Mohon tunggu...
Swazta Priemahardika
Swazta Priemahardika Mohon Tunggu... lainnya -

Sering berhayal ketika minum kopi,..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Kartini RTC] Sate Srintil

19 April 2015   23:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:54 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14294627622097009630

Srintil namanya. Dia adalah kembang desa Manggar yang banyak diperebutkan pemuda desa untuk dijadikan pacar. Tapi Srintil yang pendiam itu tidak menerima satu pun dari sekian pemuda yang datang nyaris setiap ke rumahnya. Selain pintar, kecantikan Srintil juga tiada duanya di desa Manggar.

“Srintil belum mau pacaran dulu, Pak. Setelah lulus SMA, aku ingin meneruskan kuliah jika bapak mengijinkan dan punya biaya” kata Srintil suatu hari pada bapaknya.

“Tapi, mas Bagus putra Pak Kades yang sudah jadi sarjana itu, setiap ketemu bapak selalu menanyakan kamu, nduk. Sepertinya, dia suka sama kamusergah bapaknya lugas.

Srintil hanya diam. Sesekali memandang kepulan asap rokok bapaknya sambil menusuk irisan daging kambing dengan lidi untuk dijual di pasar.

“Buat apa sekolah tinggi kalo pada akhirnya kamu hanya jadi seorang istri? Toh ada suamimu yang kelak akan menanggung hidupmu, membahagiakanmu” lanjut bapaknya kemudian.

Srintil masih diam. Tak pernah membantah kata-kata bapaknya. Srintil hanya ingin membantah omongan bapaknya dengan bukti keberhasilan yang akan dia raih, suatu saat nanti. Bahwa seorang perempuan, tidak hanya ditakdirkan untuk menjadi istri saja yang berkutat dengan hidup di dapur, di sumur dan di kasur. Dia ingin membuktikan bahwa dia bisa. Dia ingin punya hidup yang berbeda dengan gadis-gadis lain di desanya yang rata-rata menikah di usia muda.

“Jika setelah lulus SMA nanti kamu mau jadi istrinya mas Bagus, bapak yakin kamu akan bahagia. Selain pintar, dia juga anak yang baik. Dan,...dia anak tunggal pak Kades, nduk. Kamu ngerti kan maksud bapak?” terang bapaknya sambil menyulut rokok Tingwe kesukaannya.

“Srintil belum memikirkan sebuah perkawinan. Srintil masih ingin melanjutkan ke jenjang lebih tinggi” kata Srintil lirih, memelas.

“Ya sudahlah, nduk. Bapak gak ingin berdebat malam ini. Bapak capek dan mau istirahat” lanjut bapaknya sambil beranjak ke dalam kamar.

*******

Setahun kemudian usai lulus SMA, akhirnya Srintil bisa meyakinkan bapaknya untuk tidak menikah dulu. Srintil pun diijinkan meneruskan kuliah di Jogja seperti yang dia cita-citakan selama ini.

Masa-masa kuliah di tahun pertama dan kedua dilewati Srintil dengan baik di Jogja. Sebulan sekali dia pulang di akhir pekan, memupus rindu pada keluarganya. Berkat sedikit ilmu yang baru dia peroleh, Srintil berniat mengembangkan usaha dagang sate kambing bapaknya agar lebih maju dan bisa menyerap tenaga kerja. Bapaknya menolak dan tidak setuju dengan rencana Srintil. Tapi setelah mendengar penjelasan panjang lebar dan motivasi yang lebih dari Srintil, bapaknya pun setuju dengan rencananya itu.

Dengan modal menjual separuh petak sawah di tepi jalan, akhirnya kang Parmin berhasil mengembangkan usaha dagang sate kambingnya. Setengah petaknya lagi dia gunakan untuk modal usaha dan mendirikan saung sate / resto kecil untuk berdagang sate kambing. Lokasinya strategis, di tepi jalan dekat perempatan menuju arah ke kota.

*********

“Alhamdulillah ya, nduk. Akhirnya usaha dagang sate kita makin hari makin rame dan laris. Si Tumi dan Surti juga bapak suruh ngrewangi jualan sate biar bapak gak kewalahan” ujar bapaknya di sela waktu santai sore hari.

“Iya, pak. Srintil senang sekali dan bangga melihat kemajuan usaha sate kambing bapak ini” terang Srintil sambil mencium tangan bapaknya, siap pamitan ke Jogja.

“Semua berkat kamu, nduk. Untung waktu itu bapak tidak jadi memaksamu untuk cepat-cepat menikah. Coba kalau,....”.

“Sudahlah, Pak. Yang penting sekarang kita harus lebih bersyukur dengan apa yang telah kita capai dan lebih giat lagi untuk mengembangkan usaha kita ini. Nanti kalau sudah selesai kuliah, Srintil juga pingin membuka usaha sate di dekat kampus, di Jogja sana, Pak. Tapi ya itu,..modalnya dari bapak dulu” terang Srintil dengan wajah berbinar penuh semangat.

“Hahahaa,..tenang aja, nduk. Bapak pasti setuju dan siap memberi modal kamu” jawab bapaknya tak kalah semangat.

“Aamiin, mudah-mudahan bisa terwujud. Terima kasih, ya Pak” sambung Srintil cepat.

“Ngomong-ngomong, nama saung sate kita rasanya kok kurang keren dan menjual ya, nduk. Bapak ingin mengganti namanya biar beda dengan usaha sate lainnya. Tapi apa yaa??” lanjut bapaknya sambil menerawang ke langit-langit saung.

“Sate Srintil saja, Pak....gimana?” sahut Srintil tiba-tiba.

“Wahhh,..iyaa, boleh-boleh. Bagus itu. Bapak setuju”.

“Tapiii,...Pak” lanjut Srintil ragu.

“Tapi apa to, nduk. Kenapa?!” dahi bapaknya mengkerut.

“Srintil kapan berangkatnya kalau bapak belum kasih sangu buat ke Jogja??” terang Srintil sambil menggelayut di pundak bapaknya.

“Oalahh, nduk...jebule dari tadi kamu nunggu sangu,to?”

“Ihhh, bapak. Ya iya lah,...memang nunggu apa lagi???”



***********

-Nduk / Genduk : Sebutan untuk anak gadis di Jawa Tengah dan daerah sekitarnya

-Tingwe : Ngelinting dewe/membuat lintingan rokok sendiri

-Ngrewangi : Membantu

-Jebule : Ternyata

-Sangu : Uang saku, uang jajan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun