Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Rehabilitasi DAS: Suatu Keniscayaan?

25 September 2020   19:35 Diperbarui: 25 September 2020   19:49 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tahun 2003 diluncurkan  adanya Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan atau disingkat dengan GN-RHL/Gerhan sebagai pengganti Inpres reboisasi dan penghijauan, dengan target 3 juta ha untuk jangka waktu 5 tahun dengan sasaran utama tetap lahan kritis dan hutan rusak pada DAS prioritas. 

Selanjutnya tahun 2007 dengan bergantinya rezim pemerintahan, dimunculkan program baru Gerakan Indonesia Menanam, untuk menjaga kesinambungan semangat nasional dalam upaya memulihkan kerusakan sumberdaya hutan dan lahan di Indonesia. 

Kemudian menyusul Gerakan Menanam Satu Milyar Pohon dan seterusnya. Namun sayang, karena hanya politis dan sifatnya hanya gerakan maka hasil yang dicapai sifatnya hanya angka-angka statistik yang tidak bermakna dan sekali lagi tidak dapat diukur keberhasilannya dalam memulihkan kerusakan DAS sebagaimana tujuannya semula.

Terjebak Paradigma Lama

Kegiatan RHL d iera Jokowi sejak tahun 2014, nampaknya terdapat tanda-tanda ke arah perbaikan dengan di tingkatnya skala dan luas kegiatannya. Pemerintah juga berusaha keras mengurangi angka laju deforestasi dan penambahan luas lahan kritis diluar kawasan hutan dengan tetap menggunakan pendekatan DAS sebagai tolok ukur pemulihan kerusakan lingkungan.

Sebagai contoh menteri LHK Siti Nurbaya menyebut angka deforestasi Indonesia menurun tajam (Agro Indonesia, 23 Mei 2020). Lebih lanjut disebutkan bahwa deforestasi tahunan Indonesia pernah mencapai lebih dari 3,5 juta ha pada periode 1996 hingga 2000, namun telah turun tajam menjadi 0,44 juta ha. dan akan terus turun di masa mendatang. ha  Pada kurun waktu 2014-2015 menjadi 0,48 juta ha pada 2016-2017 , sebesar 0,44 juta ha pada tahun 2017-2018, 0,46 juta ha pada tahun 2018-2019. Jadi total angka deforestasi adalah 18,88 juta ha (dihitung ha pada kurun waktu 2014-2015 menjadi 0,48 juta ha pada 2016-2017, sebesar 0,44 juta ha pada tahun 2017-2018, 0,46 juta ha pada tahun 2018-2019. 

Jadi total lahan kritis dalam kawasan hutan ha  pada kurun waktu 2014-2015 menjadi 0,48 juta ha pada 2016-2017 , sebesar 0,44 juta ha pada tahun 2017-2018, 0,46 juta ha pada tahun 2018-2019. Jadi total lahan angka deforestasi dihitung sejak tahun 2014-2019, adalah 1,92 juta ha. 

Prestasi ini membuahkan hasil pada tahun 2020 dengan memperoleh dana hibah dari GFC (Green Climate Fund), badan pendanaan mitigasi perubahan iklim yang dibentuk PBB (2010), karena Indonesia mampu mengurangi emisis berbasis lahan sebanyak 20,3 juta ton setara CO2. Indonesia mendapat dana hibah sebesar US dollar 10,3 juta atau Rp. 1,5 trilliun. 

Di samping itu, pada tahun yang sama Indonbesia juga akan menerima hibah Rp. 813 milliar dari pemerintah Norwegia untuk pengurangan emisi karbon tahun 2016-2017. Prestasi internasional yang membanggakan memang, namun disisi lain prestasi ini tidak dimbangi dengan angka-angka keberhasilan kegiatan RHL yang puluhan tahun dilakukan pemerintah.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), masih terjebak pada paradigma lama yang terus dilanjutkan. Angka-angka luas penanaman pohon yang telah dilakukan dari tahun ketahun terus disebut dengan eskalasi luas yang terus bertambah.

Dalam suatu kesempatan Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan bahwa kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), sesungguhnya telah ditingkatkan besaran luasnya. Sebelum tahun 2019 biasanya luas kegiatan RHL hanya sekitar 23 -- 25 ribu ha, maka pada tahun 2019, kegiatan RHL sudah mencapai 207 ribu ha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun