Mohon tunggu...
ono Prayetno
ono Prayetno Mohon Tunggu... Freelancer - Mencintai semua Ciptaan Tuhan tanpa membeda bedakan

Bekerja sebagai Pramuwisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membawa Rombongan Orang Jawa Hongkong ke Danau Toba

22 April 2018   09:22 Diperbarui: 23 April 2018   02:54 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awalnya aku terkejut dan bertanya tanya dalam hati ketika menerima SPJ  ditugaskan membawa group dari Hongkong. Karena biasanya untuk group dari Taiwan maupun Hongkong selalunya dihandle oleh Pemandu wisata berbahasa Mandarin.

Tapi kali ini kok aneh, apa mungkin Tour manager perusahaan Travel yang menugasiku salah ngasih SPJ?  Setelah mendengar klarifikasi dari Tour Manager yang memberi surat jalan aku jadi paham tapi tetap saja perasaan kurang sreg itu terus menghantui, maklum basicku  adalah pemandu wisata berbahasa Indonesia dan Inggris.

Sempat terlintas di benakku pengalaman konyol yang lalu lalu menghandle group dari Thailand yang tidak seorang pun mengerti bahasa inggris apalagi bahasa melayu. Sungguh tidak enak jadi seorang Pramuwisata walaupun dibayar kalau hanya untuk untuk plongak plongok.

"Ampun dech..!"

Keterkejutanku terjawab ketika group yang dinanti sudah berada didalam bus, total dari mereka berjumlah 35 orang.

Suasana didalam bus pun ternyata tidak seperti di "pasar rame" di kota Medan dimana bahasa Hokkien lebih dominan terdengar. Tapi sebaliknya bahasa Jawa dan bahasa Indonesia logat Siantar lebih mendominasi suasana disetiap percakapan.

Hasil penelusuranku dari beberapa peserta yang sempat kudekati,  ternyata mereka mereka ini dulunya adalah warga Indonesia yang hijrah ke negeri China karena Jakarta waktu itu dilanda kerusuhan besar dimana kampus tempat mereka kuliah yaitu BAPERKI yang kini berganti nama menjadi Universitas Trisakti itu hangus dibakar oleh para demonstrans pada tahun 1966 dimana sentimen anti etnis China berkobar dimana mana hampir se kawasan Asia terutama Asia tenggara.

Dengan maksud melanjutkan kuliah ke Negeri China negeri asal leluhur mereka ternyata diwaktu yang bersamaan disana pun terjadi gejolak yang dikenal dengan revolusi budaya.

Dan mereka dapati China waktu itu betul betul dalam situasi ekonomi yang terpuruk dan jauh lebih miskin dari Indonesia karena sebagai pengungsi dari Indonesia ternyata mereka lebih kaya dari penduduk asli china sendiri. "Contohnya pakaian kami jauh lebih bagus dan lebih banyak dibandingkan penduduk yang kami datangi." kata Mr. Lam,  salah seorang peserta tour.

"Bertepatan pada tahun itu juga ekonomi china terkena embargo oleh Amerika sehingga Mao Zedong sebagai Presiden China waktu itu memerintahkan agar semua rakyat China harus bisa belajar berdikari dan belajar hidup dari para petani di perkampungan." Kenang Mr Lam yang nama Indonesianya adalah Ikhwan, dimana dulu itu dia pernah hidup di bangsal yang terbuat dari tanah liat dicampur kapur lalu dipadatkan dengan menggunakan tenaga manusia dan menjadi rumah bangsal berbentuk bulat seperti lumbung padi bertingkat tiga.

Bagian paling bawah untuk tempat peliharaan seperti babi dan hewan lainnya.

Tingkat dua untuk menyimpan padi dari hasil cocok tanam kami sendiri dan kesemuanya itu adalah untuk konsumsi penghuni rumah bangsal, yaitu kami sendiri dan lantai tiga paling atas adalah untuk tempat tinggal.

"Begitulah kami belajar bercocok tanam dan berternak dari para petani di kampung yang kami datangi yaitu disebuah daerah pegunungan di provinsi Hokkien dan untuk mencapai daerah itu tentu tidak mudah kami harus berjalan kaki berpuluh puluh kilometer naik turun gunung dengan beban bawaan seberat hampir 40 kg."

"Karena kerasnya hidup yang kami alami bersama membuat tali persahabatan dan persaudaraan diantara kami begitu kuatnya dan tidak akan mudah terpisah kecuali oleh kematian."

Kami tetap bisa mempertahankan bahasa dan budaya Indonesia dengan mengadakan pertemuan rutin di Hongkong setiap ada waktu kalau tidak sebulan sekali ya tiga bulan sekali tergantung situasi dan dalam setiap acara reunian itu kami juga sering mengundang team kesenian daerah kadang dari Jawa kadang dari Sumatera untuk daerah Sumatera biasanya dari daerah Batak." dan kebetulan pula penyanyi dan pemain musik yang menghibur rombongan ini di sebuah hotel di kota Parapat ini adalah group penyanyi yang pernah mereka undang juga.

"Diantara kamipun ada yang sudah jadi pengusaha kaya di Hongkong tapi tetap menjaga tali silaturahmi sesama kami yang berasal dari Indonesia bahkan biaya Tour ini dibiayai oleh mereka yang tingkat ekonominya lebih baik."

Ujar Mr. Shu asal Siantar yang kini berusia 72 tahun itu mengakhiri percakapan kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun