Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

1000 Artikel di Kompasiana yang Masih Juga Belum Memuaskan

4 Maret 2018   22:59 Diperbarui: 4 Maret 2018   23:06 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya dalam waktu sekian lama menulis di Kompasiana, saya akhirnya mencapai sebuah "milestone". Pencapaian sejarah dengan sudah menerbitkan 1000 artikel. Dan ini adalah artikel ke-1000 sejak saya bergabung di Kompasiana 6 tahun silam. 

Awal bergabung di Kompasiana adalah karena rasa penasaran dan untuk membuktikan diri bawah saya juga bisa menulis. Ketika itu, saya menjumpai sebuah tulisan menarik tentang konflik sepakbola ketika PSSI masih dipimpin Nurdin Halid. Tulisan tersebut kemudian saya bagikan di sebuah forum diskusi sepakbola. Sialnya, banyak yang mengira artikel yang saya bagikan adalah tulisan saya pribadi. Padahal sudah saya jelaskan kalau saya hanya sekedar membagikan tulisan orang lain. 

Lama-lama, saya akhirnya memutuskan untuk bergabung dan mulai menulis. Sekedar membuktikan, apakah saya juga bisa menghasilkan artikel sebaik Kompasianer lain yang sering saya bagikan artikelnya. Ternyata jauh lebih buruk. Ibarat anak yang baru masuk PAUD, artikel pertama saya begitu kacau balau. Baik dari segi tata bahasa maupun struktur kalimat. Andai ada dosen Bahasa Indonesia yang menilainya, mungkin artikel yang saya buat pertama kali itu dapat nilai D.

Putus asa? Nggak. Sebagaimana kita bersekolah, menulis pun ada proses perkembangannya. Semakin sering kita menulis, semakin banyak kita belajar untuk menulis lebih baik lagi. Perlahan, saya pun menemukan alur penulisan yang tepat dan nyaman. Rubrik sepakbola masih menjadi tempat favorit saya untuk menulis. Dari sinilah akhirnya saya memperoleh personal branding sebagai penulis sepakbola. Yah, setidaknya di mata pembaca para anggota forum diskusi bola.

Tak puas sampai disitu, saya mencoba menulis topik lain. Sekali waktu, saya mencoba menulis tema politik, tentang klub Persija (sepakbola) yang dijadikan kendaraan politik calon gubernur Jakarta (saat itu) Joko Widodo. 

Memang sih, masih berkaitan dengan sepakbola. Tak dinyana, artikel itu diganjar Kompasiana dengan dijadikan Headline. Fakta bahwa saya ternyata bisa menulis tema di luar sepakbola membuat saya mencoba mengeksplorasi diri dengan menulis berbagai tema. Hampir semua kategori di Kompasiana pernah saya jelajahi. Kecuali, seingat saya, kategori wanita. 

Ganjaran headline dari Kompasiana ternyata seolah menjadi candu. Ada kebanggaan tersendiri ketika mendapati artikel yang kita buat terpampang khusus dan menjadi artikel utama. Itu menandakan tulisan yang dibuat adalah tulisan yang berkualitas. Kepuasan lainnya adalah bahwa dengan menjadi headline, tulisan kita akan lebih banyak dibaca orang lain. Bukankah tujuan utama menulis adalah untuk dibaca?

Apakah ada kesulitan dalam proses menulis artikel?  Terus terang, hal paling sulit yang saya rasakan saat menulis adalah menemukan kalimat pertama yang baik, dan kalimat penutup yang sesuai. Seringkali saya duduk lama di depan komputer/laptop hanya untuk merumuskan kalimat pembuka. Kemudian saya ingat sebuah kata bijak dari Jacques Barzun yang pernah disampaikan seorang mentor,

"......biarlah kalimat yang pertama itu seburuk yang diinginkannya sendiri...."

Yang dimaksud Barzun adalah seringkali seorang yang hendak menulis itu merasa takut terhadap pembacanya. Kita sering mengira kalimat demi kalimat dalam tulisan yang kita buat tidak bisa memuaskan pembaca. 

Padahal, konsep pembaca ini adalah sesuatu yang absurd dan kabur. Ketakutan itu adalah bayangan yang kita ciptakan sendiri. Kita tidak bisa menentukan parameter kepuasan dari tiap orang yang membaca tulisan kita. Karena itu, kadang kita perlu menciptakan sendiri "pembaca" yang sifatnya pribadi. Dengan demikian, kita sendiri pula yang akhirnya bisa menilai apakah tulisan kita sudah memenuhi syarat keterbacaan dari "pembaca" yang kita ciptakan tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun