Mohon tunggu...
Praviravara Jayawardhana
Praviravara Jayawardhana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya seorang praktisi Dharma

Semoga seluruh alam semesta berbahagia

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memahami Chattra Borobudur dan Melerai Sebuah Polemik

26 Maret 2021   18:00 Diperbarui: 26 Maret 2021   23:53 2835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahkan lebih jauh lagi, di dalam Karmawibhangga Sutra yang menghiasi 160 keping relief di kaki Candi Borobudur, diajarkan bahwa salah satu cara menghimpun kebajikan yang luar biasa adalah dengan mempersembahkan payung kepada objek-objek suci. Dikatakan bahwa karma mempersembahkan payung seperti ini akan membawa hasil antara lain berupa: terlahir sebagai orang yang berwibawa, berlimpah kekayaan, bisa terus bersama-sama dengan para Buddha dan Bodhisatwa, serta bahkan hingga bisa membawa pada pencapaian pembebasan.

Chattra dalam Karmawibhangga
Chattra dalam Karmawibhangga

Dengan demikian, pemaknaan chattra atau payung dalam filosofi Buddhisme dapat dirangkum menjadi tiga, yakni: sebuah sebuah objek persembahan surgawi, sebagai sebagai pelindung dan juga sebagai penanda anggota keluarga kerajaan.

Lebih jauh lagi, dalam tradisi Vajrayana, mempersembahkan mandala adalah sebuah praktik mendasar. Mandala dimaknakan sebagai alam semesta dan kita diajarkan untuk melatih dana paramita dengan cara mempersembahkan segala sesuatu (yang dilambangkan sebagai alam semesta) kepada Ladang Kebajikan, yakni Triratna. Dalam praktik persembahan mandala ini, salah satu objek yang dihiaskan ke dalam mandala sebelum dipersembahkan adalah sebuah payung berharga (bahasa Inggris: precious parasol) yang ditemani oleh sebuah panji kemenangan (bahasa Inggris: victory banner). Praktik ini dilakukan setiap hari bahkan hingga detik ini oleh para praktisi Vajrayana.

Masih pula dalam tradisi Vajrayana, kita juga mengenal banyak sekali istadewata-istadewata yang membawa payung sebagai salah satu ornamen kebesarannya. Beberapa di antaranya adalah Sitatapatra, Sang Pembawa Payung Putih Yang Agung, ataupun Waisrawana, Pelindung Dharma di sebelah Utara, yang membawa payung sebagai simbol status kebesarannya. Selain itu, ada pula Ibunda Sri Dewi Palden Lhamo, Sang Pelindung Dharma yang menjaga silsilah Y.M.S. Dalai Lama dan juga bahkan pernah dipuja di bumi Nusantara ini di masa lampau. Beliau digambarkan memiliki sebuah payung yang terbuat dari bulu merak yang sangat indah yang melambangkan bawah Beliau berperan sebagai pelindung bagi para makhluk di tiga dunia.

Sitatapatra
Sitatapatra

Waisrawana
Waisrawana

Chattra Bulu Merak Palden Lhamo
Chattra Bulu Merak Palden Lhamo
Jadi, kesimpulan apa yang bisa ditarik? Pertama, adalah sebuah fakta bahwa batu-batu serpihan chattra telah ditemukan oleh Van Erp di dalam lokasi Candi Borobudur. Oleh karena itu, tidak mungkin bahwa di dalam Candi Borobudur tidak ada chattra, karena serpihan batu-batu tersebut pasti pada masa kejayaannya dulu pernah terpasang di suatu tempat di candi. Adalah sebuah fakta pula bahwa bagian puncak dari stupa utama Candi terindikasi memiliki sebuah struktur yang saat ini sudah tidak bisa teridentifikasi lagi. Kedua, dalam filosofi Buddhisme, chattra memang memiliki peran dan makna yang sangat mendalam sebagaimana bisa ditelusuri di relief-relief yang tersebar di seluruh badan Candi. Oleh karena itu, tanpa perlu mengerdilkan disiplin ilmu arkeologi, namun cukup dengan memberikan sedikit ruang interpretasi bagi disiplin ilmu Buddhisme, maka kita seyogyanya bisa mengambil sebuah keberanian untuk melerai polemik berkepanjangan seputar chattra Candi Borobudur dan merekonstruksi pemasangan chattra ini di puncak stupa utama Candi  Borobudur. Dengan demikian, umat Buddha secara khususnya dan bangsa Indonesia secara umumnya, sebagai pemilik sah Candi Borobudur, pun akhirnya dapat menikmati sebuah rasa puas karena akhirnya Sang Candi berhasil mencapai status paripurna yang sempurna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun