Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Intelijen Santri dan Doktrin Single Client

25 November 2021   09:35 Diperbarui: 29 November 2021   15:56 1779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Dalam koleksi buku Pray, ada tiga buku besar dan bagus tentang intelijen pemberian dari mantan pejabat BIN, dua dari mantan Kepala BIN; Jenderal (Purn) A.M Hendropriyono berjudul "Terorisme, Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam" dan Letjen (Purn) Marciano Norman, berjudul "Intelijen Negara, Mengawal Transformasi Indonesia, Menuju Demokrasi yang Terkonsolidasi."

Kemarin Pray dapat kiriman buku ketiga yang ditulis KH As'ad Said Ali, mantan Wakil Kepala BIN berjudul "Perjalanan Intelijen Santri."

Dalam komunitas intelijen, tiga tokoh diatas memiliki kelas khusus, berpengalaman (praktisi) serta pakar di bidang intelijen dan menuliskan menjadi buku berat dan berkelas.

Dalam dunia intelijen sangat terbatas mantan petinggi intelijen yang menuangkan memori, teori serta analisis intelijen, karena memang sulit memilah-milah materi khususnya tentang operasi clandestine.

Buku DR (HC) KH As'ad Said Ali, Intelijen Santri

Pak As'ad begitu Pray memanggilnya adalah teman dekat, dan pernah memberi kata sambutan buku kolaborasi yang ditulis bertiga, Prof Obsitar Sinaga, Dr Ian Montratama dan Pray, berjudul Terorisme Kanan Indonesia, Dinamika dan Penanggulangannya.

Selain buku tersebut, Pray juga sudah menulis tiga buku intelijen yaitu Intelijen Bertawaf Teroris Malaysia dalam Kupasan , Misteri MH-370, dan buku Virus Terorisme, di samping hampir 2.000-an judul artikel baik di website pribadi Ramalan Intelijen dan website Kompasiana.

Dalam buku pak As'ad, yang diterbitkan LP3ES tersebut, pengantar buku adalah Pak Fachry Ali, ada topik yang menarik perhatian Pray yaitu pada Epilog Intelijen Nasional Menuju Dunia Baru.

Dituliskan kekhawatiran agar ada perhatian khusus menyangkut jebakan yang mungkin muncul terkait doktrin single client, bahwa klien Intelijen Nasional adalah Presiden.

Doktrin menempatkan intelijen nasional berada pada ruang sulit dan mudah tergelincir. Intelijen Nasional (baca BIN) harus mampu menghindarkan diri kemungkinan terkooptasi oleh politik kekuasaan atau oleh usaha-usaha konsesi politik dari pihak manapun.

Intelijen nasional harus mengabdi kepada tujuan etis dan konstitusional negara. Doktrin single client diartikan "loyal penuh kepada presiden sebagai Kepala Negara". Orientasi pengabdian kepada politik kebangsaan, kepada high prolitic, bukan low politic.

Penegasan tentang doktrin single client juga ditegaskan oleh mantan Kabin Marciano Norman, bahwa di era demokrasi ini intelijen harus menyesuaikan diri seiring dengan paradigma itu sendiri. Intelijen tetap menjadi pengayom dan pelindung seluruh rakyat bukan sebagai alat kekuasaan.

Pendapat kedua tokoh ini nampaknya terkait dengan Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 73 Tahun 2020 tentang Kemenko Polhukam, dimana tertulis BIN langsung berada di bawah Presiden, sebelumnya dibawah kordinasi Kemenkopolhukam.

BIN dengan kekuatan dan kemampuannya yang semakin canggih tanpa ada yang mengontrol bisa dijadikan alat kekuasaan. Doktrin single client, intinya apapun produk intelijen hanya diberikan kepada user.

Kesimpulan

Doktrin single client jelas merupakan pakem di dunia intelijen, sebaiknya difahami benar oleh insan intelijen, karena itu dalam memilih calon Kepala BIN haruslah dipilih mereka yang faham dengan prinsip dasar yaitu penerapan loyalitas, kepada user dan Bangsa, serta ketepatan waktunya.

Calon harus menguasai ilmu dan memahami intelijen strategis seperti yang dituliskan oleh pak As'ad dalam bukunya yang komprehensif dan mampu menambah wawasan pembaca, khususnya insan intelijen.

Selamat dengan diterbitkannya buku tersebut Pak As'ad.

Salam,
Pray Old Soldier.

Jakarta, 24 November 2021.

Penulis: Marsda TNI (Pur) Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Pengamat Intelijen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun