Mohon tunggu...
Pratiwi Zuriaty
Pratiwi Zuriaty Mohon Tunggu... -

Lahir di Bulan Januari 1987 menjadikan saya harus sadar bahwa saya sudah harus menjadi wanita dewasa dan harus menentukan sikap. Tapi kayaknya yang saya lakukan saat ini hanyalah sebuah suratan takdir... Pelan tapi pasti,,saya akan mewujudkan cita-cita saya!!!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tenggang Rasa Dalam Beribadah

4 April 2010   06:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:00 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sabtu malam pukul 21.30, saya baru pulang dari bertemu teman saya yang telah lama mengabdi sebagai pamong masyarakat di sebuah daerah di NTB. Malam itu saya sudah menyadari bahwa di jalanan masuk menuju rumah saya ada acara yang biasa disebut Majelis Rasulullah sehingga dimungkinkan adanya kemacetan. Pada saat saya berangkat tadi sore jalan akses dari sebelah utara sudah ditutup karena disanalah panggungnya berdiri, sehingga saya keluar dari jalan di sisi selatan sambil berharap bahwa saat pulang nanti jalan tersebut tidak ditutup juga.

Namun harapan tinggal harapan, seluruh akses jalan raya menuju rumah saya ditutup. Bahkan di jalan raya yang cukup besar dan letaknya di pinggir jalan tol, hanya satu jalur yang digunakan karena jalur yang satunya ditutup untuk parkir motor. Panjangnya parkiran motor itu hampir sepanjang 1 km dari ujung ke ujung. Astagfirullahalazim.. Saya hanya bisa menarik napas dan mengelus dada untuk bersabar. Padahal kondisi daerah rumah saya merupakan daerah terminal yang masih banyak bus-bus berseliweran pada malam itu.

Dan yang membuat saya tambah panik adalah ternyata jalan akses sisi selatan yang tadi belum ditutup, sekarang tertutupi barisan motor-motor yang terparkir. Untungnya banyak jalan tikus menuju rumah saya, walaupun harus beberapa kali memutar balik karena ternyata banyak gang yang ditutup. Dan plus disertai tangisan saya saking stressnya. Sudah malam, jalannya sempit pula, apa jadinya kalau saya tidak sampai rumah. Dan Alhamdulillah, ada seorang bapak yang berbaik hati atau mungkin juga iba sekaligus lucu melihat saya menangis kebingungan mencari jalan, beliau mengarahkan saya dengan motornya menuju rumah saya. Jalanan yang paling saya hindari karena harus menyebrang jembatan yang super kecil ngeri mentok mobilnya.

Setelah sampai rumah saya penasaran kenapa sih sampai sepanjang jalan raya itu harus ditutup. Tengah malam itu saya berbekal hp untuk membidik situasi, keluar kompleks melihat pengajian itu. Dan ternyata para jemaahnya duduk sampai ke jalanan gang depan masuk kompleks saya. Padahal dari panggung sampai gang itu ada lebih dari 500m, butuh 5 menit untuk naik angkot dari situ ke depan.

[caption id="attachment_110049" align="aligncenter" width="300" caption="Jamaah Membludak di Depan Gang"][/caption]

Bandingkan dengan :

[caption id="attachment_110047" align="aligncenter" width="300" caption="Jalan depan gang di pagi hari"][/caption] Jam sudah menunjukkan pukul 00.00, namun suasana di sana masih tampak hidup. Suara Habib yang memimpin jamaah itu hanya terdengar sayup-sayup dari speaker. Namun tak satupun dari mereka terlihat mengantuk. Dan menurut bapak-bapak yang baik hati, acara tersebut mungkin akan berlangsung hingga jam 3 pagi.

Setelah saya sampai di rumah dan akan melaksanakan salat Isya, saya merenung. Mengapa saya sempat merasa kesel banget dengan acara itu. Saya sempat mempertanyakan apa sih tujuannya. Kalau tujuannya untuk memperingati Maulid Nabi atau bersalawat mengapa caranya harus seperti itu. Mengumpulkan seluruh massa dari seluruh Jakarta, atau mungkin dari kota-kota lainnya di sebuah tempat umum. Kalau di lapangan sih nggak apa-apa. Tapi ini di jalan raya, jalanan umum yang menjadi fasilitas bersama. Apa tidak cukup menggelar peringatan atau pengajian di daerah masing-masing. Di Masjid masing-masing. Untuk kegiatan wajib seperti Salat Jumat saja, tidak perlu seperti itu. Bahkan Salat Idul Fitri yang satu tahun sekali saja tidak begitu. Kalaupun ada jalan yang ditutup, itu hanya berlangsung satu jam tidak sampai setengah harian begitu.

Kalau dipikir-pikir buat apa beribadah tapi malah bikin orang lain dongkol. Saya sampai berpikir apa mungkin hati saya yang segitu kotornya sampai tidak suka melihat orang lain beribadah? Memang sih itu mungkin hanya seminggu sekali, tapi bisa dikatakan minggu ini di daerah A dengan Habib A, minggu depannya di tempat yang berbeda dengan Habib yang berbeda. Yang intinya hampir setiap minggu ada acara serupa dan semuanya sama-sama bikin macet, bikin hati orang lain dongkol.

Saya juga memperhartikan acara itu juga tidak adil, karena akan ada orang-orang yang harus bertugas sebagai penjaga keamanan, sebagai penjaga parkir yang mungkin tidak bisa ikut beribadah dengan khusyuk karena ada tugas itu.

[caption id="attachment_110041" align="aligncenter" width="300" caption="Anak-anak pun ikutan"][/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun