Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang Perjuangan Lasjkar Hisboellah dalam Pertempuran 10 November 1945

10 November 2019   10:19 Diperbarui: 10 November 2019   10:38 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pejuang dari Malang, termasuk Lasjkar Hisboellah saat berangkat ke pertempuran Surabaya (sumber foto: perpusnas.go.id melalui merdeka.com)

Suasana tegang dan mencekam menyelimuti Kota Surabaya. Ultimatum balatentara Inggris di Surabaya pada tanggal 9 November 1945 sudah menyebar luas. Menyusul terbunuhnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby di Jembatan Merah pada 30 Oktober 1945, Inggris mengultimatum semua orang Indonesia di Surabaya untuk meletakkan senjata dan menyerahkan diri.

Ultimatum tersebut dijawab Bung Tomo dengan pidatonya di siaran radio yang mengatakan rakyat Indonesia, khususnya Arek-Arek Suroboyo tidak akan menyerah begitu saja. Pidato Bung Tomo ini kemudian membakar semangat para pejuang untuk bersiap menghadapi serangan tentara Inggris.

Pejuang-pejuang di daerah lain sudah bersiap untuk datang ke Surabaya dan bergabung bersama pejuang Surabaya mempertahankan kota. Di antara elemen pejuang yang datang dan ikut berjuang, sepak terjang Lasjkar Hisboellah dalam pertempuran 10 November 1945 patut diperhitungkan dan dikenang.

Mobil dari Brigjen A.W.S Mallaby yang diledakkan pejuang Indonesia di Jembatan Merah (foto koleksi KITLV no. 44724)
Mobil dari Brigjen A.W.S Mallaby yang diledakkan pejuang Indonesia di Jembatan Merah (foto koleksi KITLV no. 44724)

Pecahnya Pertempuran 10 November 1945

Pukul 03.00 dinihari tanggal 10 November 1945, pimpinan Lasjkar Hisboellah Surabaya menggerakkan pasukannya yang berada di markas utama jalan Kepanjen. Mereka diperintahkan menuju sasaran musuh yang berada di Tanjung Perak dengan mengambil garis awal di jalan jurusan Jembatan Merah menuju ke barat hingga jalan Gresik.

Sementara itu, pasukan cadangan diposisikan menempati garis pertahanan sepanjang viaduk dari Kantor Gubernur sampai lapangan Pasar Turi. Kekuatan Lasjkar Hisboellah Surabaya pada waktu itu hanya berjumlah 300 orang.

Tepat pukul 06.00, suara sirine menggaung ke seantero kota Surabaya. Tak lama kemudian, rentetan tembakan dari darat, laut dan udara memenuhi setiap penjuru kota, menandakan dimulainya penyerangan pasukan Inggris ke Surabaya.

Ratusan tank dan panser mulai melaju dari arah Tanjung Perak menuju tengah kota. Mereka dihadang oleh para pejuang yang bersenjatakan seadanya, hasil rampasan dari tentara Jepang yang sudah menyerah.

Pertempuran hari pertama praktis dikuasai tentara Inggris. Pasukan Inggris yang didahului kendaraan tempur mereka berhasil menerobos masuk ke tengah kota. Bahkan markas Lasjkar Hisboellah di Kepanjen luluh lantak. Banyak pejuang yang gugur karena saat itu markas mereka hanya diisi regu kesehatan. Sementara pejuang lainnya sudah disebar ke seantero kota Surabaya.

Di hari kedua, para pejuang akhirnya berhasil mengadakan perlawanan. Lasjkar Hisboellah Surabaya Timur yang dipimpin Achiyat terlibat pertempuran menahan tentara Inggris yang bergerak menuju ke jalan Kampeman.

Mereka bahkan mampu memukul mundur tentara Inggris sampai ke Stasiun Semut. Di sana, Lasjkar Hisboellah kemudian bergabung dengan pasukan BKR (Barisan Keamanan Rakjat) sektor Surabaya Timur yang dipimpin Mayor Kadim Prawirodirjo. Lasjkar Hisboellah kemudian menempati garis pertahanan di daerah Kebon Rojo.

Seakan tidak ada jeda waktu istirahat, malam harinya Lasjkar Hisboellah tetap melakukan penyerangan terhadap tentara Inggris. Mereka melempari sekelompok tentara Sekutu yang sedang berpatroli di jalan Niaga dengan granat tangan. Mendapat serangan tersebut, tentara Inggris membalasnya dengan menembakkan peluru dari tank-tanknya secara membabi buta ke arah pejuang Indonesia.

Serangan terus menerus yang dilakukan tentara Inggris akhirnya membuat Lasjkar Hisboellah meninggalkan kawasan Kebon Rojo dan bergerak menuju kawasan Don Bosco. Di sana mereka bergabung dan berjuang bersama pasukan BKR yang tengah menahan laju tentara Inggris yang hendak menuju arah Embong Malang.

Lasjkar Hisboellah dan pasukan BKR kemudian bergabung dengan pasukan lain yang sudah berada di Gubeng hingga Wonokromo. Masing-masing pasukan lalu mendirikan markas untuk memudahkan koordinasi perjuangan. Lasjkar Hisboellah sendiri memilih markas di Gedung Konsulat Inggris yang kosong di jalan Sumatra. Saat itu, Lasjkar Hisboellah menyerahkan pucuk pimpinan ke Mustakim Zen.

Peperangan sudah berjalan beberapa hari. Keunggulan personil dan persenjataan membuat pasukan tentara Inggris berhasil maju hingga menjangkau daerah Simpang. Lasjkar Hisboellah kemudian memindahkan markasnya ke kawasan Bungkul, Darmo.

Sambil menahan laju Panser tentara Inggris yang melewati jalan Darmo menuju Wonokromo, sebagian pejuang Lasjkar Hisboellah bergerak ke arah Waru untuk membuat pos-pos pengiriman perbekalan ke garis depan. Di sana, mereka menerima bantuan dari Lasjkar Hisboellah sektor Sepanjang yang dipimpin Chamim Tohari dan Abdul Mukti.

Sementara itu, pertempuran sengit terjadi di tengah kota Surabaya. Lasjkar Hisboellah sektor Surabaya Tengah yang dipimpin Husaini Tiway bertempur mempertahankan kawasan Tunjungan, Kaliasin, dan Darmo bersama BKR dan pasukan lainnya. Mereka sempat menahan laju tentara Inggris yang hendak menuju ke selatan.

Aksi Heroik Dua Anggota Lasjkar Hisboellah Gresik di Pertempuran 10 November 1945

Pertempuran seru juga terjadi di kawasan Surabaya Barat. Lasjkar Hisboellah sektor Surabaya Barat yang mendapat bantuan dari Lasjkar Hisboellah Gresik melakukan penghadangan terhadap tank-tank tentara Inggris di Sawahan. Dalam pertempuran ini, dua anggota Lasjkar Hisboellah Gresik Moh. Maksoem dan Achyak melakukan aksi kamikaze dengan mengejar sebuah kendaraan tank Inggris. Setelah mendekat, keduanya meloncat ke atas tank lalu melemparkan granat dan bom ke bagian dalam tank. Kedua orang ini pun gugur bersama meledaknya tank tentara Inggris tersebut.

Gugurnya dua anggota Lasjkar Hisboellah Gresik ini sempat disebut-sebut Bung Tomo dalam siaran radionya yang menggelorakan semangat para pejuang. Siaran perjuangan Bung Tomo juga membakar semangat Lasjkar Hisboellah di daerah lain untuk ikut berjuang di kota Surabaya. Gelombang bantuan pun berdatangan. Hampir seluruh kesatuan Lasjkar Hisboellah di berbagai daerah di Jawa Timur mengirimkan para pejuangnya ke Surabaya. Mulai dari Situbondo, Bondowoso, Malang hingga Blitar dan Tulungagung.

Menghadapi perjuangan arek-arek Suroboyo ini, Inggris sempat kewalahan. Sudah hampir sebulan mereka bertempur, tapi pasukan Inggris belum bisa menguasai kota Surabaya sepenuhnya. Padahal persenjataan mereka sangat lengkap dan kekuatan tentara mereka juga semakin banyak dan serangannya semakin gencar.

Namun menghadapi strategi perang gerilya yang diterapkan di area perkotaan Surabaya, kekuatan besar dari tentara Inggris seolah tak berarti. Berkali-kali daerah yang sempat mereka kuasai bisa direbut oleh para pejuang Indonesia.

Gagalnya Peledakan Jembatan Wonokromo 

Pada minggu terakhir bulan November, pasukan Inggris baru bisa menguasai 4/5 bagian kota Surabaya. Para pejuang di Surabaya pun sadar bahwa kekuatan mereka tidak mampu mengimbangi besarnya angkatan perang Inggris yang diterjunkan dengan persenjataan lengkap.

Karena itu, mereka menumpuk kekuatannya untuk mempertahankan daerah Surabaya Selatan yakni wilayah Gunungsari yang akan menjadi sasaran pasukan Inggris berikutnya. Untuk merebut daerah itu, pasukan Inggris melancarkan serangan besar-besaran pada tanggal 26 November 1945. Pada hari itu juga pihak Inggris menetapkan bahwa seluruh wilayah Surabaya harus sudah dikuasai.

warga Tionghoa di Surabaya bersiap mengungsi saat pertempuran 10 November 1945 (foto koleksi KITLV no. 44715)
warga Tionghoa di Surabaya bersiap mengungsi saat pertempuran 10 November 1945 (foto koleksi KITLV no. 44715)

Menghadapi serangan besar ini, para pejuang berusaha menghancurkan jembatan Wonokromo agar gerakan tentara Inggris bisa ditahan. Usaha tersebut mengalami kegagalan karena jumlah dinamit dan peledak yang dimiliki para pejuang Indonesia terlalu sedikit untuk dapat menghancurkan jembatan tersebut. Tentara Inggris akhirnya berhasil merangsek maju dan menggempur para pejuang yang  bertahan di sebelah selatan sungai Wonokromo.

Pertempuran di daerah Wonokromo ini berlangsung selama tiga hari. Kekuatan pejuang Indonesia yang tidak sebanding membuat daerah Wonokromo dan Darmo dapat dikuasai Inggris pada tanggal 28 November 1945. Setelah berhasil menguasai wilayah tersebut, pasukan Inggris terus bergerak maju menuju ke selatan untuk merebut wilayah Gunungsari.

Serangan Besar di Gunungsari dan Jatuhnya Kota Surabaya ke Tangan Tentara Inggris

Para pejuang lalu bergabung dengan Lasjkar Hisboellah sektor Sepanjang yang dipimpin oleh Chamim Tohari dan Abdul Mukti, serta pasukan GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia) Kediri yang dipimpin Amir Fatah. Kedua pasukan ini sejak awal pertempuran Surabaya bertugas mempertahankan wilayah tersebut.

Dengan mengerahkan kekuatan satu formasi pasukan tank, tentara Inggris tidak membutuhkan waktu lama untuk merebut Gunungsari. Rentetan tembakan dari tank mereka menghancurkan meriam-meriam yang dimiliki para pejuang Indonesia. Tak hanya itu, pasukan Inggris juga membombardir wilayah Gunungsari dari udara.

Kondisi ini memaksa para pejuang Indonesia mundur ke arah Kedurus dan Karangpilang. Jatuhnya wilayah Gunungsari menandakan seluruh kota Surabaya sudah dikuasai pasukan Inggris.

Meskipun sudah dikuasai tentara Inggris, para pejuang tidak menyerah dan terus melakukan perlawanan untuk merebut kembali kota Surabaya. Dipimpin oleh Achmad dan Abid Saleh, Lasjkar Hisboellah terus menyerang tentara Inggris di kawasan perbatasan kota Surabaya. Markas Lasjkar Hisboellah sendiri telah dipindahkan ke selatan di pabrik kulit Wonocolo.

Serbuan Oemoem Surabaja

Setelah pertempuran terus menerus selama hampir 1 bulan, kota Surabaya akhirnya ditinggalkan oleh para pejuang pada tanggal 1 Desember 1945. Namun bukan berarti pasukan Inggris bisa bersantai dan mengontrol penuh seluruh wilayah Surabaya.

Serangan demi serangan masih dilakukan oleh pejuang secara sporadis. Seperti yang dilakukan oleh pasukan Lasjkar Hisboellah sektor Surabaya Selatan yang dipimpin oleh Mas Achmad. Hampir setiap malam mereka masuk kota dan mengganggu kedudukan musuh.

Begitu pula dengan Lasjkar Hisboellah sektor Surabaya Barat, yang kerap menyusup ke Surabaya bersama pasukan tentara pimpinan Saleh Hasan dan kompi Matosin. Gabungan pasukan ini masuk melalui daerah Lidah kemudian turun ke kuburan Kembang Kuning dan mengacaukan daerah Kun Bolevard.

Setelah Surabaya jatuh, para pejuang Indonesia beberapa kali melakukan serangan gabungan untuk merebut kembali kota Surabaya dari pendudukan tentara Inggris musuh. Serangan gabungan ini dinamakan Serbuan Oemoem Surabaja (SOS) dan terjadi dua kali, yakni pada pertengahan tahun 1947 dan awal tahun 1948.

Meskipun begitu, pasukan Inggris berhasil mempertahankan Surabaya. Mereka bahkan berhasil merangsek maju terus ke arah selatan. Berturut-turut setelah Surabaya, kota-kota lain di sekitarnya seperti Sidoarjo, Pasuruan hingga Malang juga ikut jatuh dan diduduki tentara Inggris yang saat itu membonceng tentara NICA.

***

Sejarah Singkat Terbentuknya Lasjkar Hisboellah

Lasjkar Hisboellah dibentuk pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Di tahun pertama pendudukannya, Jepang meminta kepada KH. Wahid Hasyim agar mengerahkan para santri untuk membantu Jepang dengan bergabung menjadi Heiho.

KH. Wahid Hasyim menyetujuinya, namun dengan syarat para santri yang nantinya diberi latihan militer, hanya dipergunakan sebagai laskar untuk pertahanan dalam negeri saja. Sebab, kata KH. Wahid Hasyim, mempertahankan sejengkal tanah air di dalam negeri akan lebih menggugah semangat para santri daripada bertempur di daerah yang letaknya jauh dari tanah air.

Pada 14 Oktober 1944, Pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia menyetujui dibentuknya Lasjkar Hisboellah di Jakarta. Laskar ini secara khusus beranggotakan pemuda-pemuda Islam se-Jawa dan Madura.

Berbekal pengetahuan militer modern dari tentara Jepang, para pemuda Islam kemudian kembali ke daerahnya masing-masing dan membentuk satuan-satuan paramiliter. Para kyai di pesantren-pesantren juga membentuk satuan-satuan paramiliter baru dan kelak disebut Sabilillah. Santri dan warga sekitar pesantren, adalah anggota utama dari pasukan Sabilillah ini.

Referensi:

Alwi, Des. 2012.  Pertempuran Surabaya: November 1945.  Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.

Ayyuhanafiq. 2013.  Garis Depan Pertempuran Lasykar Hizbullah. Yogyakarta: Azza Grafika.

Hasyim Latief. 1995.  Lasjkar Hisboellah. Surabaya: LTN PBNU.

Kuntowijoyo. 1997. Sejarah Perjuangan Hizbullah Sabilillah Divisi Sunan Bonang. Yayasan Bhakti Utama Surakarta dan MSI Yogyakarta.

Marwati Djoened Poesponegoro et. al. 1984. Sejarah Nasional Indonesia . Jilid 6. Jakarta : Balai Pustaka.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. 1986. 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: PT Citra Lamtoro Gung Persada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun