). Pathos akan dianggap sebagai kesalahan logis (logical fallacy) jika kita tidak memiliki bukti faktual untuk mendukung ceritanya.

Menggunakan logos berarti kita memperlihatkan bukti  untuk menunjukkan bahwa metode kita berfungsi, bahwa posisi kita solid, bahwa klaim kita akurat.

Sama seperti kasus Hadi Pranoto yang mengklaim menemukan obat Covid-19 dan berhasil menyembuhkan ribuan orang. Kita hanya mendengar ceritanya saat diwawancarai Anji. Apakah kemudian kita percaya atau tidak klaim tersebut, kita bisa menentukannya lewat model pendekatan persuasi Aristoteles:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun