Mohon tunggu...
Prima Sp Vardhana
Prima Sp Vardhana Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger yang Pecandu Film dan Buku

Seorang manusia biasa yang belajar menjadi sesuatu bermanfaat, buat manusia lain dan NKRI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Skandal Wisata Bukit Mas Serobot Lahan Dandim (II)

2 Agustus 2013   00:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:43 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

#Suriantoro Tedjakusuma dan Djabah Sukarno Ingkari Bertemu Sumarso SH [caption id="attachment_257758" align="aligncenter" width="640" caption="PENGHUNI. Para penhuni perumahan premium Wisata Bukit Mas di Jl. Raya Menganti saatnya mempertanyakan. Apakah rumah yang mereka beli dan tempati tidak berdiri di atas lahan sengketa, milik Letkol Inf. Helmi Tachejadi Soerjono ataukah diarea lahan yang aman?"][/caption] LAHAN seluas ±5.730 m² milik Letkol Inf. Helmi Tachejadi Soerjono proses jual belinya dipalsukan makelar tanah Djabah Soekarno. Lahan tersebut direkayasa di kantor notaris Suyati Subadi, SH yang melibatkan notaris pengganti Agung Cahyo Kuncoro, SH,dengan fakta hukum Surat Kuasa No. 204 per tanggal 26 Desember 1989 per tanggal 26 Desember 1989. Dalam Surat Kuasa itu, seolah-olah Helmi memberikan kuasa kepada Djabah Soekarno, untuk melakukan jual beli lahan yang tersurat dalam Petok D No. 1106 Persil 146-147/ Lidah Wetan Kecamatan Lakar Santri Surabaya.

Keberhasilan pemalsuan yang dilakukan Djabah soekarno itu, membuat lahan milik Dandim 0701/Banyumas itu beralih menjadi milik PT Graha Artha Adhika (GAA) Surabaya, dengan fakta hukum Sertifikat HGB No. 4434/ Babatan Wiyung Surabaya yang tercatat dengan luas 6.666 m2.

Dalam fakta hukum yang terjadi, proses jual beli yang diawali dengan pembuatan Surat Kuasa No. 204 dan 205 per tanggal 26 Desember 1989 per tanggal 26 Desember 1989 oleh Notaris pengganti Agung Cahyo Kuncoro, SH,di kantor notaris Suyati Subadi, SH itu, menurut advokat Sumarso SH ditunjuk Letkol Inf. Helmi Tachejadi Soerjono, itu sarat dengan rekayasa pelanggaran hukum. Pemalsuan jati diri Letkol Inf. Helmi Tachejadi Soerjono sebagai pemilik lahan yang sebenarnya.

Dasar pelanggaran hukum yang dilakukan oleh makelar tanah Djabah Soekarno dan Notaris pengganti Agung Cahyo Kuncoro, SH,di kantor notaris Suyati Subadi, SH itu adalah Surat Keputusan No.SKEP/064/ XI/1989 tentang Pengangkatan Prajurit Taruna AKMIL, AAL, AAU, dan AKPOL Tahun Akademi 1989/1990 pada 23 November 1989.

[caption id="attachment_257760" align="alignright" width="220" caption="Advokat Sumarso, SH. dalam waktu dekat akan melakukan gugatan hukum. Pengacara beberapa perusahaan asing ini akan melaporkan Suriantoro Tedjakusuma, Djabah Soekarno, dan Kantor Notaris Suyati Subadi, SH., ke Polrestabes Surabaya."]

1375375598655174770
1375375598655174770
[/caption] Berdasar pada SKEP tersebut, ditegaskan Sumarso, sangat tidak mungkin bila pada 26 Desember 1989, kliennyaatas nama Helmi Tachejadi Soerjonodapat hadir di kantor notaris Suyati Subadi, SH untuk membuat Surat Kuasa Jual Beli lahan miliknya. Ini karena rentang waktu antara terbitnya SKEP milik Helmi Tachejadi Soerjono dan waktu pembuatan Surat Kuasa memiliki selisih waktu satu bulan tiga hari.

“Dalam kurun waktu satu bulan tiga hari, sangat tidak mungkin bila klien saya dapat bebas meninggalkan komplek pendidikan Lembah Tidar AKMIL di Magetan untuk ke Surabaya hanya untuk menandatangani Surat Kuasa jual beli lahan,” kata Sumarso di ruang kerjanya.

Namun isi Surat Kuasa No. 204 dan 205, dikatakan, memvisualkan seolah-olah Helmi Tachejadi Soerjonodatang di Surabaya dan duduk di depan notaris pengganti Agung Cahyo Kuncoro, SH., untuk mengikuti proses penjualan tanah miliknya di Lidah Wetan seluas ±5.730 m² seperti yang tersurat dalam Leter C No. 1106, Persil 27. Lahan itu seolah-olah dijual dan dibeli oleh Djabah Soekarno.

Karena itu, Sumarso sangat yakin terjadinya aktifitas pelanggaran hukum pemalsuan Surat Kuasa yang dilakukan Djabah Soekarno dan Agung Cahyo Kuncoro, SH, sebagai Notaris Pengganti dari Kantor Notaris Suyati Subadi, SH yang berlangsungpada 26 Desember 1989.

Pada awal ditunjuk Letkol Inf. Helmi Tachejadi Soerjono, tak dipungkiri Sumarso, bahwa dia telah menawarkan proses penyelesaian penyeroboton lahan tersebut secara kekeluargaan. Dia mengundang pihak Suriantoro Tedjakusuma, Pimpinan PT Wisata Bukit Mas (WBM), dan Djabah Soekarno untuk melakukan pengesahan pelanggaran hukum pemalsuan surat kuasa jual beli lahan yang mereka lakukan. Prosesnya adalah melakukan pembelian resmi, sebagaimana isi Surat Kuasa No. 204 dan 205. Namun proses jual beli itu dilakukan di depan Notaris PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) lain dan pertanggal waktu realisasi berlangsung.

”Kami menawarkan penyelesaian secara kekeluargaan terhadap pelanggaran hukum yang mereka lakukan, karena kami ingin melindungi psikologis para penghuni perumahan WBM. Namun pihak Suriantoro dan Djabah, ternyata tidak berpihak pada para penghuni perumahan,” kata Sumarso di ruang kerjanya.

Sikap perlawanan yang ditunjukkan Djabah Soekarno dibuktikan dengan sikapnya atas undangan Sumarso pada 12 Juni 2012. Saat itu yang hadir di ruang kerja Sumarso hanya staf Djabah Soekarno, yaitu Djamheru dan Wayan. Kedua utusan itu datang untuk menyampaikan pesan, bahwa bosnya siap melakukan penyelesaian masalah secara kekeluargaan sebagaimana yang ditawarkan Sumarso.

Karena itu, Sumarso pada saat itu mengatakan pada utusan Djabah Soekarno, bahwa permasalahan pelanggaran hokum terhadap kliennya, Letkol Inf. Helmi Tachejadi Soerjono harus diselesaikan dengan batas waktu hingga akhir Juni 2012. Ironisnya sampai berita ini ditulis, tidak ada niat baik dari Djabah Soekarno untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Selain mengundang Djabah Soekarno, Sumarso juga menyurati Suriantoro Tedjakusuma, Pimpinan PT WBM, pada 26 November 2012. Agenda pertemuan pada 30 November 2012, tapi sehari sebelumnya staf Suriantoro memberi kabar bahwa pimpinannya minta pertemuan ditunda. Sebab ada rapat penting di perusahaan. Ironisnya sampai saat ini pihak Suriantoro tidak menunjukkan niat baik. Saat dihubungi, stafnya selalu mengabarkan Suriantoro sedang di luar kota atau alas an lainnya.

Berdasar dari sikap pihak Djabah Soekarno dan Suriantoro, saya menyimpulkan mereka tidak punya niatan baik dalam menyelsaikan masalah pelanggaran hukum yang mereka lakukan. Karena itu, kami akan membawa persoalan ini ke jalur hukum. Dalam waktu dekat kami akan melaporkannya ke Polrestabes Surabaya,” kata Sumarso dengan nada dingin.#(TAMAT)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun