Walau politik kotor dan ada invisible hand,menurut penulis Presiden Jokowi pasti terus mencermati kasus.
Penjelasan Mahfud itu penjelasan pemerintah, bisa dipercaya. Penulis kenal dengan Menko yang satu ini dan integritasnya serta kepakaran di bidang hukum.
Kesimpulan dan Penutup
Kemelut di Partai Demokrat akan berakhir pada proses hukum. Dari persepsi intelijen taktis, posisi kubu SBY nampak lebih kuat, dengan catatan kerawanan yang ada perlu diantisipasi.
Tidak perlu terus memojokkan pemerintah yang justru akan mengurangi simpati, dan menurunkan citra SBY. Publik sudah menegaskan ulah dan karakter lawannya kurang etis, walaupun ada yang mendukung Moeldoko.
SBY tidak perlu menunjukkan sikap lemah, justru seharusnya tetap tegar. AHY sebaiknya cooling down, jangan terlalu heboh.
Bagi Moeldoko, sebaiknya lebih berhati-hati masuk ke wilayah politik dan menjadi praktisi. Politik di Indonesia itu kotor sekali dan syarat dengan kepentingan, lebih berbau oportunisme.
Perlu disadari Moeldoko, bahwa berpolitik itu hanya dua, memanfaatkan atau dimanfaatkan.
Dengan jam terbang sebagai praktisi politisinya yang belum mengakar, dia akan bertemu dan dikelilingi dengan kelompok raja-raja tega serta pemain politik yang memanfaatkannya dan bisa saja sewaktu-waktu disingkirkan bila dinilai sudah tidak bermanfaat lagi. Perlu berkaca pada beberapa kasus seniornya yang gagal saat menjadi praktisi politik.
Menurut penulis, posisi Moeldoko berada di ujung tanduk apabila proses KLB sudah masuk ke Menkumham. Walau kubunya menangpun, tetap akan menyulitkan posisi presiden, saat itulah presiden tanpa disarankanpun akan mengambil sikap.
Terlebih lagi apabila dia kalah di politik (tidak diakui di Kumham), kemudian lebih buruk dia kehilangan jabatan, bisa saja akan muncul masalah lain, seperti tuntutan hukum dari kubu SBY, semua ini menurut penulis perlu dikalkulasi ulang olehnya.