Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pemimpin yang Terpilih dan Doa untuk Penguasa

28 Juni 2019   21:56 Diperbarui: 29 Juni 2019   09:36 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joko Widodo dan Prabowo Subianto berperlukan. (Gambar ilustrasi oleh Hari Prast via Tribunnews.com)

Babak final lomba balap mobil mainan anak-anak sebentar lagi akan dimulai. Hanya tersisa empat orang peserta dan masing-masing anak pun memamerkan mobil mainan buatan sendiri. Memang begitulah aturan permainannya, mobil yang dilombakan harus buatan sendiri.

Di antara empat finalis lomba, terdapat seorang anak yang mobilnya terlihat sama sekali tidak istimewa. Mobil mainannya dibuat dari kayu sederhana, dengan sedikit hiasan lampu kedip di atasnya. Saat ikut lomba di babak penyisihan, beberapa anak menertawakan mobil mainannya dan menyangsikan kekuatan mobil itu bisa berpacu melawan mobil lain yang hampir semuanya terlihat kuat dan mewah.

Beberapa saat kemudian terdengar pengumuman dari panitia bahwa babak final sudah siap dimulai. Masing-masing finalis sudah bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan, 4 mobil mainan "kebanggaan" lengkap dengan "pembalap" kecilnya sudah mengambil ancang-ancang untuk melaju.

Namun sebelum peluit dibunyikan, anak yang memiliki mobil "antik" dan sederhana itu meminta waktu sebentar. Ia kemudian tampak berkomat-kamit dengan mata terpejam dan tangan dirangkup seperti sedang berdoa. Semenit kemudian Ia berkata pada panitia lomba, "Ya, aku siap!" Lalu, "Priiit!" Perlombaan pun dimulai.

Dengan satu hentakan kuat, tiap anak mulai mendorong mobilnya sekuat-kuatnya. Semua mobil mainan lalu meluncur dengan cepat, memutari jalur lintasan yang berbentuk lingkaran. Para pendukung bersorak-sorai, bersemangat menjagokan mobilnya masing-masing. "Ayo .. ayo... cepat ... cepat, maju .. maju."

Tali lintasan finish telah terlambai. Dan ternyata pemenangnya adalah mobil yang kurang begitu bagus dan paling diragukan kemampuannya. Semuanya senang .. terutama anak pemilik mobil juara. Ia berucap dan berkomat-kamit lagi dalam hati. "Terima kasih, Tuhan!"

Sang juara lalu maju ke depan untuk menerima piala kebanggaan. Sebelum piala diserahkan, ketua panitia bertanya, "Ini dia jagoan balap kita. Kalau boleh tanya, kamu tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, ya?" 

Sang juara terdiam sejenak.

"Bukan, Pak, bukan itu yang aku panjatkan," kata anak tersebut. Ia lalu melanjutkan "Sepertinya tak adil untuk meminta pada Tuhan untuk menolongku mengalahkan orang lain. Aku hanya memohon pada Tuhan, supaya aku tak menangis jika aku kalah."

Semua orang yang hadir di arena balapan terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk tangan para hadirin memenuhi arena.

***

Cerita di atas menggambarkan realita keinginan kita. Seberapa sering kita berdoa kepada Tuhan supaya permintaan kita dikabulkan? Pernahkah kita menyadari bahwa permohonan kita kepada Tuhan mungkin saja merupakan sesuatu yang tidak diharapkan orang lain?

Misalnya dalam sebuah kompetisi, kita berdoa demi kemenangan sesuatu yang kita inginkan dan yang bisa menguntungkan kita. Begitu pula dengan orang lain, mereka berharap dan berdoa yang sama.

Ketika kemenangan itu terjadi, tentu ada pihak yang harus kalah dan dirugikan. Lalu pantaskah kita bersorak di atas kegembiraan bahwa Tuhan telah menjawab doa dan harapan kita, sementara ada orang lain yang harus kecewa dan menderita?

"Kayaknya Tuhan belum mau mengabulkan doa kita," kata seorang teman pendukung Prabowo-Sandi mengomentari putusan sidang MK yang menolak gugatan Tim Hukum BPN Prabowo-Sandi atas penetapan hasil pilpres 2019.

Sebagaimana ilustrasi lomba balap mobil anak-anak di atas, pemilu dan pilpres tak ubahnya sebuah kompetisi. Jauh hari semenjak kedua pasangan calon ditetapkan KPU, para pendukungnya tentu berhadap dan berdoa semoga calon presiden pilihan mereka bisa memenangkan kompetisi ini.

Lalu ketika takdir kemenangan itu jatuh pada salah satu pasangan calon, apakah pantas jika kemudian kita menyalahkan Tuhan dan berpikir negatif bahwa Tuhan belum mengabulkan doa kita?

Tidakkah kita sadari, bahwa bukan hanya kita satu-satunya yang berdoa untuk kemenangan calon presiden pilihannya. Ratusan juta rakyat Indonesia juga memiliki harapan dan doa yang sama.

Tuhan selalu menjawab dan mengabulkan doa setiap hamba-Nya, dengan cara-cara yang dikehendaki-Nya sendiri. Tuhan Mahatahu apa yang terbaik bagi setiap hamba-Nya yang meminta dan berharap kepada-Nya.

Jika harapan dan doa kita supaya calon pemimpin bangsa yang kita inginkan ini bisa terpilih dalam kontestasi pilpres ternyata meleset, itu bukan berarti Tuhan belum mau mengabulkan doa kita. Tuhan sudah menjawab dan mengabulkan doa kita dan doa jutaan rakyat Indonesia lainnya melalui cara-Nya sendiri.

Dalam Islam, Rasulullah SAW menjelaskan cara Allah menetapkan seorang penguasa, yaitu: Kama takununa yuwalla 'alaikum (sebagaimana keadaan kalian, demikian pula ditetapkan pemimpin atas kalian.)

Itulah jawaban Tuhan atas doa kita, rakyat Indonesia. Kita tidak bisa memaksakan keinginan kita sendiri supaya calon pemimpin yang kita kehendaki bisa berkuasa, karena kekuasaan itu adalah milik Allah yang dianugerahkan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.

Itu sebabnya Al Qur'an mengajarkan pada umat Islam sebuah doa sekaligus pengakuan: "Wahai Allah, pemilik kekuasaan, Engkau memberi kekuasaan kepada siapa yang Engkau kehendaki, dan mencabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki (QS. 3:26).

Melalui putusan sidang MK, sekaligus legitimasi pemimpin terpilih bagi bangsa Indonesia ini, Tuhan seakan menegur dan memberi tahu kita bahwa ada yang salah dengan doa kita untuk memilih penguasa. Ada hal lain yang lebih berarti dari sekedar keinginan supaya calon yang kita dukung bisa terpilih menjadi pemimpin.

Bukankah akan lebih baik apabila kita berdoa memohon kekuatan dari Tuhan untuk menerima apapun yang direncanakan-Nya? Bukankah lebih baik apabila alih-alih memohon supaya calon yang kita dukung bisa terpilih, kita berdoa supaya siapapun yang terpilih nanti bisa menjadi pemimpin yang baik, adil dan bijaksana?

Doa untuk penguasa seperti itu sedemikian pentingnya hingga ulama-ulama terdahulu seperti Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hambali) berkata: "Seandainya ada satu doa yang (kita ketahui) makbul, niscaya itu kita gunakan untuk mendoakan pemimpin (yang baik dan adil)".

Itulah doa yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia, yang selama kontestasi pilpres ini memiliki harapan dan doa yang sama dengan kita terkait calon pemimpin yang didukung. Itulah doa yang tidak akan mengakibatkan kita bergembira di atas penderitaan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun