Mohon tunggu...
NurAji Pratama
NurAji Pratama Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Implikasi Hukum Progresif dalam Perjalanan Peradilan Tata Usaha Negara

25 Maret 2018   19:31 Diperbarui: 25 Maret 2018   19:56 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hukum merupakan seperangkat aturan yang ditujukan untuk menciptakan ketertiban masyarakat sehingga menjadikan kehidupan rakyat dan bangsa sejahtera dan bahagia. Dalam mewujudkan tutjuan tersebut hukum selalu berorientasi terhadap nilai keadilan.[1]

            Peradilan tata usaha negara merupakan kebutuhan publik dari sebuah sengketa yang terjadi. Dalam upaya penyelesaian pada hukum acara tata usaha negara tidak memiliki kodifikasi tertentu yang bisa menjadi landasan yuridis, sehingga dalam penyelasaiannya masih bersifat statis dan rigid yang tidak berlandaskan latar belakang sosiologis subyek hukum[2], seperti halnya dalam keputusan relokasi warga kampung pulo, yang dalam praktik peradilan ini, seorang hakim belum melaksakan keaktifan hakim (Judicial Activism) dalam putusan-putusannya, sehingga tindakan hakim dalam merefleksi kondisi sosial masyarakat masih jauh dari asas keadilan.

            Dalam desertasi Indriati amirin dijelaskan, bahwa belum dilaksanakannya keaktifan hakim adalah pengguanaan yuresprudensi tanpa didadasari sikap hati-hati sehingga dalam aplikasinya hakim lebih cenderung menggunakan gaya berfikir parsial, pragmatis, dan jalan pintas. 

dari sisnilah, hemat penulis menyatakan bahwa dalam mewujudkan tujuan hukum yang sesungguhnya adalah mewujudkan keadilan dimasyarakat sebagai subyek hukum. Dengan demikian putusan pengadilan harus berlandaskan asas keadilan.

            Keadilan merupakan hal yang bersumber dari hati nurani, bukan hanya  teori hukum dalam memutuskan sengketa. Meski banyak pakar hukum yang menjelaskan secara detail tentang hukum akan tetapi keadilan yang seharusnya menjadi tujuan hukum belum terlaksana. Sehingga keadilan yang bersumber dari hati itu harus dipahami demi terlaksananya tujuan hukum.

 [1] Teori Etis (Aristoteles)

[2] Alvin S Johson. 1994. Sosiologi Of Law.Penerjemah ; Rinaldi Simamora, S.H. PT Rineka Cipta. Jakarta. Hlm 10

  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun