Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bisakah Kita Berhenti Berjabat Tangan Saat Pandemi Corona?

23 Maret 2020   08:11 Diperbarui: 23 Maret 2020   08:10 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di tengah suasana krisis kesehatan akibat pandemi corona, berjabat tangan menjadi ritual yang terlarang (foto: unsplash.com/Chris Liverani)

"Pak, kata pak dokter di masjid tadi, kita gak boleh salaman dulu. Soalnya bisa kena penyakit covid nineteen," kata si kecil sepulangya dari sholat Maghrib di masjid.

Di tengah pandemi covid-19 ini, masjid di komplek perumahan saya masih dibuka untuk sholat berjamaah. Untuk mengantisipasi penyebaran virus, pengurus masjid menyediakan sabun di tempat wudhu dan hand sanitizer di setiap pintu masjid.

Tak hanya itu, pengurus masjid juga mendatangkan dokter untuk memberi ceramah singkat tentang wabah corona dan cara mencegah penyebaran virusnya. Salah satunya seperti yang dikatakan anak saya adalah dengan tidak bersalaman atau berjabat tangan.

Memang, salaman atau jabat tangan seakan menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual sholat, terutama dalam kultur jamaah Nahdliyin. Usai mengucap salam, selalu ada jamaah di kanan kiri yang mengajak salaman.

Jabat Tangan Diharamkan Saat Pandemi Corona

Kemudian, kebiasaan itu mendadak terganggu. Di tengah suasana krisis kesehatan akibat pandemi corona, berjabat tangan menjadi ritual yang terlarang.

Praktisi kesehatan "mengharamkan" jabat tangan dengan alasan mudah menjadi media penyebaran virus.

"Jabat tangan adalah ide yang sangat buruk, dari sudut pandang penyakit menular," kata Dr. Mark Sklansky, profesor dan kepala kardiologi pediatrik di UCLA Mattel Children's Hospital.

Adalah Oliver Wendell Holmes, penyair, profesor, dan dokter, yang pada  1843 melaporkan bahwa demam persalinan yang umum dan mematikan pada wanita disebabkan oleh kuman yang dikirim dari tangan dokter dan perawat. Itu adalah salah satu dari beberapa penemuan yang mengarah pada rekomendasi bahwa dokter harus mencuci tangan. Pada awal 1900-an, risiko kesehatan dari jabat tangan itu dilaporkan dalam literatur medis.

Risiko penyebaran virus dan kuman penyakit dari gerakan berjabat tangan lebih diakibatkan kecenderungan manusia untuk sering menyentuh wajah. Ini menyebabkan kuman yang tertempel di tangan bisa masuk ke mata, hidung dan mulut. Sebuah studi observasional yang diterbitkan dalam American Journal of Infection Control menemukan bahwa mahasiswa kedokteran menyentuh wajah mereka 23 kali dalam satu jam, rata-rata.

Sejarah Jabat Tangan dan Simbolnya

Padahal, berjabat tangan sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Jabat tangan telah ada dalam beberapa bentuk atau lainnya selama ribuan tahun peradaban manusia.

Salah satu teori populer tentang asal usul jabat tangan adalah gerakan itu dimulai sebagai cara menyampaikan niat damai. Dengan mengulurkan tangan kosong mereka, orang asing dapat menunjukkan bahwa mereka tidak memegang senjata dan tidak memiliki niat jahat terhadap satu sama lain.

Beberapa orang bahkan mengatakan bahwa gerakan naik-turun jabat tangan bisa menghilangkan pisau atau belati yang mungkin disembunyikan di lengan baju. Namun penjelasan yang lebih mendekati maknanya adalah bahwa jabat tangan merupakan simbol dari itikad baik ketika membuat sumpah atau janji. Saat mereka menggenggam tangan, orang-orang menunjukkan bahwa kata-kata mereka adalah ikatan suci.

Salah satu penggambaran jabat tangan paling awal ditemukan pada abad kesembilan SM yang menunjukkan Raja Asiria Shalmaneser III berjabat tangan dengan penguasa Babel untuk menyegel aliansi. Homer, penyair epik menggambarkan gerakan jabat tangan beberapa kali dalam "Iliad" dan "Odyssey," paling sering dalam kaitannya dengan janji dan menunjukkan kepercayaan.

Dalam perkembangannya, salaman telah menjadi etiket pergaulan sehari-hari. Hal ini dipopulerkan oleh Quaker pada abad ke-17, yang memandang genggaman tangan sederhana sebagai alternatif yang lebih egaliter daripada membungkuk atau memberi tip.

Boleh Berjabat Tangan, Asalkan Cuci Tangan

Karena sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, tentu sulit bagi kita untuk menghilangkannya, meski untuk sementara waktu. Ada rasa canggung saat kita harus menolak jabat tangan dari seseorang yang tidak mengerti atau tidak mau tahu dengan himbauan para pakar kesehatan. Lalu, bagaimana cara menyikapi hal ini?

Sebisa mungkin kita memang harus menghindari jabat tangan. Namun, bukan berarti tindakan ini terlarang sama sekali. Kita masih bisa berjabat tangan dengan catatan harus memperhatikan 2 hal ini:

  • Cuci tangan dengan sabun/hand sanitizer setiap kali usai berjabat tangan
  • Jangan menyentuh wajah setelah berjabat tangan

Berjabat tangan memang bisa membuat virus/kuman penyakit menempel di tangan kita. Tapi, dengan tindakan pencegahan berupa mencuci tangan dan tidak menyentuh wajah, ini akan meminimalisir risiko penularan virus pada diri kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun