Mohon tunggu...
Eko Prasetyo
Eko Prasetyo Mohon Tunggu... profesional -

Hingga Januari 2015, penggemar wedang kopi ini baru menulis 30 buku. Kini ia melanjutkan sekolah di Pascasarjana Unitomo Surabaya. Alasan utamanya kuliah S-2 adalah menghindari omelan istri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bandung Bondowoso dan Mitos Perawan Tua

4 Agustus 2013   03:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:39 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Legenda ini amat akrab di telinga saya. Sumbernya saya dapat dari beberapa buku maupun cerita dari mendiang mbah kung. Salah satu versi yang saya ingat adalah pemuda yang bernama Joko Bandung dari Kerajaan Pengging (masuk wilayah Jawa Tengah).

Ia dikisahkan pernah berduel dengan seorang raksasa sakti yang bernama Bondowoso. Ilmu kanuragan keduanya sama-sama tinggi. Bondowoso akhirnya kalah dan terbunuh. Ia meminta izin agar rohnya menyatu dalam tubuh Joko Bandung dan menginginkan namanya digabung dengan Joko Bandung. Pemuda itu sepakat dengan nama barunya, Bandung Bondowoso. Kesaktiannya pun kian tak tertandingi.

Singkatnya, Bandung Bondowoso membantu ayahnya, Raja Pengging, untuk menggempur sebuah kerajaan di daerah Prambanan (antara Klaten dan Jogjakarta). Misi mereka adalah menundukkan Raja Boko. Sang raja dari Prambanan itu akhirnya gugur di tangan Bandung Bondowoso.

Ketika memasuki istana keputren, Bandung Bondowoso melihat seorang perempuan muda yang aduhainya tak terkira. Ia adalah Roro Jonggrang. Love at the first sight langsung menyelingkupi Bandung Bondowoso.

Ia bermaksud meminang dan menikahi Roro Jonggrang. Namun, putri jelita itu sebenarnya menaruh rasa enggan. Sebab, Bandung Bondowoso adalah orang yang membunuh ayah Roro Jonggrang. Di sisi lain, ia tak berani menolak pinangan Bandung Bondowoso dengan alasan keselamatan nyawanya.

Roro pun mencari alasan. Ia bersedia dinikahi Bandung Bondowoso dengan mengajukan syarat. Yakni, proyek pembangunan seribu candi dan dua sumur yang amat dalam. Megaproyek ini harus rampung dalam waktu semalam sebelum ayam jantan berkokok pertanda fajar tiba. Tentu saja ini permintaan yang sangat berat dan terdengar mustahil.

Tetapi, Bandung Bondowoso tak kurang akal. Ia meminta bantuan makhluk halus untuk melaksanakannya. Para jin itu akhirnya memulai pembangunan candi tersebut satu per satu dengan kecepatan yang luar biasa. Proyek ini harus lebih cepat dan selesai sesuai agenda, tidak seperti proyek Wisma Atlet di Hambalang.

Melihat itu, Roro Jonggrang cemas. Apalagi, jauh sebelum fajar tiba, jumlah candi itu hampir mendekati seribu. Tak sudi menikah dengan Bandung Bondowoso, Roro meminta bantuan para gadis setempat. Mereka diminta memukulkan lesung padi yang bakal menggugah insting ayam untuk berkokok.

Maka, saat lesung-lesung itu dipukulkan, seketika ayam-ayam berkokok. Otomatis, hasrat Bandung Bondowoso untuk membangun seribu candi pun pupus. Padahal, tinggal sedikit lagi, pembangunan tersebut bakal selesai.

Ia murka dan mengutuk Roro Jonggrang. Seketika jadilah Roro Jonggrang membatu, menjadi candi. Candi ini juga diberi nama Candi Prambanan. Sementara candi-candi yang dibangun oleh para tukang dan arsitek dari kalangan jin itu dinamai Candi Sewu.

Para gadis yang membantu Roro Jonggrang juga tak luput dari kutukan Bandung Bondowoso. Mereka dituding terlibat dalam konspirasi dengan Roro Jonggrang. Yakni, berbuat curang agar Bandung Bondowoso gagal. Atas dakwaan tersebut, mereka dikutuk tak laku kawin sebelum usia tua atau sebelum mereka pindah ke tempat lain.

Legenda ini menarik untuk ditelisik. Terutama di kawasan dekat Candi Sewu dan Candi Prambanan. Yakni, apa benar ada perempuan setempat yang tidak kunjung menikah meski usianya paro baya. Mungkinkah ada hubungannya dengan mitos kutukan Bandung Bondowoso itu atau sebab lain. Ah, legenda memang selalu menawarkan hal-hal menarik. Seperti sejarah.

Sidoarjo, 4 Agustus 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun