Mohon tunggu...
Prastiwo Anggoro
Prastiwo Anggoro Mohon Tunggu... Insinyur - ingenieur

Seorang pemerhati lingkungan, budaya dan sumber daya manusia. Aktif di perkumpulan kepemudaan, Keinsinyuran, Lingkungan dan Pendidikan. Memberikan kontribusi melalui infiltrasi ke generasi muda dan berusaha menulis satu topik setiap minggu sekali.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

RRC Salah Pilih Lawan

11 Januari 2020   20:16 Diperbarui: 11 Januari 2020   20:31 1241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Facebook Pemuda Natuna

Siang ini 8/1/2020, Presiden RI Joko Widodo bertolak ke Natuna. Sebuah Pulau di Ujung Indonesia Barat yang masuk kedalam Provinsi Kepulauan Riau. Satu Provinsi dengan tempat kediaman saya sekarang.  Sebuah Pulau yang kaya akan pesona alam (wisata natuna), hasil laut yang melimpah serta cadangan Migas di laut lepas. 

Sebagai daerah perbatasan, Natuna mempunyai batasan laut terdiri dari 2 area teritorial yaitu sovereignty right (kedaulatan - 18 Mil dari Garis pantai terluar) dan sovereign rights (hak berdaulat / ZEE - 200 mil dari garis pantai terluar)

Nah, ini yang sering menjadi rancu, bahwa daearah hak berdaulat / ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1983 pasal 5 tentang ZEE, bahwa Indonesia memiliki hak untuk :

  1. Melakukan eksplorasi, eksploitasi, pengelolaan dan konservasi sumber daya alam
  2. Berhak melakukan penelitian, perlindungan, dan pelestarian laut
  3. Mengizinkan pelayaran internasional melalui wilayah ini dan memasang berbagai sarana perhubungan laut

Item 3 berarti apabila kapal sebuah negara melewati zone ZEE Indonesia, maka Indonesia berkewajiban memberikan akses sesuai dengan syarat  yang dipersyaratkan secara international. akan tetapi kapal tersebut tidak di perbolehkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam yang tergantung di dalam laut tersebut. 

Maling Ikan dan China "test water"

Jubir Kemenlu RRC
Jubir Kemenlu RRC
Telah menjadi rahasia umum bahwa di laut Natuna utara banyak terjadi pencurian ikan di masa lampau, bahkan nelayan asing yang datang tidak hanya dari satu negera saja akan tetapi dari berbagai negara tetangga di Asia. Setelah 2014, salah satu Menteri fenomenal dengan semboyan "tenggelamkan" telah mampu mengurangi pencurian ikan di laut Indonesia.

 Setelah kabinet jilid pertama berakhir di akhir 2019, 3 bulan setelah pelantikan kabinet yang baru, terjadi berita menghebohkan, kali ini bukan saja kapal maling ikan masuk ke Zona ekonomi eksklusif Indonesia akan tetapi kapal maling tersebut di kawal oleh Coast Guard dari Negara mereka

Sebagai analogi Indonesia adalah sebuah rumah dengan halaman depan sebagai kedaulatan (18 Mil). Di halaman depan ada pagar, di depan pagar ada saluran air serta jalan umum yang di analogikan hak berdaulat (200 Mil). Nah saluran air tersebut penuh dengan ikan-ikan segar, datang lah anak dari rumah tetangga yang memancing tanpa ijin dan parah nya anak tersebut membawa orang tua nya untuk berjaga-jaga.

Saat Pemilik rumah protes, orang tua anak tersebut malah mengatakan " Indonesia terima atau tidak, Kami berhak disitu (mancing)" . Di sini lah Si orang tua tersebut seakan "test the water". Melihat reaksi pemilik rumah akan aksi tersebut. 

Reaksi Balik yang tidak di duga

Seakan terbakar api nasionalisme, Reaksi pertama seketika Menko Pulkam beserta Menteri-menteri di bawah nya mengadakan rapat mendadak  (link). Secara tegas mengadakan bahwa tidak ada negosiasi terkait ZEE laut Natuna Utara, bahkan meminta secara tegas untuk mengusir semua kapal asing melakukan "pencurian". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun