Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Ternyata, Tidak Semudah Itu Memberi Label Organik pada Produk Pertanian

6 September 2019   09:14 Diperbarui: 7 September 2019   16:09 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sewaktu memberi materi di acara workshop yang diadakan Bappeda Pemerintah Kabupaten Bondowoso dua hari lalu (4/9), saya bertemu dua teman kuliah. Keduanya suami istri yang bekerja di Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian Pemerintah Kabupaten Bondowoso. 

Di luar trademark-nya sebagai Kota Tape, Bondowoso juga dikenal dengan pertanian organiknya.

Usai melepas kangen dan mengenang masa-masa kuliah dulu, saya lantas bercerita tentang Pertanian Sehat Ramah Lingkungan (PSRL) yang dikelola Kelompok Tani Organik Mambal Lestari yang pernah saya kunjungi saat mengikuti Danone Blogger Academy.

Sekilas Pertanian Sehat Ramah Lingkungan di Desa Bongkasa Pertiwi

Sekitar 17 hektar lahan pertanian milik 58 anggota kelompok tani yang terletak di desa Bongkasa Pertiwi ini menerapkan sistem pertanian organik yang menghasilkan produk pertanian organik (Organic farming system and organic product). 

Pertanian organik ini diinisiasi sejak tahun 2012 berkat usaha pembinaan dari PT. Tirta Investama selaku produsen air mineral Aqua yang salah satu pabriknya terletak di Mambal.

Lewat program yang dinamakan Mambal Lestari ini, para petani di desa Bongkasa Pertiwi, Mambal mulai menerapkan Standar Organik Internal (SOI) demi meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian mereka. Prosedur SOI ini dimulai sejak persiapan lahan pertanian sampai pada pengelolaan panen dan pasca panen.

Program pembinaan yang dilakukan PT. Tirta Investama, Pabrik Mambal ini patut dicontoh dan merupakan sistem pertanian yang seharusnya dikembangkan para petani. 

Dengan begitu, akan terbentuk tata kelola pertanian yang bisa mengurangi terjadinya pencemaran terhadap lingkungan dan kualitas sumberdaya air serta produk pertanian yang sehat bagi masyarakat.

Namun, ada satu kelemahan yang saya amati dari program Pertanian Sehat Ramah Lingkungan di desa Bongkasa Pertiwi ini. Pada produk pertanian yang mereka kemas dan pasarkan, seperti Beras Sehat dan Teh Beras Merah, tidak ada sertifikat organik dari Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) yang sudah mengantongi akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN). 

Sementara pada label kemasan tertulis produk tersebut diproduksi Kelompok Tani Organik Mambal Lestari.

produk Beras Sehat yang diproduksi Kelompok Tani Mambal Lestari (dokpri)
produk Beras Sehat yang diproduksi Kelompok Tani Mambal Lestari (dokpri)

Dengan memakai kata "organik", konsumen yang membeli tentu akan berpikir hasil pertanian tersebut memang diproses secara organik atau tidak menggunakan dan tidak mengandung residu bahan kimia apapun mulai dari saat budidaya hingga pengolahan pasca panen. Ketiadaan penggunaan pestisida dan pupuk kimia menimbulkan anggapan bahan pangan tersebut lebih sehat dan bergizi tinggi.

Untuk itu, sertifikat organik pada produk pertanian sangat penting agar produk tersebut memperoleh pengakuan bahwa hasil dari pertanian yang diusahakan tersebut benar-benar bebas dari berbagai residu bahan kimia.

Menurut penjelasan Janarko dan Nining, dua teman saya yang sudah berpengalaman membina pertanian organik di Bondowoso, produk pertanian organik dan non organik tidak bisa dibedakan secara fisik. 

Karena itulah untuk memperkuat label organiknya, pencantuman label organik pada produk tersebut membutuhkan pengecekan dari lembaga terkait mulai dari tahap budidaya hingga penyimpanan benih.

beras organik Botanik produksi petani Desa Lombok Kulon, Bondowoso yang memiliki sertifikat organik (sumber foto: Friska Kalia melalui kbr.id)
beras organik Botanik produksi petani Desa Lombok Kulon, Bondowoso yang memiliki sertifikat organik (sumber foto: Friska Kalia melalui kbr.id)

Syarat Mendapatkan Label Organik

Masalahnya adalah, label organik ini didapat melalui proses panjang dengan biaya yang cukup mahal. Untuk mendapatkan sertifikat tersebut pun, harus melalui lembaga independen yang ditunjuk pemerintah.

"Yang berhak mengeluarkan sertifikat adalah lembaga independen yang ditunjuk oleh pemerintah di bagian pascapanen. Harganya Rp. 12 juta per tahun," ujar Profesor Anas D. Susila, ahli sayuran dan pertanian organik seperti dikutip dari CNNIndonesia.

Ada tahapan dan beberapa persyaratan untuk mendapatkan sertifikat organik. Selain itu, para petani harus mengisi beberapa formulir pendaftaran produk pangannya. Selanjutnya, akan ada proses pengecekan mulai dari proses budidaya hingga penyimpanan benih.

Proses pengecekan dan pencatatan ini meliputi keterangan dari petani mana, kapan dipanen, di petak nomer berapa lalu penyimpanan di baris mana. Selain itu menurut Nining, lahan pertanian organik juga harus terlokalisir. 

Artinya tidak boleh bercampur dengan lahan pertanian konvensional dan juga harus terhindar dari residu asap kendaraan bermotor. Begitu pula dengan sumber daya untuk pengairannya harus dipisahkan supaya air yang diserap tanaman pada lahan tersebut benar-benar bebas dari residu bahan kimia.

Namun yang saya lihat di desa binaan Aqua ini berbeda dengan penjelasan teman saya tersebut. Beberapa area sawah milik penduduk yang diberi label pertanian sehat terletak di tepi jalan raya. Selain itu, sumber mata airnya bercampur dengan sumber mata air yang mengaliri lahan pertanian konvensional.

Begitu rumitnya pengelolaan pertanian organik ini sehingga tak heran apabila produk pertanian organik harganya mahal, bisa mencapai enam kali lipat dibandingkan produk pertanian yang diusahakan secara konvensional. 

Selain proses budidayanya yang berbeda dan sangat hati-hati, mahalnya produk pertanian organik juga disebabkan pengurusan sertifikat organik yang membutuhkan biaya yang besar, bisa mencapai 12juta untuk satu sertifikat produk dengan masa berlaku satu tahun.

Selain tiadanya sertifikat organik pada produk pertaniannya, satu lagi kekurangan yang saya amati dari program CSR Danone Indonesia di desa Bongkasa Pertiwi ini adalah ketiadaan sertifikat PIRT dari Dinas Kesehatan setempat untuk produk pangan olahan. 

Seperti yang terlihat dari label kemasan nugget jamur yang diproduksi Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Mandala Sari ini.

nugget jamur produksi Bumdes Mandala Sari desa Bongkasa Pertiwi (dokpri)
nugget jamur produksi Bumdes Mandala Sari desa Bongkasa Pertiwi (dokpri)

Sertifikat PIRT ini penting dimiliki setiap industri rumah tangga karena menyangkut kepercayaan konsumen terhadap proses produksinya yang aman dan menyehatkan. Dengan memiliki sertifikat PIRT, berarti proses pengolahan pangan dari industri tersebut sudah dilakukan secara higienis sehingga aman untuk dikonsumsi.

Secara umum, apa yang sudah dilakukan PT. Tirta Investama melalui program Mambal Lestari di desa Bongkasa Pertiwi ini patut kita apresiasi. Sebagaimana komitmen perusahaan yang dikutip dari pendirinya Bapak Tirto Utomo bahwa  bisnis harus sejalan dengan kontribusi sosial perusahaan pada masyarakat. 

"Kami tidak hanya harus sukses dalam bisnis, namun juga sukses dalam sosial dan lingkungan."

Namun, alangkah baiknya apabila dalam pelaksanaan pembinaan tersebut PT. Tirta Investama juga menggandeng instansi terkait. 

Dalam hal ini adalah Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatan supaya produk pertanian maupun produk olahan pangan dari masyarakat disana memperoleh fasilitas sertifikasi pada produk yang dihasilkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun