Mohon tunggu...
Priesda Dhita Melinda
Priesda Dhita Melinda Mohon Tunggu... Guru - Ibu dari 2 orang anak perempuan dan juga seorang guru yang ingin terus belajar

Contact : 08992255429 / email : priesda@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jadikan Sikap Asertif Menjadi Bagian Kebutuhan Kita

17 Maret 2018   15:12 Diperbarui: 17 Maret 2018   15:27 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: mditack.co.id

Rasanya aku ingin marah.Tapi aku harus menahannya. Haiiissshh.. selalu saja aku menahan marah, kenapa? Karena aku harus menunjukkan sikap yang baik supaya terlihat baik. Tapi sampai kapan aku begini? Menutupi apa yang aku rasakan? Menahan apa yang sebenarnya aku rasakan, memendam apa yang harus aku utarakan. Sebenarnya untuk apa dan untuk siapa aku memendam?

Rasanya sesak, sakit, kesal, jengkel dan marah jika aku harus menahan sesuatu. Ingin mengatakan tidak pada hal yang tidak aku suka dan mengatakan tidak pada sesuatu yang tidak mau aku kerjakan. Tapi lagi-lagi aku tak bisa mengungkapkannya. Rasanya kata "tidak" sudah ada di ujung lidah, tapi tak bisa dikeluarkan.

Kesal rasanya. Yap, ada rasa takut ditolak saat kata "tidak" ku muncul atau merasa tak enak saat menolak keinginan seseorang. Aku lelah sebenarnya seperti ini. Keberanianku seolah bersembunyi entah dimana. Tapi yang aku heran kenapa orang-orang di sekitar ku tak memahami apa yang sebenarnya aku rasakan, bagaimana sifat ku yang susah menolak ini. Apa mereka sengaja memanfaatkan ketidakbisaanku ini? Atau mereka memang tidak tahu bagaimana aku sebenarnya?

Aaahh.. sudahlah, semuanya sudah terjadi. Ketidakberanianku ini memang menyulitkan ku. Aku nikmati saja setiap sakit dan rasa kesal yang terjadi. Aku tahan saja amarah, kekesalan dan rasa jengkelku. Sampai nanti aku tak sanggup lagi menahannya. Walaupun sebenarnya wajahku lelah tersenyum untuk menunjukkan wajah yang manis dan seolah baik-baik saja.

Pernahkah Anda merasakan hal yang saya sebutkan di atas? Kalau pernah, berarti Anda termasuk individu yang kurang asertif. Apa itu asertif? Asertif adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan pemikirannya dan berani untuk mengatakan "tidak" pada sesuatu hal yang menurutnya tidak baik, tidak ia sukai atau tidak mau ia lakukan, namun tetap memperhatikan hak-hak orang lain.

Di dalam bekerja, memang kelihatannya susah untuk memunculkan sikap asertif ini. Apalagi nanti dibilang nggak loyalitas dengan perusahaan. Padahal dua kata ini berbeda makna lho. Loyalitas menunjukkan kepatuhan terhadap perintah yang diberikan oleh perusahaan atau atasan.

Nah, kalau memang sekiranya tugas atau perintah yang diberikan atasan itu tidak sesuai dengan SOP atau jobdesk yang harus dilakukan, sudah tentu Anda harus menolak atau Anda harus menunjukkan sikap asertif Anda. Menunjukkan sikap asertif ini bukan berarti harus menolak secara mentah-mentah atau cara yang kasar, tetapi tolak secara halus.

Misalnya, Anda seorang administrasi, tetapi Anda diminta untuk membersihkan kamar mandi, ruangan kerja, membeli makan siang, dan pekerjaan lain yang tidak sesuai dengan jobdesk Anda, maka Anda bisa saja menolak permintaan ini dengan mengatakan "maaf bapak, pekerjaan ini bukan tanggung jawab saya, saya adalah seorang administrasi yang bertugas untuk menangani berkas-berkas".

Sebenarnya bisa saja Anda menerima pekerjaan yang bukan tugas Anda, asalkan memang itu tidak rutin atau sifatnya menggantikan karena rekan kerja Anda izin. Tetapi asal jangan keseringan dan keterusan. Ini tentu saja sudah melanggar aturan. Jangan takut diberikan cap pegawai tidak punya loyalitas karena menolak permintaan atasan. Ingat, loyalitas berarti kepatuhan tapi bukan berarti semua keinginan atasan harus dilakukan.

Beberapa waktu yang lalu, seseorang mengatakan kepada saya "ngapain capek-capek kerja sampai lembur-lembur,  waktu habis di kantor sampai tidak punya waktu untuk keluarga. Memangnya kalau kamu sakit kantor mau ngurusin kamu? Paling mereka datang jenguk bawa buah, terus ngurusin BPJS, terus setelah itu apa yang mereka lakukan? Nggak ada kan? Mereka sekedar menjenguk bukan mengurus kamu sakit, yang mengurus kamu ketika sakit ya keluarga. Jadi baik-baiklah sama keluargamu. Kalau waktunya pulang ya pulang, usahakan jangan sampai lembur. Kalaupun memang harus lembur, sewajarnya saja. Perbanyak waktu dengan keluarga. Memang bekerja untuk keluarga, tapi bukan berarti keluarga menjadi nomor dua setelah pekerjaan".

Kalau diperhatikan benar juga apa yang dibicarakan orang itu pada saya. Kemudian saya bercermin, memang saya sering lembur dan bahkan membawa pekerjaan pulang ke rumah. Saya beranggapan ini adalah bukti tanggung jawab dan loyalitas saya pada perusahaan. Hmm.. tapi ternyata saya salah. Dari hari itu, saya mulai belajar untuk mengerjakan tugas kantor tepat waktu sehingga tidak perlu lembur apalagi sampai dibawa pulang. Kalaupun memang tidak selesai, ya saya kerjakan besok harinya. Manajemen waktu yang baik adalah kuncinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun