Mohon tunggu...
Prasetyo Adi
Prasetyo Adi Mohon Tunggu... Dosen - Learner

Orang nomaden. Tinggal di malang dan selebihnya tinggal di tempat lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nak, Bercita-Citalah yang Tinggi, Jadilah seperti Bapak: Penjual Nasgor Gerobak

5 Juni 2021   08:20 Diperbarui: 5 Juni 2021   08:54 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nasi Goreng PPPK Malang / dokpri

Tadi malam selepas maghrib, saya pulang dari kantor, dari kota Batu, tepatnya di Desa Giripurno Kecamatan Bumiaji. Tujuan saya adalah pulang ke salah satu tempat nomaden saya, di Blimbing Malang kota. Sebelum sampai di salah satu tempat nomaden, saya ingat kalau belum makan, alhasil tiba-tiba saja lapar itu datang. Meraung memberitahu saya di depan ada nasi goreng. Benar ternyata, penglihatan si lapar itu tak dapat dipandang sebelah mata. 

Saya memarkir motor Supra di sebelah pintu masuk bertuliskan BOE. Seingat saya begitu tulisannya. Tapi jika ingin mengecek, mungkin lebih enak kata kunci yang dimasukan di google adalah P4TK, atau PPPpTK Malang Arjosari, nah begitu. 

Setelah parkir mata saya langsung tertuju pada dua penjual makanan, gerobak nasi goreng dan sate. Mengingat kalau pesan sate itu biasanya harus nunggu lama, lantaran bapak penjual harus kipas-kipas, menggelontorkan bumbu ke daging di setiap tusuknya hingga mempersiapkan takaran bumbu terbaik di atas piring. Entah itu bumbu kecap atau bumbu kacang. Bayangan itu membuat saya berpikir bahwa mempersiapkannya terkesan lama. Keburu si lapar yang tinggal di perut saya ini meronta. 

Saya menghampiri bapak-bapak berpeci yang tengah duduk di kursi panjang, di depan sebuah kompor penghasil uang. "Pak nasi goreng satu," pinta saya ke bapak itu. Lalu saya duduk di seberang kursi yang diduduki bapak berpeci tadi. 

Sepertinya saya tidak terlalu mendengar bapak tadi menjawab pinta saya. Atau menyanggupi permintaan saya -nasi goreng satu, dengan perkataan. Tapi yasudahlah, tidak saya pusingkan. Toh permintaan saya tadi direspon dengan tindakan nyata bapak berpeci ini. Beliau langsung mengangkat 'sutil' sakti, yang gagangnya berwarna agak kehitaman dan ujungnya berwarna agak putih. Tepatnya mungkin silver ya! hheheh

Bapak berpeci ini dibantu seorang pemuda yang tak begitu kelihatan rupawan, lantaran dia memakai masker. Dilihat-lihat itu bukan masker sih. Atau saya yang salah lihat, maklum kalau laper sering resek.

Begitu duduk saya langsung membuka HP, dan mengabari istri kalau sedang mampir beli nasi goreng. Belum juga dibalas, mungkin belum dibaca juga, pemuda yang tak begitu kelihatan rupawan itu menghampiri meja dan menyerahkan sepaket piring beserta nasinya yang sudah tidak berwarna putih lagi. 

Diselingi beberapa potong daun berwarna hijau -sawi, dan telur yang sudah tidak bundar lagi. Begitu bismillah itu sudah terlontar dari mulutsaya, nasi goreng ini langsung saya makan, tanpa basa-basi. Sejurus kemudian, istri membalas, "selamat makan ...." yaah gitu aja. 

Ketika proses makan saya sedang berlangsung, beberapa pembeli berdatangan. Akhirnya mengantri lah mereka, pasalnya kompor penghasil uang itu cuma satu, wajan juga satu, sutil juga cuma satu. 

Nah tapi operatornya dua, tapi yang satu -pemuda yang tak begitu kelihatan rupawan itu tak begitu kelihatan perannya. Hanya terlihat mempersiapkan piring, jika nasi goreng siap dihidangkan dia menyodorkan piring itu dekat-dekat dengan bapak berpeci. Endingnya pemuda yang tak begitu kelihatan rupawan itu memberikan toping berupa irisan timun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun