Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

HPH Dulu dan IUPHHK Kini

30 September 2020   15:27 Diperbarui: 30 September 2020   15:33 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Indonesia dikaruniai Tuhan, hutan alam tropika basah yang maha luas yang membentang dari ujung utara pulau Sumatra sampai ujung timur pulau Papua. Dengan luas 125,2 juta ha, potensi flora dan fauna luar biasa, sehingga pernah dijuluki the second biggest mega biodiversity hutan tropika basah setelah negara Brazilia. Potensi kayu jenis Dipterocarpacae (Jenis kelompok meranti) tak tertandingi oleh negara manapun.

Pada awal berdirinya orde baru tahun 1967, hutan alam dipandang sebagai salah satu aset besar modal pembangunan yang dapat dimanfaatkan disamping hasil dari minyak bumi. Dengan hanya bermodalkan menerbitkan undang-undang no.1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan undang-undang (UU) no.5 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok kehutanan, pemerintah membuka keran izin pengusahaan hutan alam kepada investor asing maupun dalam negeri untuk menghimpun pundi-pundi devisa negara.

Meski turunan regulasi UU no.5/1967 baru terbit tahun 1970 berupa peraturan pemerintah (PP) no. 21 tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan, namun pemerintah dengan aturan pendukung seadanya telah berani izin beberapa investor asing untuk mengusahakan eksploitasi hutan alam dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan yang lebih dikenal dengan sebutan HPH.

Pemerintah melanjutkan menerbitkan PP no. 33 tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan dan Surat Keputusan Dirjen Kehutanan n0.35/Kpts/DD/I/1972 tentang Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB) dan Tebang Habis Permudaan Alam (THPA).

Dengan semakin lengkapnya peraturan yang mendukung kegiatan pengusahaan hutan dan ditambah dengan permintaan akan kayu meranti dipasar internasional cukup tinggi, maka usaha pemanfaatan hutan dalam mendatangkan investasi dan menhasilkan devisa dari ekspor kayu bulat (log) terus meningkat.

Tahun 1970/1971 produksi kayu bulat mencapai 10.899 ribu m3, pada tahun 1974/1975 mencapai produksi 23.280 ribu m3 dengan investasi tahun 10976 lebih dari 1 miliar US dolar dan pada tahun 1997/1998 produksi kayu bulat mencapai 29.520 ribu m3. Pada tahun 1990-1995, produksi kayu lapis tercatat menguasai pasar kayu tropis (hardwood) dunia.

Produksi industri  kayu lapis (plywood) Indonesia dari HPH meningkat tajam sejak tahun 1985  dan mencapai puncaknya pada tahun 1992 sebesar 10,86 juta m3 dan merupakan produksi tertinggi yang sempat membanjiri pasaran dunia produk plywood jenis kayu tropis. Alhasil, pengusahaan hutan alam berhasil menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi nasional.

Bonanza kayu oleh rezim orde baru selama tiga dekade dimanfaatkan benar sebagai penggerak roda pembangunan, dan  merupakan penyumbang devisa negara nomor dua setelah minyak bumi. Akibatnya hutan alam diekploitasi habis habisan untuk diekspor kayunya  dalam bentuk bahan mentah log (gelondongan). Izin pengusahaan kayu alam dalam bentuk HPH (Hak Pengusahaan Hutan) baik asing maupun domestik terus bertambah.

Meskipun rezim orde baru runtuh, dan pemerintahan berganti dengan era reformasi ditandai dengan terbitnya undang-undang no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, HPH berubah nama dan berganti baju menjadi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK), namun cara dan sepak terjangnya dalam mengeksploitasi hasil hutan kayu alam polanya tidak jauh berubah. Jumlah izin baru IUPHHK juga terus bertambah. Pada tahun 2000, misalnya, jumlah hak pengusahaan hutan ( HPH) atau IUPHHK-HA (Hutan Alam)  meningkat sekitar 600 unit dan mengusahakan areal hutan lebih dari 64 juta hektar. Devisa negara yang disumbangkan hampir setara dengan minyak bumi, 9 miliar dollar AS per tahun terhadap pendapatan nasional.

IUPHHK Kini

Seiring dengan pudarnya kejayaan kayu dari hutan alam Indonesia, banyak IUPHHK yang habis kontrak, izinnya tidak diperpanjang oleh pemerintah akibat banyaknya aturan yang dilanggar bahkan tidak aktif lagi karena produktivitas hutan alam setelah rotasi kedua menjadi sangat rendah atau bahkan tidak ekonomis untuk diusahakan. Perkembangan jumlah IUPHHK- HA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun