Mohon tunggu...
Priesda Dhita Melinda
Priesda Dhita Melinda Mohon Tunggu... Guru - Ibu dari 2 orang anak perempuan dan juga seorang guru yang ingin terus belajar

Contact : 08992255429 / email : priesda@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cukup Sampai di Sini Saja Kesalahanku dalam Pendidikan

28 April 2021   01:56 Diperbarui: 28 April 2021   02:40 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pengalaman ini yang pada akhirnya menjadi salah satu teori pendidikan. Dari pengalaman beliau ini sebenarnya beliau mengajak guru untuk melakukan yang terbaik untuk anak, baik dalam membuat perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, jangan sampai ada penyesalan karena ada kesalahan yang dilakukan. Semua yang dilakukan untuk anak atau siswa.

Dari pemikiran-pemikiran di atas saya seperti terpukul rasanya, ternyata saya salah memperlakukan siswa saya selama ini. Banyak kekeliruan dan kesalahan yang tidak saya ketahui bahwa itu salah, selama ini hampir sering saya menuntut siswa untuk melakukan sesuatu demi mendapatkan hasil yang terbaik, karena saya juga mendapat tuntutan dari sekolah dan orang tua. 

Tapi saya tidak mau menyalahkan siapa pun, harusnya saya yang menuntun mereka untuk merasa senang saat belajar supaya mereka tetap dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.

Suatu kelas sebenarnya terdiri dari keberagaman baik itu dari jenis kelamin, suku, agama, warna kulit dan lain sebagainya. Tetapi sebenarnya dari keragaman ini ada keunikan tersendiri dan ini merupakan kekuatan. Seorang guru harus memahami adanya hal ini, karena memang "benih" yang ada berbeda-beda tetapi mereka butuh dirawat. 

Maka di dalam pembelajaran perlu adanya variasi dalam belajar, bermain bersama supaya kegiatan belajar menyenangkan. Membagi kelompok dengan menyertakan semua perbedaan yang ada dan menjadikan perbedaan itu bukan suatu halangan melainkan kekuatan.

Siswa seperti gelas kosong yang pada awalnya tidak memiliki pengetahuan apa-apa, maka tugas guru di sekolah adalah "mengisi" dengan pengetahuan dan keterampilannya. Tetapi sebenarnya saya percaya sebenarnya siswa adalah seorang anak yang sebenarnya memiliki kemampuan dan keunikan masing-masing, ini harus dikembangkan dengan baik sesuai dengan cara yang ada dan baku. Hanya terkadang karena adanya tuntutan ini dan itu, saya lupa untuk menuntun mereka, saya lebih "mengisi" mereka supaya mereka memiliki sesuatu sesuai dengan tuntutan.

Saya belajar bahwa setiap anak itu berbeda, guru itu penuntun bukan penuntut, guru adalah petani yang merawat benih bukan menumbuhkan benih, guru menjadi teladan dan semua itu harus dilakukan dengan maksimal. 

Awalnya saya merasa berat melakukan semua ini, seolah menjadi tuntutan untuk saya dan bertambah saja tugas saya. Seiring berjalannya waktu saya mencoba menikmati ini, saya belajar untuk melakukan sesuatu dengan bahagia dan tidak ada tuntutan, belajar untuk berpikir lebih terbuka sehingga saya dapat memahami orang lain. 

Ketika anak saya menjatuhkan gelas dan menumpahkan isinya saat dia akan menaruh gelas tersebut, ada dorongan untuk memarahi dia karena air yang tumpah itu harus saya lap dan tentu saja menjadi pekerjaan baru saya, tetapi ada dorongan juga untuk tidak memarahinya melainkan mengajari dia menaruh gelas yang baik, saya perlu memahami bahwa wajar saja anak usia 5 tahun seperti itu. 

Beruntung saya memilih dorongan yang kedua yaitu tidak memarahi anak saya, melainkan saya memberitahu cara meletakkan gelas dan meminta dia untuk mengambil lap. Anak saya merasa baik-baik saja dan tentu saja dia belajar sesuatu. Kalau saja saya memilih untuk marah, tentu anak  saya akan sedih, menangis dan lebih parah akan ada luka di hatinya karena saya memarahi dia. 

Begitu pula yang akan terjadi dengan siswa saya, kalau saya marah dan menghukum, akan menimbulkan luka di hatinya. Tetapi jika saya mengarahkan kesalahannya untuk diperbaiki, maka dia akan bertumbuh menjadi lebih baik. Saya belajar untuk memahami kondisi dan keadaan anak, supaya saya tahu bagaimana saya harus memperlakukan dan menuntun mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun