Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Akan Banyak PR Jokowi Pasca Pelantikan Nanti

21 September 2019   12:14 Diperbarui: 18 Oktober 2019   14:02 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (setkab.go.id/Jay/PR)

Para investor asing, kata dia, justru lari ke negara-negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, Kamboja, dan Thailand. 

Ia mencontohkan beberapa waktu lalu 33 perusahaan asal Tiongkok memutuskan untuk menanamkan investasi di luar negeri. Namun dari 33 perusahaan itu, tak ada yang menengok Indonesia.

"23 memilih di Vietnam, 10 lainnya perginya ke Malaysia, Thailand dan Kamboja. Enggak ada yang ke kita. Tolong ini digarisbawahi," kata Jokowi.

Investor dan Kredibilitas (Komponen Ekonomi Intelstrat)

Sejak awal, menurut penulis, Amerika tidak suka Indonesia dekat dengan China, karena persaingan hegemoni kawasan (muncul istilah debt trap dan pay day loan).

Kini Indonesia menjumpai kesulitan menarik investor luar. Mengapa 33 investor China lebih memilih ke Vietnam, Kamboja dan Malaysia? Apakah persoalannya pada kepastian hukum, kondisi politik dan keamanan? Pada pokoknya, kredibilitas Indonesia di mata investor China rendah.

Statement mengiris Bank Dunia atau World Bank (WB) adalah "Pentingnya kepastian peraturan dan kepatuhan dengan kebijakan presiden", ini simple tapi merusak kredibilitas, mengecilkan nyali investor, termasuk dari China yang dikenal berani spekulatif. Indikasi WB, ketidak patuhan kepada kebijakan presiden sangat membahayakan investasi mereka, kira-kira begitu.

World Bank kita paham sangat dipercaya di dunia, statementnya itu solid dan valid, kantornya di Washington, DC, Amerika. Ini bukan sekadar urusan Word Bank, tapi ada baru pekerjaan intelijen, harus kita baca sebagai ATHG, yang sukses membuat barrier.

Selama ini kita gembar-gembor bersohib dengan China, toh ternyata mereka berpaling, hingga presiden pun gundah. Pemerintah Indonesia dinilai susah dilarang, buat barrier, lempar data buruk dan kalau perlu sesatkan info tentang Indonesia, di intelijen disebut sarana penggalangan yaitu PUSProp, perang urat syaraf, propaganda plus kegiatan.

Disaat kesulitan kredibilitas tadi, ke depan di dalam negeri "geng koruptor" makin kental dengan yang namanya Manipulasi, Mafia dan Faksionalisme, Kolusi dan Nepotisme. Tetapi yang membuat kita paling "ngeri" dan tercengang adalah "Korupsi yang terorganisir dan Sistem". 

Kelompok kepentingan yang berkuasa adalah politisi, hegemoni elit itu pengusaha. Kalau diamati korupsi dapat perlindungan politis dan tandem berupa menyalah gunakan kekuasaan para pemegang amanah. Kira-kira itu implementasi dari teori Hambali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun