Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Konsekuensi Pembangunan Persemaian Berskala Besar untuk Green Economy

28 November 2020   21:28 Diperbarui: 28 November 2020   21:33 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kalau kadaluwarsa, bibit tanaman tersebut akarnya sudah besar dan bisa menembus kemana-kemana serta tidak efektif lagi bila ditanam karena biaya angkut semakin mahal.

Kedua, meskipun kebijakan untuk membangun persemaian berskala besar dilakukan dalam konsep yang utuh, meliputi pembangunan fisik produksi bibit, didukung oleh kebijakan kelembagaan sebagai persemaian nasional bahkan internasional, manajemen persemaian, serta peningkatan sumber daya manusia ahli benih dan bibit tanaman kehutanan, namun tanpa diimbangi dengan pengelolaan pengangkutan dan distribusi; penanaman dan pemeliharan tanaman yang baik, semuanya itu tidak ada artinya. Karena, sesungguhnya sekuen proses dari pembibitan, pengangkutan/distribusi, penamanan,dan pemeliharaan pohon adalah kegiatan yang menentukan keberhasilan penanaman pohon.

KLHK boleh saja mengklaim bahwa  produksi bibit yang dihasilkan nanti tahun 2021 sudah lebih dari cukup jumlahnya dengan kualitas yang baik karena dihasilkan dari kelola persemaian yang modern- hitung-hitungannya adalah dari persemaian permanen yang dihasilkan oleh  BPDASHL rata rata setiap tahun 2 juta bibit, maka 34 BPDASHL seluruh Indonesia mampu menghasilkan 68 juta batang bibit setiap tahun.

Sedangkan dari persemain permanen berskala besar yang akan dibangun anggap saja yang mampu menghasilkan  bibit 16 juta/tahun, 2 lokasi yaitu Rumpin Bogor dan Kalimantan Timur sedang 4 lainnya sesuai dengan luasnya mampu menghasilkan rata-rata 10 juta/tahun.

Jadi total bibit yang dapat diproduksi mulai tahun 2021 oleh KLHK ditaksir sebanyak 68 juta bibit dari BPDASHL dan 72 juta bibit dari persemaian berskala besar. Dan juga boleh mengklaim bahwa lahan kritis yang mampu ditanami dengan jumlah bibit 140 juta dan jarak tanam 2x3 m mampu menanami lahan hutan setara dengan luas kurang lebih 85.000 ha/tahun.

Sedangkan dengan jarak tanam 5x5m, mampu menanami lahan kritis diluar kawasan hutan setara dengan luas kurang lebih 280.000 ha/tahun. Namun, hitung-hitungan tersebut hanyalah diatas kertas semata, karena proses selanjutnya juga ikut menentukan keberhasilan dilapangan.

Ketiga, jarak angkut distribusi bibit dari lokasi persemaian kelokasi penanaman sangat menentukan dan mempunyai korelasi dengan  kesehatan bibit yang akan ditanam. Makin jauh jarak angkut distribusi bibit maka kesehatan bibit akan makin menurun kondisinya ( korelasi yang berbanding terbalik ). Di samping itu dari segi biaya, makin jauh jarak angkut akan semakin mahal biayanya (tidak efisien).

Menurut para ahli perbenihan dan pembibitan, jarak yang paling ideal dari persemaian kelokasi penanaman kurang lebih 5 km. Lebih dari jarak itu, kondisi dan kesehatan bibit rawan akan kerusakan akibat guncangan, penyesuaian agroklimat dan sebagainya.

Keempat, kegiatan penanaman dan pemeliharaan adalah sekuen tahapan kegiatan keberhasilan tanaman pohon hutan yang paling krusial.

Dalam suatu kesempatan Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan bahwa kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), sesungguhnya telah ditingkatkan besaran luasnya. Sebelum tahun 2019 biasanya luas kegiatan RHL hanya sekitar 23 -- 25 ribu ha, maka pada tahun 2019, kegiatan RHL sudah mencapai 207 ribu ha.

Untuk tahun 2020 ini, kegiatan RHL diprediksi bisa lebih dari 403 ribu ha yang bisa ditanami setiap tahun. Melihat angka luasan RHL yang selalu meningkat setiap tahun , nampaknya memberikan harapan untuk mempercepat penurunan angka lahan kritis dan laju deforestasi di Indonesia. Namun tunggu dulu, kita perlu pemahaman yang sama tentang proses hidup dan keberhasilan menanam sampai dengan mencapai pohon dewasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun