Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ancaman Teluk Kendari

13 April 2021   11:51 Diperbarui: 13 April 2021   12:56 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

ANCAMAN TELUK KENDARI

Sudah dapat diprediksi sebelumnya, pada awal tahun tahun 1990'an, Teluk Kendari akan mengalami sedimentasi yang berat apabila tidak dilakukan perbaikan lingkungan baik jangka panjang (rehabilitasi lahan kritis dengan vegetasi kayu-kayuan) maupun jangka pendek (dengan membuat bangunan sipil teknis seperti waduk dan sejenisnya) didaerah hulu Sub DAS Wanggu, maka DAS yang membelah masuk Kota Kendari itu secara akumulatif dan terus menerus membawa sedimentasi cukup berat di Teluk Kendiri. Akibatnya dalam 13 tahun terakhir terjadi pendangkalan akibat sedimentasi di Teluk Kendari seluas 101,8 ha dan kedalaman laut 9-10 meter. Luasan wilayah teluk pun menyusut dari semula 1.186,2 ha menjadi 1084,4 pada tahun 2000. Dalam kurun 20 tahun terakhir, ukuran teluk hanya tersisa 900 ha atau tergerus 24 persen.

Saat menjabat sebagai Kepala Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah  (SBRLKT) Sampara di Kendari (sekarang Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (BPDASHL) Sampara) tahun 1998, saya sempat berinisiatif menemui Walikota Kendari saat itu (Masyhur Masie Abunawas) untuk membahas dan membicarakan kerusakan Sub DAS Wanggu dan sedimentasi teluk Kendari. Walikota pada saat itu memahami keresahan saya dan berjanji akan mengambil langkah-langkah dan solusi untuk memperbaiki kondisi lingkungan tersebut. 

Waktu terus berlalu, pejabat walikota silih berganti namun pada kenyataannya hingga akhir tahun 2020 pemerintah Kota Kendiri belum berbuat banyak untuk menangani ini, sehingga rentang waktu 22 tahun proses sedimentasi meningkat dan terus menerus terjadi ke Teluk Kendari. Belum lagi kerusakan vegetasi mangrove yang sangat masif di Teluk Kendari akibat kebutuhan lahan yang sangat tinggi untuk pembangunan seperti hotel, jalan boulevard, perumahan dan seterusnya.

Hanya baru dipemerintahan Jokowi akhir tahun lalu (2020), dilakukan penanganan jangka pendek dengan membangun waduk pengendali banjir atau kolam rentensi senilai 22,8 milyard rupiah. Meskipun sangat terlambat, hadirnya kolam retensi ini untuk sementara waktu mampu mereduksi banjir dan sedimentasi pada saat musim hujan. 

Upaya membangun kolam retensi ini, dirasa belum cukup tanpa diimbangi dengan penanganan daerah hulu DAS Wanggu secara serius, dengan rehabilitasi vegetasi kayu-kayuan yang masih, massal dan dalam cakupan yang luas. Bilamana tidak segera dilakukan, kolam retensi yang dibanguan dengan biaya yang cukup mahal akan sia-sia belaka karena diperkirakan 5-10 tahun mendatang, kolam retensi akan penuh dengan sedimen yang pada gilirannya banjir dan sedimentasi tetap mengancam Teluk Kendari juga. 

Bagi pemerintah Kota Kendari khususnya, maupun Provinsi Sultra pada umumnya tidak ada pilihan lain untuk menyelamatkan Teluk Kendari dan satu-satunya jalan adalah mengembalikan fungsi tutupan hutan dihulu DAS Wanggu. Kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan didaerah DAS Wanggu juga perlu dibangkitkan kembali untuk memdidik mental dan perilaku kearah yang lebih baik.

PRAMONO DWI SUSETYO

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun