Mohon tunggu...
Politik

Mempertanyakan Logika Reaktor Daya Eksperimental (RDE) Di Serpong (BAG 2)

29 Juli 2015   20:48 Diperbarui: 11 Agustus 2015   22:38 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menristek menyebut bahwa RDE bisa juga digunakan untuk penelitian. Pertanyaan saya, apakah 3 reaktor riset masih kurang? Sebetulnya yang kurang adalah reaktornya atau kreativitas penelitinya? Kalau kreatif, banyak penelitian baru bisa dilakukan dengan reaktor yang telah ada. Tapi kalau memang tidak kreatif, para peneliti bakalan memerlukan reaktor baru untuk melakukan penelitian yang cuma berulang di area itu-itu saja. Saya tidak yakin gagasan RDE ini dilandasi oleh kebutuhan peneliti di akar rumput BATAN. Banyak dari peneliti BATAN yang sangat kreatif. Saya yakin mereka tidak memerlukan reaktor baru seharga 2 trilyun hanya untuk membangkitkan kreatifitas penelitian. Ide jenius saya : gunakan saja Rp 50 milyar/ tahun untuk tambahan insentif bagi peneliti yang menurut Panel Peneilti BATAN  'terbukti sangaaat kreatif". Itupun masih perlu 20-30 tahun untuk menghabiskan dana 2 trilyunnya.

Gagasan untuk masuk Guiness Book of the Records sebagai “negara dengan jumlah reaktor riset terbanyak dalam kelompok negara berpendapatan per kapita dibawah US 5,000” buat saya tidak menarik. Makin tidak menarik ketika “prestasi” itu diperoleh sebagian berkat uang pajak yang saya bayarkan hahaha….

 

 

Alasan pembangunan RDE No. 2 : mendapatkan disain reaktor yang tepat 

Terus terang saya bingung dengan alasan “disain reaktor yang tepat”. Bukankah mustinya kita menetapkan disainnya dulu, baru kemudian membangunnya? Masa kita membangun dulu agar bisa mendapatkan disain yang cocok. Maksudnya trial and error atau bagaimana?

Atau maksudnya, bersamaan dengan pembangunan RDE ini BATAN akan memiliki kesempatan untuk belajar disain reaktor? Jika ini maksudnya, bukankah kawan-kawan di BATAN sudah sangat ahli dalam melakukannya. Kalau belum ahli, nanti bisa ditipu dong ketika kita benar benar bangun PLTN? Dulu pernah ada tim studi/ disain reaktor produksi isotop. Lalu juga pernah ada tim disain Advanced Reactor dan sebagainya. Point saya, disain reaktor yang tepat bisa diperoleh dengan simulasi/ komputasi tanpa musti dibuktikan dengan pembangunan fisik reaktor nuklirnya. Jangan sampai BATAN membangun RDE hanya untuk mengetahui seberapa hebatnya mereka dalam komputasi dan disain. Kemahalan!! Ini seperti TNI mengajak perang negara tetangga hanya untuk melihat seberapa hebat tentara dan alutsistanya di pertempuran nyata. Konyol hahaha...

Justru sekarang saya jadi bertanya-tanya, menurut Blueprint Pembangunan PLTN, reaktor jenis apa yang akan dijadikan basis teknologi PLTN di Indonesia? Apakah PWR, BWR atau PHWR (CANDU), atau yang lainnya lagi? Kalau memang menurut Blueprint PLTN, yang akan dibangun nantinya adalah PLTN tipe PWR atau BWR atau PHWR maka RDE, sebagai reaktor nuklir antara, mestinya juga memiliki tipe yang sama.

Tapi ini khan aneh, BATAN mendadak menetapkan akan membangun reaktor RDE bertipe HTGR. Memangnya BATAN sudah menetapkan HTGR sebagai basis teknologi PLTN Indonesia di masa depan? Sementara kalau Anda lihat data IAEA, 95,4% PLTN yang sekarang beroperasi ditambah yang sedang dalam tahap pembangunan ternyata didominasi oleh PLTN berjenis PWR, BWR dan PHWR. Berapa persen yang bertipe HTGR seperti RDE? Jawab : 2,2%.

Jadi disini ada kekacauan metode berpikir yang serius seharga 2 trilyun. Jika kita mau mengurangi resiko, bangunlah PLTN yang sudah proven dipakai di banyak negara : PWR (71,3%), BWR (18%) atau PHWR (6,1%). Karena total ketiganya mencapai 95,4% market share. Kenapa kita repot-repot menjadi kelinci percobaan dengan membangun PLTN berjenis HTGR yang jumlahnya hanya 2,2% di dunia? Gagah berani atau konyol?

Tapi sebaliknya, kenapa kita sekarang membangun RDE berjenis HTGR jika akhirnya kita akan membangun PLTN tipe PWR/BWR/PHWR yang memang market leader di dunia per-PLTN-an? Kenapa tidak membangun RDE prototipe PWR/BWR/PHWR saja? Karena prototype yang tersedia di market hanya HTGR? Ya gak bisa begitu dong. Jangan sampai hal teknis mengalahkan hal yang strategis. Terkecuali kita memang tidak paham mana yang teknis dan mana yang strategis hahaha…..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun