Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Jadilah Pasien yang Cerdas, Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

14 November 2019   11:09 Diperbarui: 15 November 2019   01:59 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi antibiotik (sumber gambar diolah dari canva.com)

Ketika ilmuwan Alexander Fleming memperhatikan noda jamur pada cawan petri bakkteri-nya di tahun 1928, ia memulai revolusi di seluruh dunia tentang cara kita memerangi penyakit.

Fleming menemukan bahwa jamur yang tumbuh di cawan petri berisi bakteri staphylococcus ini berhasil membunuh bakteri di sekitarnya, dan memenangkan pertempuran atas wilayah dan nutrisi yang terdapat di cawan kecil.

Fleming juga menemukan bahwa zat yang sama mencegah pertumbuhan banyak jenis bakteri lainnya. Dia akhirnya mengisolasi zat tersebut dan memberinya nama "penicilin", sesuai nama jamurnya, Penicilium notatum.

Pada 1929, Fleming mempublikasikan hasil penelitiannya tersebut. Namun, baru pada 1930 hasil penelitian Fleming ditemukan oleh Howard Walter Florey dan Erns Boris Chain.

Keduanya lantas menguji penisilin terhadap manusia sakit. Pengujian kedua peneliti kesehatan Inggris ini menunjukkan bahwa obat baru ini memiliki potensi luar biasa.

Cara Kerja Antibiotik

Penisilin bekerja dengan menargetkan dinding sel, cangkang tebal yang melindungi bakteri dari lingkungannya. Biasanya, bakteri terus-menerus mencerna dan menumbuhkan kembali dinding selnya untuk menggantikan serpihan sel yang hilang.

Karena adanya zat lain yang menyerang dinding sel, bakteri tersebut tidak dapat menumbuhkan dinding sel yang semestinya sudah harus diganti. Zat yang menyerang pertumbuhan bakteri ini kemudian populer disebut antibiotik.

Beberapa antibiotik lain bekerja dengan metode berbeda, tetapi masing-masing antibiotik membunuh bakteri dengan menargetkan komponen tertentu dari siklus hidup mereka dan mengacaukannya.

Beberapa antibiotik mencegah bakteri mereplikasi DNA mereka. Yang lain memblokir bakteri dari membangun protein baru. Ada pula yang memblokir bakteri dari membawa nutrisi ke dinding sel mereka, sehingga membuat mereka kelaparan dan akhirnya mati.

Penemuan penisilin, yang merupakan pemicu dan rangsangan besar untuk mencari antibiotik-antibiotik lainnya tak pelak merupakan salah satu penemuan terbesar abad kedua puluh. Berkat penemuannya ini, pada 1945  Alexander Fleming diganjar hadiah Nobel Kesehatan bersama dengan Florey dan Chain.

Penemuan mereka telah menyelamatkan ratusan juta nyawa dan telah mengendalikan penyakit yang mematikan. Sejak ditemukan pertama kali, antibiotik telah lama dianggap sebagai "peluru perak" dalam pertempuran melawan bakteri mematikan.  

Berkembangnya Bakteri Super yang Resisten Terhadap Antibiotik

Namun, lebih dari satu abad sejak antibiotik pertama ditemukan, ada masalah baru dengan senjata pilihan ini. Para ilmuwan telah menemukan adanya "bakteri super" yang kebal antibiotik. Bakteri yang mampu memblokir antibiotik yang pernah mendegradasinya. Para ilmuwan juga mempelajari dan berhasil mengungkapkan bahwa konsumsi antibiotik dapat memiliki efek samping yang menghancurkan. 

Antibiotik dapat memusnahkan mikrobioma bermanfaat yang berdiam di usus, kulit, dan area tubuh lainnya. Antibiotik bukan lagi obat mujarab seperti yang yang dulu kita anggap.

Bagaimana Bakteri Bisa Kebal Terhadap Antibiotik?

Setiap antibiotik membunuh bakteri melalui metode yang sangat spesifik, dengan menargetkan satu jalur spesifik dalam tubuh bakteri. Proses ini bekerja di hampir semua kasus, dan membunuh setidaknya 99,9% dari semua bakteri.

Tetapi, masih ada 0,1% atau kurang dari bakteri yang diserang tersebut, melalui kebetulan murni mengalami mutasi yang mencegah antibiotik ini bekerja.

Mungkin dinding sel mereka sedikit lebih tebal, sehingga antibiotik tidak bisa menembusnya. Mungkin mereka membuat membran dari molekul yang sedikit berbeda, yang tidak terganggu oleh antibiotik.

Mungkin juga mereka mengenali antibiotik sebagai zat berbahaya dan tidak membawanya ke bagian dalam sel. Yang jelas, sisa dari populasi bakteri ini berhasil bertahan hidup dan melalui beberapa proses mutasi, kini dapat berkembang biak dengan sangat cepat.

"Superbug" adalah istilah untuk bakteri yang resisten terhadap satu atau lebih antibiotik. Yang memperburuk situasi, bakteri suka bertukar DNA satu sama lain. Mereka terus-menerus menjatuhkan potongan-potongan DNA di lingkungan mereka.

"Hei, ada DNA yang jatuh nih. Kok gak ada yang menggunakannya ya? Ya sudah, aku masukkan saja ke dalam sel dan kugunakan sendiri," kata sebuah bakteri.

Seperti itulah ilustrasi sederhananya. Satu bakteri menjatuhkan DNA resisten, ditemukan bakteri lain dan kemudian mereka berkembang biak dengan cepat. Bisa kita bayangkan sendiri betapa resistensi antibiotik melonjak dari satu spesies bakteri ke spesies lain dengan skala pertumbuhan yang sangat cepat.

Antibiotik Juga Membunuh Bakteri Baik yang Dibutuhkan Tubuh Manusia

Namun, "superbug" bukan satu-satunya efek negatif potensial dari konsumsi antibiotik, terutama dalam jumlah besar. Salah satu efek dari konsumsi antibiotik yang baru saja dipertimbangkan adalah pengaruhnya terhadap populasi bakteri asli kita sendiri.

Di dalam tubuh kita, terdapat sejumlah besar bakteri yang hidup di saluran usus. Pada individu yang sehat, bakteri ini ada yang selaras dengan tuan rumahnya, yakni tubuh manusia yang mereka huni.

 Mereka melakukan tugas-tugas penting seperti menyintesis vitamin, membantu pencernaan makanan, dan membantu menjaga sistem kekebalan tubuh kita.

Bakteri-bakteri ini  tidak mengancam, dan mengisi celah yang berbeda untuk mencegah patogen , bakteri berbahaya agar tidak mendapat pijakan di dalam tubuh yang dihuninya.

Ketika kita minum antibiotik, saluran pencernaan kita seperti dibombardir. Antibiotik ini membunuh bakteri jahat - tetapi juga bakteri baik. Antibiotik saat ini tidak dapat membedakan mana yang harus dibunuh dan mana yang harus tetap dipertahankan hidup.

Antibiotik menyelamatkan hidup dengan membunuh bakteri menular, tetapi mereka adalah pembunuh tanpa pandang bulu. Hilangnya bakteri baik dapat membuat seseorang rentan terhadap masalah kesehatan pasca-antibiotik.

Antibiotik juga dapat memicu reaksi alergi, dan mereka dapat mengganggu mikrobioma usus dengan cara yang menyebabkan atau berkontribusi pada penyakit radang usus dan masalah kesehatan lainnya.

Mudahnya pemberian resep antibiotik

Meskipun efek negatif antibiotik sudah diketahui oleh para ilmuwan, banyak dokter yang memberi resep antibiotik sama mudahnya dengan meminta pasiennya minum air putih.

Dokter masih meresepkan antibiotik secara teratur untuk berbagai kondisi, mulai dari flu hingga infeksi telinga hingga radang tenggorokan dan infeksi saluran kemih. Bahkan ketika kita sakit gigi, salah satu obat yang hampir pasti ada dalam resep dari dokter gigi adalah antibiotik!

Mudahnya para dokter memberi resep antibiotik juga tak lepas dari permintaan pasiennya sendiri. Para pasien ini masih termakan dogma lama, bahwa pil ini bisa membunuh sumber penyakit yang mereka derita.

Pasien Anak Paling Rentan Terhadap Antibiotik

Ironisnya, mudahnya pemberian antibiotik ini justru sebagian besar menyentuh pasien anak-anak. Sakit batuk, antibiotik. Sakit panas, antibiotik.

Flu karena habis hujan-hujanan, langsung diberi antibiotik. Klinik dokter anak dipenuhi dengan pasien anak yang hampir setiap 1-3 minggu datang kembali - kebanyakan - dengan keluhan yang sama, yaitu demam, batuk dan pilek. Padahal penyakit-penyakit tersebut disebabkan oleh virus, bukan bakteri.

Menurut almarhum Prof.Dr. Iwan Darmansjah, Sp.FK, Guru Besar Emeritus Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, penggunaan antibiotik untuk populasi pediatrik (pasien anak) perlu memperoleh perhatian khusus karena kecenderungan pemakaian yang berlebihan.

Dalam sebuah simposium antibiotik, Iwan Darmansjah yang pernah menjabat Ketua Panitia Penilai Obat Jadi pada Departemen Kesehatan RI ini meminta perhatian khusus pada penggunaan antibiotik jenis antimikroba, misalnya penisilin yang disuntikkan, dan tetrasiklin.

Antibiotik jenis itu, terbukti, merupakan penyebab timbulnya efek samping obat (ESO) dengan persentase paling tinggi.

Sementara dalam karya tulisnya yang berjudul Penggunaan Antibiotik Pada Anak, Iwan Darmansjah mengatakan, anak kecil, terutama bayi, membutuhkan pertumbuhan sehat tanpa antibiotik bila memang tidak ada kepastian infeksi kuman.

Di negara maju, obat untuk anak hanya sedikit digunakan karena anak sebenarnya merupakan mahluk yang jarang sakit, terutama bila diberi air susu ibu (ASI) yang cukup karena mengandung bahan-bahan imunitas tubuh secara alamiah.

Di Indonesia, peresepan antibiotik untuk penyakit virus masih marak (mungkin ~ 90%) dan hal ini menimbulkan terhambatnya pembentukan imunitas anak, (justru) memperpanjang lamanya penyakit dan membunuh bakteri yang baik dalam tubuh.

Kapan Seharusnya Kita Minum Antibiotik?

Antibiotik hanya boleh digunakan ketika terjadi infeksi bakteri dan tidak hilang dengan sendirinya.

Ambang batas yang lebih rendah untuk penggunaan antibiotik juga dapat digunakan jika orang tersebut jelas tidak sehat, atau bagi mereka yang memiliki penyakit serius lainnya atau sistem kekebalan yang lemah sehingga berisiko lebih besar mengalami komplikasi.

Penyakit virus tidak perlu diobati dengan antibiotik bila ditemukan tanpa komplikasi. Antibiotik, misalnya amoksisilin juga tidak tepat untuk dipakai rutin sebagai obat pencegah komplikasi karena komplikasi sangat jarang (mungkin ~ 2 - 3 %) terjadi dan bila terjadi-pun antibiotiknya harus yang terpilih khas dan khusus efektif untuk kuman yang akan menghinggapi, dan ini tidak bisa diramalkan.

Jadilah Pasien yang Cerdas dan Pintar Konsumsi Obat Antibiotik

Intinya adalah, jadilah pasien yang cerdas. Tubuh kita bukan bahan percobaan dan tong sampah obat-obatan. Jangan ragu untuk bertanya pada dokter terkait resep obat yang diberikan. Berikut beberapa tips untuk menghindari penyalahgunaan antibiotik:

  1. Jika dokter meresepkan obat, tanyakan apakah ada antibiotiknya dan apakah itu memang diperlukan untuk mengobati penyakit kita.
  2. Jika kita diberi resep antibiotik yang seharusnya dikonsumsi lebih dari dua minggu, patuhi jadwalnya! Jangan meminum semuanya lebih awal atau menghabiskan sebelum waktunya. Tetapi, juga jangan minum antibiotik melebihi batas waktu yang ditentukan dokter. Mengkonsumsi antibiotik dalam dosis parsial, atau hanya mengonsumsi antibiotik untuk sebagian dari aturan yang diberikan, memberi bakteri lebih banyak peluang untuk mengembangkan resistansi karena mereka hanya menerima paparan yang rendah terhadap obat.
  3. Jangan mengonsumsi antibiotik yang sudah lama, atau antibiotik yang diresepkan untuk orang lain! Antibiotik lama mungkin kurang manjur, sehingga memudahkan bakteri untuk bertahan hidup dan mendapatkan resistensi. Demikian pula, beberapa antibiotik mungkin efektif melawan satu jenis bakteri tetapi tidak pada kelompok lain; jangan minum antibiotik yang ditujukan untuk bakteri usus jika kita sedang berjuang melawan infeksi telinga!
  4. Pertimbangkan jenis infeksi dan jangan minum antibiotik untuk penyakit yang bukan bakteri. Antibiotik membunuh bakteri, tetapi mereka tidak melakukan apa pun terhadap virus. Jika kita masuk angin, yang disebabkan oleh virus, antibiotik tidak akan melakukan apa pun untuk mengobatinya dan itu malah akan memberikan peluang lain bagi bakteri untuk mengembangkan resistensi.
  5. Jangan menekan dokter untuk meresepkan antibiotik yang tidak perlu. Antibiotik memang obat yang ampuh dan bisa berarti perbedaan antara hidup dan mati untuk beberapa infeksi bakteri. Justru karena alasan inilah kita harus berhati-hati dengan penggunaannya, untuk mencegah timbulnya bakteri yang kebal antibiotik, atau "superbug".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun