Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pertimbangkan Lima Risiko Ini Jika Ingin Liburan Akhir Tahun ke Bali

22 Desember 2018   05:05 Diperbarui: 22 Desember 2018   06:30 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puncak Gunung Batur dilihat dari Banjar Kayupadi, Desa Pinggan Kintamani (instagram @himammiladi)

Suasana liburan akhir tahun sudah terasa. Para milenial mulai menghitung budget, mempersiapkan itenari perjalanan ke tempat-tempat wisata pilihan. Tapi jangan terburu-buru berharap liburan tahun baru kali ini akan menyenangkan. Terlebih jika kamu ingin liburan akhir tahun ke Bali. Apa kamu sudah siap menanggung lima risiko ini?

"Memangnya ada apa sih di Bali? Ada isu-isu yang tidak menyenangkan? Atau ada rumor masalah keamanan wisatawan?"

Bukan. Risiko yang saya maksud sama sekali bukan tentang hal-hal yang seperti itu. Bali masih aman, damai dan tenteram. Bali masih menjadi destinasi wisata favorit dan ramai dengan kedatangan turis lokal maupun mancanegara. Risiko yang saya maksud itu berhubungan dengan kondisi liburan akhir tahun di Bali.  

Risiko Kemacetan

Risiko pertama adalah kamu harus siap menghadapi kemacetan.  Ruas jalan di Bali tidaklah selebar ruas jalan di kota besar lainnya seperti Surabaya atau Jakarta. Seiring dengan semakin banyaknya pemakaian kendaraan pribadi, sudah tentu hal ini akan semakin menimbulkan kemacetan di hampir semua jalan di Bali.

Kemacetan lalu lintas tak hanya terjadi di area kota Denpasar atau Badung, atau wilayah Bali selatan. Jalan ke arah tempat wisata kabupaten lainnya, misal ke Bedugul atau Kintamani kini juga terserang wabah macet.

Di hari-hari biasa saja sudah terasa macetnya, apalagi pada waktu musim liburan dan peak season seperti bulan Mei, Juni, Juli dan November-Desember. Bus-bus pariwisata maupun minibus dan kendaraan pribadi  memenuhi jalan-jalan seputar tempat wisata di Bali.

"Ah gak masalah. Saya sudah terbiasa kok bermacet-ria."

Ok, fine. Jika kamu memang sudah terbiasa dengan kondisi jalan yang macet. Tapi apa kamu sudah memikirkan akibatnya terhadap rencana perjalanan yang sudah kamu buat?

Museum Bajra Sandi (instagram @himammiladi)
Museum Bajra Sandi (instagram @himammiladi)
Misalnya nih, dari Denpasar kamu hendak ke Bedugul. Kamu sudah memprediksi lama perjalanan 3 jam (sudah termasuk antisipasi macet). Dari Bedugul kamu berencana langsung ke Kintamani. Total perjalanan yang kamu perkirakan sekitar 6 jam (Denpasar-Bedugul-Kintamani).

Ternyata di tengah jalan raya Denpasar-Singaraja kamu terjebak kemacetan yang luar biasa (ingat, ini kondisi peak season loh). Otomatis waktu perjalanan bertambah. Tentunya ini akan mengurangi jatah waktu untuk bersenang-senang di tempat wisata yang dituju bukan?

Semestinya kamu bisa bersantai di Kebun Raya Bedugul atau di Danau Bratan sekitar dua jam. Berhubung waktunya sudah terpotong di jalan raya, momen untuk bersantai di sana jadi lebih singkat.

"Ok, masalah itenari bisa disesuaikan. Terus, apalagi risikonya?"

Risiko Tempat Wisata yang penuh dan ramai

Yah, jika risiko macet tidak menjadi masalah buat kamu, setidaknya kamu bisa mempertimbangkan risiko kedua ini. Seperti yang saya katakan di awal, saat musim liburan, Bali selalu penuh dengan wisatawan.

Ada sebuah nasehat berharga seputar tips mengunjungi tempat wisata: "Jangan pernah tertipu dengan sebuah foto tempat wisata". Kamu tergoda mengunjungi suatu tempat wisata gara-gara melihat fotonya yang instagrammable banget di media sosial.

Memang terlihat sangat bagus, karena foto-foto itu diambil dengan sudut pandang yang sengaja tidak memperlihatkan keramaian suasana aslinya. Percaya deh, saat kamu datang ke tempat itu, apa yang kamu harapkan ternyata sering tidak sesuai dengan kenyataan.

puncak Gunung Batukaru dari jalan Wanagiri, Singaraja (instagram @himammiladi)
puncak Gunung Batukaru dari jalan Wanagiri, Singaraja (instagram @himammiladi)
Tempat wisata itu, apalagi yang sudah terkenal, seolah menjadi kolam penampungan wisatawan. Orang-orang berjubel memenuhi setiap sudut tempat wisata. Bahkan, untuk mengambil foto di spot foto tertentu saja kita harus antri. Sehingga, rasa untuk menikmati keindahan tempat wisata pun menjadi berkurang, bahkan bisa jadi hilang.

"Itu bukan masalah yang berarti kok. Lagipula saya berlibur bukan cuma untuk numpang foto yang instagrammable."

Risiko biaya akomodasi yang melonjak

Jika bukan masalah, masih ada risiko yang ketiga, yakni mahalnya biaya akomodasi. Sesuai dengan prinsip ekonomi, semakin tinggi permintaan, harga barang/jasa akan meningkat. Begitu pula dengan biaya akomodasi.

Di luar musim liburan, mungkin harga-harga seperti tiket pesawat/kendaraan umum lainnya serta hotel dan tempat menginap masih bisa dijangkau, alias masih wajar. Tapi, begitu masuk musim liburan, harga-harga itu akan melonjak drastis.

"Kalau masalah akomodasi, sudah saya perhitungkan budgetnya sejak jauh hari. Apalagi nih risiko lainnya?"

Risiko Hujan di tempat tujuan wisata

Resiko keempat yang harus kamu tanggung jika liburan akhir tahun ke Bali adalah hujan. Yup, akhir tahun itu puncaknya musim penghujan di Indonesia.

Di bulan November-Januari, intensitas hujan sangat tinggi. Hujan kadang tidak bisa diprediksi. Pagi cerah, bisa saja tiba-tiba siang turun hujan deras. Bisa kamu bayangkan sendiri, bagaimana rasanya berwisata di tengah hujan deras? Apalagi Bali terkenal dengan pariwisata alamnya.

Pantai Kuta (instagram @himammiladi)
Pantai Kuta (instagram @himammiladi)
"Ada payung dan jas hujan, santai saja. Sudah empat risiko yang disebutkan. Apa masih ada risiko lainnya?"

Risiko suara bising saat malam tahun baru

Jika empat risiko tadi sudah kamu antisipasi dengan baik, apa kamu sudah siap menghadapi risiko yang satu ini? Risiko terakhir, saat kamu liburan tahun baru ke Bali adalah suara bising.

Ini hanya terjadi saat malam pergantian tahun. Semua sudut wilayah Bali sangat antusias menyambut malam pergantian tahun. Dan, ritual itu ditandai dengan membunyikan terompet hingga menyalakan kembang api hampir sepanjang malam hingga dini hari.

Biasanya, menjelang petang sudah ramai suara ledakan kembang api dan terompet. Intensitas suara semakin memekakkan telinga menjelang pukul 12 malam, dan akan terus berlanjut hingga pukul 04 dinihari.

"Lah, justru risiko terakhir ini yang saya cari. Suasana pergantian tahun baru di Bali memang khas banget, tidak saya jumpai di wilayah manapun di Indonesia. Lagipula, masalah bising di malam tahun baru kan terjadi di semua kota, bukan cuma di Bali saja. Buat yang gak suka kebisingan, ya waktu malam tahun baru jangan liburan di Bali dong."

Yah, kamu memang benar. Apa yang saya sebutkan tadi memang hanya masalah selera dan persepsi saja. Setiap orang tentu memiliki selera yang berbeda-beda. Setiap orang memiliki persepsi masing-masing dalam menafsirkan bagaimana cara menikmati liburan akhir tahun yang menyenangkan.

Jika memang suka dengan keramaian, suara bising dari ledakan kembang api, ayo ramai-ramai berlibur ke Bali. Jika lebih suka dengan suasana yang hening agar dapat meresapi makna pergantian akhir tahun, silahkan cari tempat wisata yang masih baru, yang belum banyak terjamah oleh keramaian wisatawannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun