Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Distorsi dan Inkonsistensi Hutan Produksi Konversi (HPK)

30 Maret 2020   18:44 Diperbarui: 30 Maret 2020   18:45 3537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dengan terbitnya  PP no. 44/2004 tentang perencanaan hutan, yang memuat tentang turunan hutan produksi (hutan produksi tetap, hutan produksi biasa dan hutan produksi yang dapat dikonversi) hanya semata mata untuk mengakomodir untuk pencadangan kawasan hutan produksi bagi kebutuhan kegiatan pengembangan transmigrasi, pemukiman, pertanian, perkebunan. 

Lantas apa yang membedakan hutan produksi terbatas dan tetap kalau hanya dibedakan nilai diatas 125, sama dengan 125 dan dibawah 125 dari faktor-faktor  kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang ?.

Inkonsistensi berikutnya adalah dengan terbit Peraturan Menteri LHK no. no. P. 96/2018 tentang tata cara pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi. 

Pelepasan kawasan hutan untuk kepentingan pengembangan transmigrasi, pemukiman, pertanian dan perkebunan diperluas dan ditambah dengan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) tanpa ada penjelasan lebih lanjut yang pada akhirnya fasum dan fasos tersebut dapat ditafsirkan sesuai dengan kebutuhan pengguna kawasan.

Distorsi Pemanfaatan
Dalam keadaan normal  kawasan HPK yang ada dan tersisa,  cepat atau lambat pada gilirannya akan dilepaskan untuk kepentingan pembangunan diluar kehutanan yaitu untuk pemukimam, pertanian, perkebunan, fasum, fasos  dan sejenisnya. Masalahnya adalah dalam proses kebutuhan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan banyak yang mengalami distorsi (penyimpangan) dalam pelaksanaannya. 

Distorsi tersebut antara lain pemutihan kawasan hutan dari jalur Inventarisasi dan Verifikasi Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (Inver PTKH). Proses ini secara legal jelas tidak dibenarkan karena tanah kawasan hutan dikuasai lebih dahulu secara illegal tanpa memperhatikan fungsi kawasan hutannya (produksi, lindung, konservasi), meski atas nama pembangunan untuk pemukiman, kebun, lahan kering, sawah dan sebagainya.

Pada era kabinet kerja (2014 -- 2019), demi dan atas nama pembangunan terbit peraturan pemerintah  (PP) no. 104 tahun  2015 tentang tata cara perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan yang mempermudah perubahan fungsi kawasan didalam fungsi kawasan (HPK, HPT dan HPB) atau antar fungsi kawasan (konservasi, lindung dan produksi). 

Perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan dilakukan untuk memenuhi tuntutan dinamika pembangunan nasional serta aspirasi masyarakat dengan tetap berlandaskan pada optimalisasi distribusi fungsi dan manfaat kawasan hutan secara lestari dan berkelanjutan, serta keberadaan kawasan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional.  

PP no. 104 tahun 2015, pasal 36 dimungkinkan adanya perubahan fungsi antara fungsi pokok kawasan hutan atau dalam fungsi pokok kawasan hutan. HPK baru dapat diperoleh dari perubahan fungsi hutan produksi tetap maupun terbatas sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Celah ini dapat dimanfaatkan untuk merubah seluruh kawasan hutan produksi menjadi hutan produksi yang dapat dikonversi untuk dan atas nama pembangunan diluar kegiatan kehutanan. 

Meskipun terdapat peluang untuk merubah dari HPK ke HPT dan HPB, rasanya tidak mungkin kasus ini dapat terjadi. Lambat atau cepat pula, apabila hutan produksi sudah selesai dibebani hak pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, dapat dimungkinkan adanya perubahan dalam  fungsi kawasan hutan produksi menjadi HPK dengan mekanisme PP no.104/2015. Bilamana ini terjadi, HPK yang baru ini juga dicadangkan untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan.

Demi Kepentingan Pembangunan
Sudah menjadi rahasia umum bahwa alih fungsi hutan untuk kepentingan non kehutanan telah berjalan secara masif (skala besar besaran) sejak pemerintahan orde baru hingga orde reformasi sekarang ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun